Hari Buruh 2024

20 Puisi Hari Buruh 1 Mei 2024 dari Wiji Thukul, Penuh Makna, Perjuangkan Hak Buruh

Wiji Thukul adalah seorang penyair asal Solo Jawa Tengah. Berikut 20 Puisi Hari Buruh 1 Mei 2024 dari Wiji Thukul, penuh makna, perjuangkan hak buruh.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
GRAMEDIA.COM DARI TRIBUNNEWS.WIKI
Wiji Thukul adalah seorang penyair asal Solo Jawa Tengah. Berikut 20 Puisi Hari Buruh 1 Mei 2024 dari Wiji Thukul, penuh makna, perjuangkan hak buruh. 

Tapi di tubuh tembok itu Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami Di manapun tirani harus tumbang! (Solo, ’87 - ’88)

4. Sajak Suara

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan apabila engkau memaksa diamaku

siapkan untukmu: pemberontakan! sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu ia ingin bicara mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata ialah yang mengajari aku bertanya

dan pada akhirnya tidak bisa tidak engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan aku akan memburumu seperti kutukan

5. Tanpa Judul

Kuterima kabar dari kampung rumahku kalian geledah buku-bukuku kalian jarah
tapi aku ucapkan banyak terima kasih karena kalian telah memperkenalkan
sendiri pada anak-anakku kalian telah mengajar anak-anakku membentuk makna kata penindasan
sejak dini

Ini tak diajarkan di sekolahan tapi rezim sekarang ini memperkenalkan kepada semua kita
setiap hari di mana-mana sambil nenteng-nenteng senapan kekejaman kalian adalah bukti pelajaran
yang tidak pernah ditulisIndonesia,
(11 agustus ’96)

Baca juga: Sejarah Hari Buruh atau May Day 1 Mei, Puluhan Tahun Dilarang Dirayakan di Indonesia

6. Seorang Buruh Masuk Toko

Masuk toko yang pertama kurasa adalah cahaya yang terang benderang
tak seperti jalan-jalan sempit di kampungku yang gelap sorot mata para penjaga
dan lampu-lampu yang mengitariku seperti sengaja hendak menunjukkan
dari mana asalku aku melihat kakiku - jari-jarinya bergerak

Aku melihat sandal jepitku aku menoleh ke kiri ke kanan - bau-bau harum
aku menatap betis-betis dan sepatu bulu tubuhku berdiri merasakan desir

Kipas angin yang berputar-putar halus lembut badanku makin mingkup
aku melihat barang-barang yang dipajang aku menghitung-hitung
aku menghitung upahku aku menghitung harga tenagaku yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik
aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase aku melihat bayanganku makin letih
dan terus diisap (10 september 1991)

7. Bukan Kata Baru

Ada kata baru kapitalis, baru? Ah tidak, tidak sudah lama kita dihisap
bukan kata baru, bukan kita dibayar murah sudah lama, sudah lama
sudah lama kita saksikan buruh mogok dia telpon kodim, pangdam
datang senjata sebataliyon kita dibungkam

Tapi tidak, tidak dia belum hilang kapitalis dia terus makan
tetes ya tetes tetes keringat kita dia terus makan sekarang rasakan kembali jantung
yang gelisah memukul-mukul marah karena darah dan otak jalan kapitalis
dia hidup bahkan berhadap-hadapan kau aku buruh mereka kapitalis sama-sama hidup
bertarung

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved