Berita Pilpres 2024
Megawati Keluarkan Jurus Andalannya Untuk Melawan Prabowo, Koalisi Gemuk Tak Ada Jaminan Menang
Menyikapi koalisi pendukung Prabowo Subianto yang makin gemuk, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengeluarkan jurus andalannya.
TRIBUNSUMSEL.COM - Menyikapi koalisi pendukung Prabowo Subianto yang makin gemuk, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengeluarkan jurus andalannya.
Megawati dan PDIP tentunya tak ingin jagoannya yakni Ganjar Pranowo kalah di Pilpres 2024.
Karena itu, mereka akan mengeluarkan salah satu jurus andalannya untuk merebut simpati rakyat agar target menang hattrick Pilpres dapat tercapai.
Jurus andalan Megawati dan PDIP tersebut tak lain adalah memperkuat barisan para kader militannya di seluruh Indonesia hingga tingkat paling bawah.
Mereka kemudian turun ke lapangan menyapa masyarakat dengan meyakinkan bahwa Ganjar Pranowo lah yang paling layak untuk meneruskan kepemimpinan Presiden Jokowi di masa akan datang.
Seperti diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, bahwa setelah Golkar dan PAN deklarasi mendukung Prabowo, Megawati lantas memberikan instruksi untuk seluruh kadernya.
Hasto mengatakan, saat PAN dan Golkar mendeklarasikan dukungan ke Prabowo, Megawati tengah berada di Bali.
Hasto pun berkomunikasi dengan Megawati untuk melaporkan kegiatan rekor Muri pada hari itu.
Kebetulan saat bersamaan sedang ada acara deklarasi dari Golkar, PAN, dan PKB, yang membangun kerja sama politik dengan Gerindra di Jakarta.
"Jadi pada saat Bu Mega berada di Bali, saya melaporkan terhadap kegiatan penerimaan Muri atas rekor kesehatan ini, kebetulan juga ada cara deklarasi itu," kata Hasto di acara pemberian rekor Muri kepada PDIP terkait pengobatan gratis di Ciawi, Bogor, Selasa (15/8/2023), dilansir dari Tribunnews.com.
Saat itu juga, kata Hasto, Megawati bertanya kepada dirinya apakah melihat acara deklarasi dukungan terhadap Prabowo tersebut.
Kemudian Hasto meminta arahan Megawati dalam menyikapi deklarasi itu.
"Ibu bertanya kepada saya 'kamu lihat acaranya tidak,' 'saya lihat Ibu. Apakah arahan Ibu dalam menyikapi kerja sama partai politik,' Dijawab Ibu adalah, 'perkuat akar rumput'," kata Hasto.
Hasto mengatakan, Megawati meminta seluruh kader partai berlambang banteng moncong putih itu agar turun ke masyarakat.
"Turun ke bawah bersama dengan rakyat, perkuat akar rumput. Karena bagi PDIP politik itu bukan hypes politics, the real politics itu berada di grass roots," ujar Hasto.
Menurutnya, apa yang dilakukan politikus PDIP Adian Napitupulu dengan memberi pengobatan gratis kepada rakyat adalah the real politics tersebut.
Dia mengatakan kegiatan membantu rakyat ini bukan hanya untuk mendapatkan penghargaan.
"Karena itulah, semoga pemberian rekor Muri dan Leprid memberikan suatu motivasi kepada kita. Kita berjuang bukan untuk mendapatkan penghargaan.
Tetapi yang terpenting, bahwa peri kehidupan rakyat itu dapat kita tingkatkan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.
Diketahui, Partai Golkar dan PAN resmi melabuhkan dukungan politiknya ke Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Acara deklarasi dukungan Golkar dan PAN kepada Prabowo digelar di Museum Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023).
Koalisi Gemuk Tak Ada Jaminan Menang
Meski didukung banyak partai, Prabowo Subianto dianggap belum tentu menang di Pilpres 2024.
Pandangan itu salah satunya diungkap Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK).
JK menilai, tidak ada jaminan bagi Prabowo Subianto menang Pilpres 2024 hanya karena koalisi partai yang mendukungnya gemuk.
"Tidak ada jaminan. Jadi beda itu. Tidak simetris sama sekali," ujar Jusuf Kalla saat ditemui wartawan di Markas PMI Pusat, Jakarta, Senin (14/8/2023), dilansir dari Kompas.com.
Jusuf Kalla masih ingat betul ketika dia mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2024, tidak didukung banyak partai namun menang.
"Sama dengan saya waktu 2004, itu kita hanya didukung 11 persen, 4 partai, tapi menangnya 60 persen," katanya.
Jusuf Kalla menyampaikan, hal yang menjadi penentu kemenangan paslon di pemilu yaitu rakyat, bukan partainya.
Sebab, rakyat pasti memiliki pilihannya masing-masing terhadap pasangan capres-cawapres.
"Partai yang mengusulkan, yang memilih kan rakyat. Terserah rakyat bagaimana, rakyat ada yang ikut partainya, ada juga yang tidak. Selama ini begitu," tutur dia.
Lalu, Jusuf Kalla juga mencontohkan ketika dia maju sebagai capres pada tahun 2009.
Saat itu, Kalla menggandeng Wiranto sebagai cawapres.
Jika dihitung-hitung, kata mantan Ketum Golkar ini, jumlah suara yang bisa dia raih seharusnya mencapai 20 persen.
Namun, kenyataannya, suara mereka jauh di bawah itu.
Pasangan JK-Wiranto kalah di Pilpres 2009.
"Pengalaman saya dengan Pak Wiranto dulu, kalau dihitung-hitung jumlah suara itu lebih 20 persen. Tapi hanya dapat suara 14 persen, tidak simetris, tergantung.
Kalau sudah masuk ke pemilu itu, orang tidak lagi melihat partainya, orang melihat tokohnya," ujar dia.
PDIP Ungkit Pernah Menang Walau Koalisi Kurus
Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP, Ahmad Basarah mengungkit partainya pernah mengusung capres-cawapres dalam koalisi kurus.
Misalnya pada Pilpres 2014 silam, bahkan kata Basarah, PDIP menghadapi capres dan cawapres yang didukung kekuasaan pada saat itu.
"Tahun 2014 juga kami ramping, kami menghadapi capres-cawapres yang didukung oleh Presiden yang sedang berkuasa waktu itu," kata Basarah di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/8/2023), dilansir dari Tribunnews.com.
Ia menuturkan, saat itu PDIP yang mengusung pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) melawan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Adapun Hatta merupakan besan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu menjabat sebagai Presiden.
"Pak Hatta Rajasa kan besannya presiden SBY pada waktu itu. Kami partai-partai yang dihitung oleh para pengamat politik bukan partai besar pada waktu itu, hanya dengan Nasdem, PKB, dan Hanura," jelasnya.
"Sementara Pak Prabowo dan Hatta Rajasa didukung partai-partai besar. Dan pada waktu itu presiden SBY yang sedang berkuasa juga partainya mendukung Prabowo kalau tidak salah," sambungnya.
Oleh sebab itu, Basarah mengaku tidak masalah jika nantinya Ganjar Pranowo hanya didukung oleh sedikit parpol.
"Kita biasa bekerja dengan teman yang tidak begitu banyak toh, akhirnya ketika kira menang pada waktu itu akhirnya teman-teman itu juga datang kepada kami untuk bekerja sama di pemerintahan," sindirnya.
Senada diungkapkan Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah yang bercerminan pada Pilpres 2014, bahwa pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla hanya diusung oleh sedikit partai.
Walau saat itu, kata Said, dari sisi jumlah dukungan partai di Pilpres kalah jauh, namun dengan soliditas dan kerja politik yang kuat di akar rumput akhirnya bisa menang.
Terbukti pasangan Jokowi-JK justru mampu memenangkan Pilpres dengan perolehan suara 53,15 persen, sementara Prabowo-Hatta 46,88 persen.
"Karena itu, dalam keyakinan politik kami, kerja cerdas, dan kepedulian tinggi ke akar rumput, kami yakin bisa merebut dukungan rakyat pada pilpres 2024 lebih besar.
Itulah yang akan terus kami pedomani sebagai jalan politik untuk memenangkan Ganjar Pranowo," tegasnya.
Said melanjutkan bahwa PDIP memiliki sejarah panjang sebagai partai yang dididik dan dibesarkan dengan terbiasa dikeroyok secara politik.
"Di masa orde baru kami mengalami hal itu, dan di masa Jokowi JK, begitu pula saat ini," katanya.
Oleh sebab itu, bagi segenap kader PDIP, dia mengingatkan bahwa pernah mengalami pahit getirnya sejarah, sehingga dari pengalaman panjang itu harus memperkuat mental juang.
"Kita harus bisa setegak tegaknya melalui jalan terjal politik, dan dengan begitulah mental juang kita terbentuk," ujarnya.
Dengan berkaca pada jati diri itulah, kata Said, partainya bisa berjalan dan melangkah bersama dengan semangat juang memenangkan Pemilu 2024.
"Kita tidak boleh terlena manisnya kekuasaan, dan melupakan jati diri sebagai partai sandal jepit, sebagai partai yang di sokong oleh barisan pemberani yang terbiasa 'nggetih'," katanya.
Sementara itu, mendukung pernyataan koleganya, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek juga ingat saat Pilpres 2014 dimana Jokowi hanya diusung partai-partai kecil.
Sedangkan lawan Jokowi waktu itu adalah Prabowo Subianto yang didukung oleh Golkar, Gerindra, PAN, PPP dan PKS.
"Nah kalau kemudian Golkar dan PAN tidak bersama kami, ya ini kan mengulang peristiwa 2014 ketika pak Jokowi waktu itu 'dikeroyok' oleh koalisi partai yang cukup banyak," kata Awiek.
Meski saat 2014 Jokowi didukung dengan minim partai politik, namun, hasilnya membuktikan kalau berhasil menang dan terpilih menjadi Presiden.
Dengan begitu, Awiek menilai kalau bergabungnya Golkar dengan PAN ke Gerindra-PKB akan menciptakan kembali pertarungan Pemilu di 2014 tersebut.
"Ini de Javu gitu pengulangan pada 2014 ketika pak Jokowi dikeroyok oleh partai politik koalisi besar melawan koalisi kecil gitu," ujar dia.
Meski demikian, Awiek berharap kalau Pemilu 2024 mendatang akan tetap berjalan baik dan kondusif.
"Ini kan arahnya seperti itu, tentu kita berharap pemilu 2024 berjalan dengan baik dengan damai iklim demokrasi terjaga dengan kondusif, soal berbeda pilihan politik itu hak masing-masing partai politik," tukas dia. (*)
Sumber: Tribunnews.com
Megawati Soekarnoputri
Jurus Andalan Megawati
Koalisi Gemuk Prabowo
Prabowo Subianto
Ganjar Pranowo
Pilpres 2024
Tribunsumsel.com
Askolani Jasi Yakin Ganjar-Mahfud Bisa Menang di Banyuasin |
![]() |
---|
Partai NasDem Gelar Kampanye Akbar di BKB Palembang Besok, Dihadiri Surya Paloh dan Wali Band |
![]() |
---|
Jadwal Kampanye Capres - Cawapres Nomor Urut 3 di Sumsel, Ganjar di Palembang, Mahfud ke Banyuasin |
![]() |
---|
Menelaah Arah Demokrat Tak Merapat ke Ganjar Justru Gabung Koalisi Prabowo, Begini Analisa Pengamat |
![]() |
---|
Demokrat Gabung Koalisi Prabowo, SBY Siap Pasang Badan, Tawarkan AHY Jadi Cawapres? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.