Berita Pilpres 2024

Sosok 3 Nama Kandidat Cawapres Prabowo, Ada yang Pernah Jadi Menteri di Era Tiga Presiden Berbeda

Inilah sosok tiga nama bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Ketiganya sedang digodok dalam internal koalisi.

Editor: Rahmat Aizullah
Tribunnews.com
Bakal Capres KIM Prabowo Subianto 

TRIBUNSUMSEL.COM - Inilah sosok tiga nama bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menyebutkan untuk saat ini ada tiga nama kandidat cawapres Prabowo Subianto.

Ketiga nama itu sedang digodok dalam internal Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Viva mengungkapkan tiga nama itu berasal dari usulan partai politik pendukung Prabowo yang tergabung di KIM, yaitu PAN, Golkar dan PBB.

"Di PAN ada Erick Thohir, di Golkar ada Airlangga, di PBB ada Yusril Ihza Mahendra," kata Yoga kepada Kompas.com, disadur TribunSumsel.com, Selasa (12/9/2023).

Yoga menjelaskan bahwa pembahasan mengenai bakal cawapres berada pada level diskusi dan menyamakan frekuensi dari anggota koalisi.

Namun, ia mengungkapkan, proses yang masih diskusi itu tidak membuat KIM khawatir terburu-buru dalam menentukan cawapres.

"Masih banyak waktu," ujar Viva Yoga.

Lantas bagaimana sosok ketiga nama kandidat cawapres Prabowo Subianto yang disebutkan Viva tersebut.

1. Erick Thohir

Erick Thohir kini menjabat Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Dilansir situs resmi BUMN, pria kelahiran Jakarta pada 30 Mei 1970 ini merupakan lulusan Gelndale University tahun 1990 dan National University tahun 1993.

Erick adalah teman masa kecil hingga remaja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, lantaran keduanya satu sekolah sejak SD sampai SMA.

Jauh sebelum terjun ke dunia politik, Erick Thohir telah memulai kariernya sebagai pebisnis.

Bersama Muhammad Lutfi, Wisnu Wardhana, dan R Harry Zulnardy, Erick mendirikan bisnis media bernama Mahaka Group.

Di tahun 2001, Mahaka di bawah kepemimpinan Erick mengakuisisi harian Republika yang akan bangkrut.

Keseriusannya dalam berbisnis di bidang media membawa Erick Thohir berguru pada pendiri Harian Kompas, Jacob Oetama dan pemilik Jawa Pos, Dahlan Iskan.

Tujuh tahun mendirikan Mahaka, Erick kemudian ditunjuk menjadi Presiden Direktur PT Mahaka Media sampai 30 Juni 2008.

Di tahun yang sama, ia mendirikan tvOne dan situs berita VivaNews bersama Anindya Bakrie.

Setelahnya, Erick menjabat sebagai Ketua Komite Konten dan Industri untuk Kamar Dagang Industri (KADIN).

Selain menjadi pebisnis, Erick Thohir juga terlibat dalam organisasi olahraga.

Ia pernah menjadi Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) mulai 2006 hingga 2014.

Erick juga pernah menjabat sebagai Wakil Komisaris Persib Bandung.

Bahkan, ia sempat membeli saham dari tim basket Philadelphia 76ers dan klub sepak bola Inter Milan.

Namanya semakin moncer setelah menjabat Presiden Klub Inter Milan menggantikan Massimo Marrati pada 2013.

Kecintaannya pada olahraga masih terlihat sampai saat ini, bahkan Erick terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2023-2027.

Diketahui, Erick Thohir dilantik sebagai Menteri BUMN oleh Presiden Jokowi pada 23 Oktober 2019.

2. Airlangga Hartarto

Airlangga Hartarto adalah Ketua Umum Partai Golkar yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia periode 2019-2024.

Dikutip dari situs resmi partaigolkar.com, Airlangga Hartarto lahir pada 1 Oktober 196 di Surabaya, Jawa Timur.

Airlangga Hartarto merupakan anak dari pasangan Hartarto Sastrosoenarto dan R Hartini Soekardi.

Airlangga Hartarto menempuh pendidikan di SMA Kolese Kanisius Jakarta dan lulus pada tahun 1981.

Kemudian, Airlangga Hartarto melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada di Fakultas Teknik Mesin dan lulus di tahun 1987.

Pada tahun 1996, Airlangga Hartarto mendapatkan gelar MBA dari Monash University Australia.

Pada tahun 1997, Airlangga Hartarto mendapatkan gelar Master of Management Technology (MMT) dari University of Melbourne.

Sepak terjang Airlangga di dunia politik tidak terlepas dari latar belakang ayahnya.

Ayahnya, Hartarto Sastrosoenarto adalah salah satu orang kepercayaan presiden ke-2 Indonesia, yakni Soeharto.

Tercatat Hartarto Sastrosoenarto pernah menjabat beberapa kursi menteri di Kabinet Pembangunan.

Airlangga memulai karier politiknya pertama kali pada tahun 1998, yakni dengan masuk ke dalam Partai Golkar (Golongan Karya).

Kemudian pada tahun 2004 ia mengemban jabatan sebagai Wakil Bendahara Partai Golkar untuk periode 2004-2009.

Akhirnya pada tahun 2009, ia berhasil menempati salah satu kursi di parlemen DPR RI untuk periode 2009-2014.

Di parlemen, ia berhasil menjabat sebagai Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi sektor perdagangan, perindustrian, koperasi, UKM, dan BUMN untuk periode 2009-2014.

Di Partai Golkar, kedudukan Airlangga naik sebagai Ketua Umum Partai pada tahun 2017, dan terpilih lagi sebagai ketua partai secara aklamasi oleh seluruh anggota Musyawarah Nasional Partai Golkar.

Posisinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2014 membuatnya berhasil menduduki jabatan sebagai Menteri Perindustrian menggantikan Saleh Husein di Kabinet Indonesia Kerja 1 tahun 2016.

Tak cukup sampai di sana, pada Pilpres tahun 2019 ketika Jokowi kembali terpilih sebagai presiden, Airlangga kemudian menduduki kursi Menteri Perekonomian RI untuk periode 2019-2024.

3. Yusril Ihza Mahendra

Melansir Kompas.id, Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai sosok yang memiliki banyak profesi.

Mulai dari seorang dosen, pengacara, pakar hukum tata negara, politikus, intelektual Indonesia, dan mantan menteri.

Sebagai politikus, Yusril menjabat Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) selama tiga kali.

Yakni periode 1998–2004, periode 2014–2019, dan periode 2019–2024.

Yusril pernah menjabat sebagai menteri pada kepemimpinan tiga Presiden yang berbeda.

Era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ia menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan pada 1999-2001.

Di dalam kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri, Yusril menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada 2001-2004.

Sementara di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia menjadi Menteri Sekretaris Negara pada 2004-2007.

Karier politik pria yang dilahirkan di Lalang, Manggar, Belitung Timur, pada 5 Februari 1956 ini dimulai saat awal reformasi.

Bersama sejumlah ormas Islam, Yusril mendirikan Partai Bulan Bintang yang dideklarasikan pada 17 Juli 1998 atau satu bulan setelah Presiden Soeharto lengser.

Yusril didapuk menjadi ketua umum partai tersebut dan dijabatnya hingga tahun 2004.

Setelah lengser dari pejabat publik, Yusril kembali memimpin partai tersebut setelah terpilih di Muktamar IV PBB pada April 2015.

Pada Muktamar PBB di Belitung pada September 2019, Yusril kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PBB periode 2019–2024.

Yusril diketahui merupakan anak ke-6 dari 11 bersaudara, buah hati pasangan Idris Haji Zainal dan Nursiha Sandon.

Keluarga sang ayah berasal dari Johor, Malaysia, sementara ibunya memiliki garis keturunan dari Minangkabau.

Yusril kecil mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri, Manggar, Bangka Belitung dan lulus pada 1969.

Kemudian, melanjutkan ke SMP Negeri, Manggar hingga lulus pada 1972 dan lantas melanjutkan ke SMA Perguruan Islam, Bangka Belitung dan lulus pada 1975.

Setelah lulus SMA, Yusril hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Ia mengambil Ilmu Filsafat, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Setahun kemudian, ia mengambil Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia dan lulus pada 1983.

Setelah lulus kuliah, Yusril meneruskan program S2 di University Of The Punjab, India dan menyandang gelar master pada 1984.

Yusril juga menyelesaikan pendidikan masternya di Magister Hukum dan Ilmu Pengetahuan Islam, Universitas Indonesia (UI), Jakarta (1984).

Sementara untuk pendidikan doktoral, Yusril mengambil di University Sains Malaysia dan meraih gelar doctor of philosophy dalam ilmu politik di kampus tersebut pada 1993.

Yusril memulai kariernya sebagai pengajar di Universitas Indonesia pada mata kuliah Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum, dan Filsafat Hukum.

Ia memulai karier akademiknya dari bawah sebagai Asisten Dosen dari Prof Osman Raliby dan Prof Dr Ismail Suny.

Kemudian, ia menjadi dosen di Fakultas Hukum, UI.

Pada tahun 1996, ia diangkat oleh Presiden Soeharto sebagai penulis pidato presiden.

Ia telah menulis pidato untuk presiden sebanyak 204 buah hingga tahun 1998.

Salah satu karya besarnya, yakni menuliskan pidato berhentinya Presiden Soeharto pada Juni 1998.

Karier Yusril dalam bidang akademik melejit hingga dia diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dari kampus tersebut pada 1998. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved