Berita Nasional
Ramai-ramai Tolak Tapera, Dipotong Gaji 3 Persen Tiap Bulan, Pengusaha Sebut Beratkan Pekerja
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diterbitkan Presiden Joko widodo mendapat respons penolakan dari berbagai pihak.
"Itu hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir," ujar Heru dalam keterangan tertulis dikutip dari situs resmi BP Tapera, Selasa (28/5).
Menurut Heru, perubahan atas PP ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan dan akuntabilitas pengelolaan dana Tapera.
Dana yang dihimpun dari peserta disebut akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta.
“Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya,” kata Heru.
Menurut Heru, masyarakat yang masuk dalam kategori berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah pertama dapat mengajukan manfaat pembiayaan Tapera, sepanjang telah menjadi peserta Tapera.
Peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.
Memberatkan Pekerja
Ketua Federasi Serikat Buruh (FSB) Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka industri (Nikeuba) Kota Palembang Hermawan menyatakan tidak setuju dengan kebijakan baru itu karena Tapera menjadi beban baru bagi buruh.
Kenaikan upah saja tidak layak dan tidka sesuai, kini pendapatan buruh harus kembali dipotong untuk Tapera.
"Pemotongan upah buruh sebesar 2,5 persen tsb sangat memberatkan," ujarnya, Selasa (28/5).
Hermawan menyebut upah minimum 2024 hanya naik Rp 50 ribu, sedangkan seluruh bahan pokok dan kebutuhan lainnya semua naik ditambah adanya pungutan Tapera sebesar 2,5 persen dari upah buruh, maka tentunya semakin menyengsarakan buruh dan keluarganya.
"Seharusnya bila ingin menyediakan rumah murah layak huni bagi buruh, bukan dengan melakukan pungutan upah buruh, tapi dengan memberikan subsidi bagi buruh yang ingin memiliki rumah," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menolak pemberlakukan Tapera, karena kebijakan tersebut justru akan memberatkan para pekerja maupun buruh. Dia juga bilang, Apindo telah melayangkan surat penolakan tersebut kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Senada dengan APINDO, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera," kata Shinta.
Shinta menjabarkan, aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru, baik baik pemberi kerja maupun pekerja. Saat ini, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen, sebanyak 19,74 persen dari penghasilan pekerja.
"Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar," jelas Shinta.
Alasan Tutut Soeharto Dicekal Keluar Negeri, Perkara Piutang Negara Rp700 M Atas BLBI |
![]() |
---|
Alasan Kejagung Batal Jadi Kuasa Hukum Gibran di Kasus Gugatan Ijazah SMA, Singgung Legal Standing |
![]() |
---|
Polemik Ijazah SMA Gibran, Dokter Tifa Ungkap Fakta Soal UTS Insearch dan Sekolah di Singapura |
![]() |
---|
Daftar Calon PPPK Paruh Waktu Kemenag Tahun Anggaran 2024 Diumumkan, Catat Berkas Harus Dilengkapi |
![]() |
---|
Sosok Farida Farichah Resmi Dilantik Jadi Wamenkop, Punya Jejak Karier yang Mentereng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.