Berita OKI
Sejarah Rumah Limas Seratus Tiang OKI, Sudah Berdiri Sejak 1811
Rumah Limas seratus tiang yang terletak di Desa Sugih Waras, Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Penulis: Winando Davinchi | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL, KAYUAGUNG - Rumah Limas seratus tiang yang terletak di Desa Sugih Waras, Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Untuk diketahui, rumah Limas seratus tiang telah berdiri sejak tahun 1811 dan masih lestari hingga sekarang.
Rumah rumah Limas seratus tiang adalah milik trah Pangeran Rejed.
Menurut kisah, bagaimana asal muasal adanya rumah seratus tiang ini, dimana rumah tersebut dibangun oleh seorang raja demi mendapatkan restu dari orang tua sang calon mempelai wanita.
Diketahui bahwa pada zaman dahulu pemimpin wilayah dipegang oleh pangeran, dalam artian pemerintah masih dalam bentuk kerajaan.
"Seperti didaerah Ogan Komering llir, pada masa itu setiap wilayah atau marga dipimpin oleh pejabat yang disebut Pangeran," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, Ahmadin Ilyas.
Baca juga: Daftar Bupati OKI Sejak Indonesia Merdeka, 17 Kali Berganti Pemimpin
Diceritakan jika pernikahan Putra dari Pangeran Rejed dan putri dari Pangeran Ismail menjadi latar belakang pembangunan rumah seratus tiang yang merupakan syarat pinangan putra dari pangeran Rejed.
"Pangeran Rejed ini berkuasa di daerah Sugihwaras yang merupakan daerah bagi kekuasaan marga Bengkulah pada tahun 1716,"
"Lalu, sekira abad ke-18 putranya yang bergelar Depati Malian berniat mengawini gadis keturunan ningrat yaitu putri dari Pengeran Ismail suku Kayuagung," terangnya.
Mendengar kabar tersebut, pangeran Ismail mempunyai permintaan pada Pengeran Rejed.
Apabila akan menjadikan putrinya menantu maka tempatkan putrinya pada tempat yang layak, rumah berukuran besar yang dibangun dari kayu besi atau kayu onglen.
"Tak hanya itu, Pangeran Ismail juga meminta syarat supaya tiang rumahnya harus berjumlah seratus buah yang juga terbuat dari jenis kayu serumpun," jelasnya.
Dikarenakan ingin memberikan yang terbaik bagi putranya maka Pangeran Rejed menyanggupi dan ia langsung mendatangkan arsitek dari Cina dan juga dari Arab untuk membangun rumah tersebut.
"Namun sayang, para arsitek yang didatangkan tidak mampu menyelesaikan rumah tersebut dalam waktu sepuluh tahun," bebernya.
Disebutkannya jika Pangeran Rejed selalu tidak pernah merasa puas dengan hasil yang dikerjakan oleh para arsitek.
Baca juga: Cara Daftar PTSL Tanah di Prabumulih, Lengkap Dengan Syaratnya
"Sehingga para ahli atau arsiteknya tidak kuasa meneruskan keinginan Pangeran Rejed maka dengan hasil yang sudah setengah jadi, dan arsitek selalu berganti ganti," tandasnya.
Namun faktor kasulitan adalah mengenai ornament rumah yang harus semuanya diukir, baik ukir timbul 3 dimensi maupun ukir dalam bentuk lukisan.
Tepatnya pada abad 18 atau tahun, jadilah rumah yang disebut rumah seratus tiang dikarenakan memang tiang penyanggah rumah betul betul berjumlah seratus batang.
"Keberadaan rumah tersebut sebenarya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Pangeran Rejed, dikarenakan masih banyak ukiran lukisan yang belum terselesaikan,"
"Dia merencanakan seluruh tiang rumah harus bemuansa ukir, namun si arsitek tidak mampu menyelesaikan dia keburu pulang kenegeri cina," tuturnya.
Lanjutnya, oleh anak Pangeran Rejed Wira laksana rumah tersebut dijadikan sebagai pusat kekuasaan pemerintahan marga Bengkulah.
Setiap diadakan pertemuan para pangeran atau pertemuan dengan pemerintah Belanda maka rumah tersebut menjadi pilihan utama.
Baca juga: KPU Lubuklinggau Butuh 40 Orang PPK dan 216 PPS Pemilu 2024, Pendaftaran Bulan Ini
"Pada awalnya dibeberapa bagian rumah dibalut dengan kain sebagai kasta tempat pertemuan para ningrat, sekarang rumah tersebut dihuni oleh titisan ketujuh keturunan dari Pangeran Rejed,"
"Pengakuan dari penghuni rumah semua ornament rumah belum ada yang di renovasi kecuali genteng bagian atas. Hal tersebut dilakukan dikarenakan sudah ada yang pecah atau rapuh dimakan waktu," ujarnya.
Oleh orang setempat perkampungan rumah seratus tiang dimaksud disebut sebagai kampong Pengeran.
Secara historisnya, dikatakan sebagai kampong Pengeran karena hampir seluruh rumah yang ada disekitar wilayah tersebut adalah masih ada kaitan darah dari si pengeran.
"Kondisi rumah disekitar wilayah ini masih dapat dikatakan utuh ditilik dari kondisi bangunan rumah. Walaupun ada yang direnovasi, namun tetap tidak meninggalkan keaslian dari bentuk semula sebagai cermin rumah adat atau rumah bersejarah masa lalu," tukasnya.
Baca berita lainnya di Google News