Berita Palembang
Kasus Rumah Dinas TNI di Palembang, Keluarga Pensiunan TNI AD Tolak Diusir, Pegang Surat Pangdam
Kasus rumah dinas TNI di Palembang, keluarga pensiunan TNI AD tolak mereka diusir dari asrama atau Komplek Pomdam belakang BLPT Sekip Ujung.
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Vanda Rosetiati
Dari pantauan di lapangan, warga sengaja memasang poster berisi penolakan di depan rumah yang akan ditertibkan.
"Hargai perjuangan dan jasa para pahlawan beserta keluarga pejuang," bunyi poster yang di pasang warga
Dikatakan Rini, ia dan keluarganya sudah menempati rumah dinas tersebut sejak tahun 1967 silam.
Ayahnya adalah Mayor (Purn) Sunardji Wijaya yang kini sudah wafat.
Menurutnya, hunian yang hingga kini mereka tempati sudah bukan lagi diperuntukkan sebagai rumah dinas.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan NOMOR.SKEP/111/IX/1980 yang dikeluarkan oleh Tri Sutrisno yang saat itu menjabat Panglima Kodam II Sriwijaya.
Adapun surat tersebut berbunyi, penghapusan bangunan perumahan yang bouwvalling di Garnizun Palembang.
Dengan rincian, memutuskan menghapus dari daftar registrasi perumahan dinas AD atas bangunan rumah tinggal/rumah murah di Garnizun Palembang.
"Total ada 6 komplek yang dapat SK itu termasuk di sini. Untuk yang di Balayuda dan Seduduk Putih, bahkan mereka sudah punya sertifikat. Tapi kami tidak punya (sertifikat). Soalnya, waktu mau diurus, orang Kodam tidak mau mengeluarkan surat petunjuk untuk direkomendasikan BPN," ujarnya.
Rini sangat berharap rencana penertiban bisa dibatalkan.
"Ada 5 orang yang menetap di rumah sekarang. Ini kan ada surat keputusan dari Pak Tri Sutrisno. Ini sudah kuat membuktikan bahwa rumah ini bukan lagi rumah dinas," ujarnya.
Sementara itu, M Wisnu Oemar, Kuasa Hukum para warga yang rumahnya akan diterbitkan menilai, ada hak dari para kliennya yang tidak diberikan sebagaimana mestinya.
"Yang jelas kami menolak ada pengosongan karena hak klien kami ada. Karena ada surat dari Panglima Kodam II Sriwijaya, waktu itu bapak Tri Sutrisno yang melepaskan Perumahan ini dari aset TNI. Jadi (rumah) ini sudah jadi milik siapa yang menempatinya," ujarnya.
Untuk itu, Umar mengatakan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah untuk menemukan titik temu dari persoalan ini.
"Oleh karenanya sebagai upaya hukum, maka kami akan mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, kepada panglima TNI atau setidak-tidaknya ke komnas HAM agar pejabat-pejabat yang terlibat ini bisa diproses," ujarnya.