Berita UMKM
Kisah Sri Rahayu Sukses Merintis Usaha Ecoprint Sriris, Buktikan Bisa Maju Meski Hanya Tamat SD
Meski hanya tamatan SD, warga Talang Jawa, Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumsel, ini tidak minder
Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Wawan Perdana
"Saya pada waktu itu mau melanjutkan sekolah SMP, tetapi kakak dan adik saya sekolah juga, jadi saya memutuskan mengalah untuk ikut mencari nafkah membantu ibu," ujar ibu tiga anak ini.
Setelah sekian lama kerja serabutan dengan upah pas-pasan, iapun memberanikan diri untuk Ikut kelas menjahit dengan biaya Rp 20.000 per bulan dari hasil bekerja sebagai pengasuh dan tukang setrika.
Setelah 3 bulan belajar menjahit, ia terpaksa berhenti les menjahit sebab tidak bisa lagi membayar les menjahit karena untuk menutupi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Lantas ia bekerja lagi di lain rumah dengan upah Rp 50.000 per bulan. Sambil bekerja gadis belia ini membuka jasa menjahit sendiri dengan mesin jahit seadanya milik keluarga orang tuanya.
"Saya pernah merasa jenuh ketika melihat teman-teman sebayanya berseragam sekolah, dan meminta pada ibu agar memasukkan dirinya ke panti asuhan saja agar bisa melanjutkan sekolah. Namun, ibunya dengan tegas pula tidak mengizinkannya.
Lalu, saya mengutarakan keinginannya untuk bekerja ke luar kota, namun juga tidak diberikan izin, dengan alasan jarak yang jauh dan ia anak perempuan satu-satunya," kenang Sri.
Lalu, pada tahun 2003, iapun dipertemukan dengan owner toko jahit ‘Harmonis’ dari kota Palembang, yang membuka cabang di Tanjung Enim.
Kala itu, sang Owner sedang mencari penjahit dan menawarkannya untuk menjadi karyawannya, padahal saat itu ia belum terlalu mahir menjahit.
Seiring berjalannya waktu, dengan ketekunannya iapun semakin mahir menjahit.
Namun baru merasa nyaman bekerja, tiba-tiba owner Toko Harmonis ini pindah lagi ke Palembang. Dan iapun sempat ditawari untuk ikut kerja ke Palembang.
Tetapi, lagi-lagi tidak diizinkan ibunya. Hingga akhirnya, ia kembali menjadi pembantu rumah tangga, dan melanjutkan jasa menjahit di rumahnya.
Setelah beberapa tahun bekerja sebagai ART dan penjahit kecil, pada usia yang ke-24 tahun, iapun menikah.
Selepas menikah, ternyata dari segi ekonomi belum ada perubahan, kehidupannya masih kekurangan. Demi memenuhi kebutuhan keluarganya bersama suaminya, ia berjualan kuliner seperti model ikan, tekwan, dan aneka es. Sedangkan suaminya bekerja kuli bangunan.
"Jadi pagi saya jualan makanan dan siangnya menjahit, suami kuli bangunan. Namun ternyata perekonomiannya terasa lambat apalagi sejak memiliki dua anak sehingga mengalami kerugian dan tutup," tuturnya.
Kemudian, iapun fokus untuk kembali menekuni dunia jahit menjahit dan memberanikan diri mengontrak toko di Pasar Tanjung Enim untuk membuka jasa menjahit pakaian.
Kisah Generasi Kedua Pengusaha Kerupuk Keriting AAS Palembang, Pertahankan Rasa & Proses Tradisional |
![]() |
---|
Melangkah ke Era Baru, Sulam Angkinan Selain Beludru Juga Bersinar di Kain Katun Dingin |
![]() |
---|
Dari Hobi Jadi Bisnis, Anggie Pratiwi Sukses Bangun APR Florist dengan Modal Rp 500 Ribu |
![]() |
---|
Bangkit dari Pandemi, Sugito Hadirkan Warung Sarapan Favorit di Belitang OKU Timur |
![]() |
---|
Inovasi Baru NR Florist Linggau, Sediakan Ucapan Lewat Bibit Tanaman Buah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.