Pemilu 2024

Potensi Politik Uang Gentayangan di Pemilu 2024, Bawaslu: Sistem Hukum Berpengaruh atau Tidak?

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan potensi politik uang di Pemilu 2024 kemungkinan terjadi bukan hanya terbatas dari sistem

Editor: Rahmat Aizullah
Kolase TribunSumsel/Tribunnews
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan potensi politik uang di Pemilu 2024 kemungkinan terjadi bukan hanya terbatas dari sistem pemilu, tapi juga sistem hukum. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan potensi politik uang di Pemilu 2024 kemungkinan terjadi bukan hanya terbatas dari sistem pemilu, tapi juga sistem hukum.

Pernyataannya itu sekaligus merespons soal peringatan dari Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa praktik politik uang di Pemilu baik menggunakan sistem terbuka atau tertutup sama-sama ada potensi.

"Jadi bukan sistem (pemilu). Sistem hukum berpengaruh atau tidak? Kalau kita lihat misalnya sistem penegakan hukumnya pada saat sama, tapi konteks UU agak berbeda," kata Bagja ditemui di kawasan Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/6/2023), dikutip dari Tribunnews.com.

Bagja juga menegaskan, terkait politik uang dalam kampanye bukan hanya urusan Bawaslu, tapi juga lembaga lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.

"Ada tiga lembaga, Bawaslu, polisi, dan jaksa. Bawaslu sebagai titik pertama dalam menemukan temuan dan laporan, oleh sebab itu kami mengharapkan masyarakat juga ikut," ujarnya.

Baca juga: Politik Uang Bisa Terjadi di Sistem Pemilu Apapun, Respons KPU Soal Jual Beli Suara Pemilih

Bagja menambahkan pendeknya masa kampanye di Pemilu 2024 ini menjadi tantangan bagi lembaga mereka.

Hal ini mengingat masa kampanye untuk pemilu kali ini hanya 75 hari.

Berbeda dengan Pemilu 2019 yang masa kampanyenya delapan bulan.

Dalam pendeknya masa kampanye, politik uang pun dirasa Bagja rentan dilakukan oleh peserta pemilu.

"Karena kan sudah di ujung kan karena cuma 75 hari berlomba meyakinkan pemilih, meyakinkan pemilih kan bisa dengan uang," ujarnya.

"Ini agak berbahaya karena dengan kampanye yang 75 hari maka masyarakat praktis mengambil uangnya. Itu Tantangan kami ke depan," sambungnya.

Bawaslu juga menegaskan pihaknya tentu harus punya strategi yang lebih efektif dalam melakukan pengawasan, seperti halnya memperkuat pengawasan di masa tenang.

"Jadi, pengawasan yang dulu hanya pada pengawasan yang melibatkan banyak orang itu pada masa tenang, itu bisa ditarik juga ke masa kampanye," jelasnya.

Menurut Bagja, masa tenang biasanya menjadi kondisi yang rentan untuk politik uang gencar dilakukan.

"Memang paling parah masa tenang biasanya politik uangnya karena orang meyakinkan di akhir, biasa ujung-ujung ini yang masalah kan. Kemudian, harus dimaksimalkan pengawasannya. Oleh sebab itu, kita akan tarik ke masa kampanye," kata Bagja.

Baca berita menarik lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved