Berita Nasional

Penjelasan Resmi Kemenkeu Usai Soimah Ngaku Didatangi Petugas Pajak Bersama Debt Collector

Kementerian Keuangan (Kemekeu) akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi atas penyataan Soimah Pancawati atau Soimah.Bersama Debt Collector

Editor: Slamet Teguh
Kolase Tribunsumsel.com/ Kompas.com
Soimah dan Juru Bicara Kemenkeu Yustinus Prastowo. Penjelasan Resmi Kemenkeu Usai Soimah Ngaku Didatangi Petugas Pajak Bersama Debt Collector. 

"Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 M itu sama sekali belum ditagihkan," paparnya.

Prastowo mengatakan, pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantul dinilai tidak sembarangan menggunakan kewenangannya.

Bahkan, petugas itu hanya mengingatkan dan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan.

"Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," tegasnya.

Curhat Soimah Diperlakukan Bak Koruptor Oleh Pegawai Pajak, Singgung Soal Etika
Curhat Soimah Diperlakukan Bak Koruptor Oleh Pegawai Pajak, Singgung Soal Etika (TikTok/relawan.nkri)

Baca juga: Kemenkeu Tangani Kasus Soimah yang Didatangi Pegawai Pajak, Meski Ditjen Pajak Sudah Klarifikasi

Baca juga: Ditjen Pajak Buka Suara Soal Cerita Soimah Didatangi Pegawai Pajak Diduga Bawa Debt Collector

Diberitakan sebelumnya, Soimah menceritakan pengalamannya berurusan dengan oknum pegawai pajak yang mendatangi rumah orangtuanya.

"Tahun 2015, datang ke rumah, orang pajak buka pagar tanpa kulonuwun (permisi) tiba-tiba di depan pintu yang seakan-akan saya mau melarikan diri," ujar Soimah dikutip dari YouTube Blakasuta.

Soimah juga merasa dirinya selalu dicurigai oleh petugas pajak atas apapun yang dilakukan. Bahkan Soimah harus menyimpan semua nota pengeluarannya.

"Waktu itu awal-awal sukses, kalau banyak uang, tugas saya pertama membahagiakan, membantu keluarga, masak bantu keluarga enggak boleh? Dijaluki (dimintai) nota mas," kata Soimah.

"Lha masak aku bantu saudara pakai nota, jadi enggak percaya 'masak bantu saudara segini besarnya', yo sak karepku to (terserah aku dong). Jadi harus pakai nota, itu tahun 2015," imbuhnya.

Bukan itu saja, pendopo yang saat itu belum selesai dibangun, yang tujuannya dibangun adalah untuk mewadahi para seniman, juga tak luput dari penilaian pajak.

"Ini pendopo belum jadi, udah dikelilingi sama orang pajak. Didatangi, diukur, dari jam 10.00 pagi sampai jam 05.00 sore, ngukuri pendopo," ujar Soimah.

"Ini tuh orang pajak atau tukang? Kok ngukur jam 10.00 pagi sampai 05.00 sore, arep ngopo (mau ngapain). Akhirnya pendopo itu di appraisal hampir Rp 50 miliar, padahal saya bikin aja belum tahu total habisnya berapa," lanjutnya.

Saat tahu pendopo yang dibangunnya dinilai hampir Rp 50 miliar, Soimah merasa bingung, antara sedih atau senang.

"Di sisi lain saya sedih, kok bisa begitu, di sisi lain saya senang. Senangnya gini, kalau itu laku Rp 50 miliar, tukunen, aku untung nanti aku baru bayar pajak, tukunen nek payu Rp 50 miliar," ucap Soimah.

Soimah juga mengungkap sikap oknum petugas pajak yang mendatangi rumahnya di Jogja bersama debt collector.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved