Berita Palembang

Awal Ramadhan Serentak Tapi Muhammadiyah Lebaran 2023 Duluan, Penjelasan PWM Sumsel

Awal Ramadhan serentak tapi Muhammadiyah Lebaran 2023 duluan, ini penjelasan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sumsel terkait perbedaan tersebut.

TRIBUN SUMSEL/ARIEF BASUKI ROHEKAN
Awal Ramadhan serentak tapi Muhammadiyah Lebaran 2023 duluan, ini penjelasan dari Ridwan Hayatuddin Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sumsel terkait perbedaan tersebut. 

TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG - Awal Ramadhan serentak tapi Muhammadiyah Lebaran 2023 duluan, ini penjelasan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sumsel terkait perbedaan tersebut.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, sudah menetapkan awal puasa atau 1 Ramadan 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023, dan serentak dengan Nahdlattul Ulama (NU) maupun pemerintah.

Keputusan tersebut berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Meski begitu, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhamadiyah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Ridwan Hayatuddin menerangkan, pihaknya sudah melakukan hisab penentuan awal Ramadhan, namun awal 1 Syawal atau lebaran bisa saja beda.

"Sesuai keputusan Majelis Tarjih, kita besok (23 Maret) sudah mulai puasa dan malam ini susah taraweh. Kemungkinan puasa selama 29 hari sesuai keputusan tidak 30 hari, " kata Ridwan, Rabu (22/3/2023).

Dijelaskan Ridwan, meski pemerintah rencananya baru akan melaksanakan Rukyatul Hilal awal Ramadhan 1444 H pada sore ini, pastinya Muhamadiyah tidak akan ikut, karena sudah melihat dan menghitung.

"Jelas, kalau lewat mata banyak hambatannya ketika hujan, awan dan sebagainya, tapi kalau Hisab dengan teknologi tidak ada hambatan, dan salam surat lain bisa dihitung berjalannya mahluk angkasa itu tidak ada hambatan, " bebernya.

Baca juga: 4 Sosok Pejabat Digadang Bakal Maju Calon Gubernur Sumsel 2024, Profil dan Harta Kekayaan

Mengingat dikatakan Ridwan, soal puasa pihaknya berpedoman pada surat Yunus Ayat 5 tertulis, Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat- tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanpa tanda (kebenarannya) kepada orang-orang yang mengetahuinya.

"Perintah isbat penentuan penanggalan, waktu sholat, tahun, bulan menggunakan perhitungan dengan melihat posisi bulan, bumi dan matahari. Dengan kita menghitung itu kita jauh- jauh hari bisa memprediksi kapan jatuhnya 1 Ramdahan, 1 Syawal, apalagi selama ini penanggalan Islam berdasarkan hasil Hisab, " ucapnya.

Diungkapkan Ridwan, memang ada perintah Nabi Muhammad SAW untuk Rukyat (melihat) memang pada zaman Nabi belum ada teknologi, dimana Rukyat zaman Nabi betul melihat dengan mata telanjang, dan teropong.

"Tetapi dengan perjalanan bumi, matahari dan bulan tidak meleset, bukan seperti mobil berjalan, ada mogok, habis minyaknya, ada lobang segala macam. Tapi mahluk angkasa tidak seperti itu, maka bisa diikuti dengan Hisab dan Muhamadiyah selalu menggunakan hisab, " tandasnya.

Sehingga kalau pakai istilah lainnya itu Rukyatnya itu melihat hisab dengan perhitungan, dengan begitu bisa jadi kebetulan sama dan tidak dengan yang lain berdasarkan perhitungan hisab itu. Mengingat berbeda metode cara menentukan, bisa saja ada perbedaan. Tapi perbedaan itu sudah terbiasa selama ini.

"Sebenarnya sebutan sama dan tidak sama jangan dipaksakan, karena kita beda cara menyikapi. Kalau muhammadiyah menggunakan hisab jadi perjalan bulan mengedari bumi itu bisa diprediksi dengan akurat perhitungan, sehingga bisa saja kebetulan sama bisa saja kebetulan tidak sama. Kalau Muhammadiyah sebutan melihat bulan itu yang penting sudah ada wujudnya, mungkin 1°2° atau 3°, yang penting ada artinya sudah ada bulan sudah 1 Ramadhan, 1 Syawal dan sebagainya," capnya.

Ditambahkan Ridwan, dengan sudah adanya Keputusan tersebut berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, awal Ramadhan berpeluang sama namun untuk 1 Syawal berbeda.

"Memang sama kemungkinan awal Ramadhan, tetapi karena Muhammadiyah konsisten dalam perhitungannya, Ramadhan tahun ini 29 hari. Jadi berpeluang besar antra Muhammadiyah menggunakan Hisab dengan yang lain sama awal Ramadhan, tapi lamanya bisa beda ada yang 30 hari, " tukasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved