Pemilu 2024

Politik Uang Ternyata Haram Hukumnya Menurut Fatwa MUI, Bawaslu: Kurang Sosialisasi

Praktik politik uang atau yang sering juga kita dengar money politic ternyata hukumnya haram menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun sayang

Editor: Rahmat Aizullah
Dok. TribunSumsel.com
Ilustrasi Politik Uang. Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), politik uang hukumnya haram. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Praktik politik uang atau yang sering juga kita dengar money politic ternyata hukumnya haram menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Namun sayangnya fatwa tersebut dinilai kurang disosialisasikan menurut Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI).

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkan soal politik uang sebenarnya sudah ada fatwa dari MUI bahwa hukumnya haram.

"Kita sudah dari periode yang lalu kan bicara tentang kampung, antipolitik uang, kemudian pemuda antipolitik uang, kemudian yang belum selesai itu mungkin dengan teman-teman Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, bahwa fatwanya sudah ada," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, Rabu (21/6/2023), dilansir dari Tribunnews.com.

Bagja mengatakan, fatwa haram tentang politik yang ini kurang disebarluaskan dengan masif.

Ia bahkan yakin tak hanya dari umat Islam saja, tapi umat penganut kepercayaan lain juga punya pandangan yang sama soal larangan politik uang dalam pemilu.

"Hanya fatwa ini kurang disebarkan, di ceramah, di kotbah gereja, seharusnya lebih intensif lah. Misalnya di daerah Sulawesi Utara, kan pasti teman-teman kristiani juga punya ini juga jemaatnya untuk antipolitik uang," jelasnya.

Sejauh ini, kata Bagja, pihaknya juga terus mengembangkan terkait segala aturan dan fokus yang menjadi bagian penting dari tahapan pemilu.

"Sekarang pada titik ini utk pengembangan perempuan antipolitik uang, antikorupsi, kita kerja sama," jelasnya.

Di satu sisi, Bagja kembali mengingatkan terkait politik uang yang hingga saat ini sosialisasi yang kurang lah yang menjadi masalah utamanya.

"Politik uang itu haram. Tapi tidak tersosialisasikan, itu problemnya. Jangan kemudian dianggap itu sebagai misyaroh, yang begitu-begitu harus dilihat," katanya.

Baca juga: Politik Uang Bisa Terjadi di Sistem Pemilu Apapun, Respons KPU Soal Jual Beli Suara Pemilih

Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan fatwa itu ditetapkan sebagai tanggung jawab sosial para ulama dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas.

Fatwa itu ditetapkan dalam Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M.

Dalam musyawarah tersebut membahas tentang suap (risywah), korupsi (ghulul), dan hadiah kepada pejabat.

"Ya, fatwa itu ditetapkan sebagi wujud tanggung jawab sosial keulamaan dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas," katanya.

Politik Uang dan Sistem Hukum

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan potensi politik uang di Pemilu 2024 kemungkinan terjadi bukan hanya terbatas dari sistem pemilu, tapi juga sistem hukum.

Pernyataannya itu sekaligus merespons soal peringatan dari Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa praktik politik uang di Pemilu baik menggunakan sistem terbuka atau tertutup sama-sama ada potensi.

"Jadi bukan sistem (pemilu). Sistem hukum berpengaruh atau tidak? Kalau kita lihat misalnya sistem penegakan hukumnya pada saat sama, tapi konteks UU agak berbeda," kata Bagja ditemui di kawasan Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/6/2023).

Baca juga: Potensi Politik Uang Gentayangan di Pemilu 2024, Bawaslu: Sistem Hukum Berpengaruh atau Tidak?

Bagja juga menegaskan, terkait politik uang dalam kampanye bukan hanya urusan Bawaslu, tapi juga lembaga lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.

"Ada tiga lembaga, Bawaslu, polisi, dan jaksa. Bawaslu sebagai titik pertama dalam menemukan temuan dan laporan, oleh sebab itu kami mengharapkan masyarakat juga ikut," ujarnya.

Bagja menambahkan pendeknya masa kampanye di Pemilu 2024 ini menjadi tantangan bagi lembaga mereka.

Hal ini mengingat masa kampanye untuk pemilu kali ini hanya 75 hari.

Berbeda dengan Pemilu 2019 yang masa kampanyenya delapan bulan.

Dalam pendeknya masa kampanye, politik uang pun dirasa Bagja rentan dilakukan oleh peserta pemilu.

"Karena kan sudah di ujung kan karena cuma 75 hari berlomba meyakinkan pemilih, meyakinkan pemilih kan bisa dengan uang," ujarnya.

"Ini agak berbahaya karena dengan kampanye yang 75 hari maka masyarakat praktis mengambil uangnya. Itu Tantangan kami ke depan," sambungnya.

Bawaslu juga menegaskan pihaknya tentu harus punya strategi yang lebih efektif dalam melakukan pengawasan, seperti halnya memperkuat pengawasan di masa tenang.

"Jadi, pengawasan yang dulu hanya pada pengawasan yang melibatkan banyak orang itu pada masa tenang, itu bisa ditarik juga ke masa kampanye," jelasnya.

Menurut Bagja, masa tenang biasanya menjadi kondisi yang rentan untuk politik uang gencar dilakukan.

"Memang paling parah masa tenang biasanya politik uangnya karena orang meyakinkan di akhir, biasa ujung-ujung ini yang masalah kan. Kemudian, harus dimaksimalkan pengawasannya. Oleh sebab itu, kita akan tarik ke masa kampanye," kata Bagja.

Baca berita menarik lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved