Berita Palembang
Sosok Ki Agus Wirawan Rusdi Dalang Wayang Palembang, Tinggal Satu-satunya
Ki Agus Wirawan Rusdi atau yang sering disapa Wirawan dalang wayang Palembang dan saat ini satu-satunya yang tersisa.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kebudayaan tradisional semakin hari semakin ditinggalkan, maka perlu upaya untuk melindungi. Bahkan masih banyak yang tidak tahu kalau di Palembang ada Wayang Palembang.
Pada tahun 1980 an Wayang Palembang cukup dikenal, di bawah naungan Abdul Rasyid (alm), yang merupakan Dalang Wayang Kulit Palembang.
Kemudian dilanjutkan anaknya yang bernama Rudi Rasyid (alm). Lalu wayang Palembang sempat mati suri.
Berpulangnya Rusdi Rasyid menjadi semacam titik balik bagi perjalanan wayang Palembang.
Dalam sebuah pertemuan keluarga, Ki Agus Wirawan Rusdi atau yang sering disapa Wirawan yang merupakan anak sulung dari sembilan anak dalang Rusdi didaulat untuk menggantikan sang bapak sebagai dalang wayang Palembang
"Saya mempelajari wayang kulit Palembang sejak 2004 dan baru berani tampil ke publik sejak 2006," kata Wirawan, Rabu (13/12/2023).
Baca juga: ASN, Kepala Desa, dan Perangkat Diminta Netral Pemilu 2024, Melanggar Kena Sanksi Pidana
Berbekal sejumlah kaset rekaman saat sang bapak mendalang, sedikit demi sedikit Wirawan mulai belajar menirukan suara yang ada di pita kaset.
Akhirnya pada 2006 ia berani tampil untuk pertama kalinya, hingga saat ini.
Wirawan menceritakan, awal mula bangkitnya wayang Palembang di tahun 1950 an, ketika berdirinya Sangar Sri Wayang Kulit Palembang dan itu hanya satu-satunya di Palembang.
"Pada 1950 Wanda saya bercerita, didirikan Sangar melihat dari permainan anak-anak di 36 Ilir. Mereka main wayang-wayangan dari lidi. Bapak-bapak melihat anaknya main lidi tadi yang dibuat wayang-wayang dengan iringan gamelan berupa ember dan lain-lain. Dari situlah kakek berinisiatif untuk buat hiburan wayang," ungkapnya
Pria berusia 50 tahun ini mengatakan, dengan inisiatif tersebut kakek mengajak warga di kelurahan 36 Ilir patungan untuk beli alat-alat gamelan, ada saron, kenon dan bonang, serta gendang.
Dengan alat inilah berdirilah Sri Wayang Kulit Palembang. Setelah itu Wayang kulit jadi kegemaran warga 36 Ilir.
"Dulu masih ada 100 wayang, namun sejak 1986 terjadi kebakaran, apa terbakar atau seperti apa kurang tahu juga karena waktu itu saya masih SD," katanya.
Menurutnya, kalau zaman dulu pagelaran wayang tidak dibayar uang tapi sembako, bisa beras dan lain-lain. Bahkan sering tidak dibayar, tapi diberi makan, minum dan kopi. Meskipun begitu mereka tetap senang.
"Untuk saat ini tinggal saya satu-satunya dalang Wayang Palembang," katanya.
Sudah Dikunci Stang, Motor Dimas Dibawa Kabur Pencuri di Palembang, Upaya Kejar Pelaku Gagal |
![]() |
---|
Demo di Kejati Sumsel, Massa Minta Usut Dugaan Perusakan Lingkungan Jalan Tambang Batubara di Lahat |
![]() |
---|
Realisasi Pengadaan Barang dan Jasa di Sumsel Baru 38,19 Persen dari Total Rp 2,77 triliun |
![]() |
---|
Pernah Berselisih Paham, Pemandu Lagu di Palembang Dianiaya Rekan Seprofesi, Pilih Lapor Polisi |
![]() |
---|
Viral Pria dan Anak Kecil Curi Kotak Amal Masjid Miftahul Jannah di Sako Palembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.