Berita Muara Enim

Ironi Petani Kopi di Muara Enim, Harga Kopi Meroket Rp 35 Ribu per Kg, Panen Justru Merosot

Ironi petani kopi di Kabupaten Muara Enim,Saat ini harga komoditas kopi meroket Rp 35 ribu per kg tetapi hasil panen justru merosot.

Editor: Vanda Rosetiati
SRIPO/ARDANI ZUHRI
Ironi petani kopi di Kabupaten Muara Enim, saat ini harga komoditas kopi meroket Rp 35 ribu per kg tetapi hasil panen justru merosot, Kamis (25/5/2023). 

TRIBUNSUMSEL.COM, MUARA ENIM - Ironi petani kopi di Kabupaten Muara Enim khususnya di wilayah Semende Raya (Kecamatan SDL, SDT dan SDU).

Saat ini harga komoditas kopi meroket hingga Rp 35 ribu per kg dan harusnya menjadi berkah dan membuat bahagia.

Namun, kondisi tidak demikian. Saat harga kopi meroket, hasil panen kopi justru merosot akibat faktor cuaca.

"Kalau di Semende ini, hampir 95 persen adalah petani kopi dan padi. Kopi di Muara Enim sebagian besar dari Semende bahkan sampai ke Lampung," ujar Asnadi (50) dan Irawan (30) salah satu petani kopi di Desa Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat Ulu (SDU), Kabupaten Muara Enim, Rabu (25/5/2023).

Menurut Asnadi (50) meski harga kopi melonjak namun hasil kebun kopi milik keluarganya hanya sedikit.

Hal ini dikarenakan faktor utamanya adalah cuaca yang kurang bersahabat bagi petani Kopi. Selain itu, karena siklus yang tidak bertepatan dengan masa kenaikan harga Kopi.

"Kalau biasanya panen bulan Juni - Agustus, tapi sekarang kurang baru sekali petik kopinya sudah habis," ujarnya yang memiliki usaha gerai Pusat Oleh-Oleh Habara 99 di Pagar Alam ini.

Baca juga: Pemprov Sumsel Tunda Pencairan TPP ASN Mei 2023, Penjelasan Sekdaprov Sumsel SA Supriono

Dikatakan Asnadi, biasanya jika normal dan buahnya lebat serta pemeliharaannya bagus panen Kopi bisa mencapai 3 ton perhektar, namun sekarang 1 ton pun tidak sampai.

Petani memperlihatkan kondisi kebun kopi sebagian belum berbuah, Kamis (25/2/2023).
Petani memperlihatkan kondisi kebun kopi sebagian belum berbuah, Kamis (25/2/2023). (SRIPO/ARDANI ZUHRI)

Ini penyebabnya salah satunya karena faktor cuaca yang ekstrim saat ini, sebab untuk tanaman kopi terutama ketika berbunga dan menjadi putih itu sangat rentan dengan faktor cuaca.

Jika terlalu panas, kembang dan putiknya tidak jadi karena menjadi kering, begitupun sebaliknya jika sering diguyur hujan kembang atau putiknya akan rontok.

Jadi meski harga tinggi namun tidak membuat perekonomian masyarakat naik.

Pasalnya kebanyakan petani hanya mengandalkan hasil dari panen kopi dan sawah saja.

"Dulu tahun 1998 enaknya pas harga kopi sempat tembus Rp 20 ribu perkg tapi bertepatan buahnya banyak, sekarang malah tembus Rp 35 ribu perkg tetapi buahnya sedikit. Dibandingkan dengan tingkat inflasi sekarang masih belum sebanding dengan hasil panen kopi yang didapat. Ini dirasakan hampir seluruh petani kopi dua tahun ini sangat kurang dan bisa dikatakan gagal panen," katanya.

Atas berkurangnya produksi Kopi ini, lanjut Asnadi, telah dirasakan dan berdampak atas usahanya di gerai oleh-oleh karena pasokan kopi sangat sulit sekali di dapat. Jika pun ada harganya sudah sangat tinggi.

"Hasil kebun sendiri saja tidak bisa memasoknya, kalau dahulu hasil kebun sendiri malah masih bisa untuk jual," ujarnya. (sp/ari)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved