Berita Palembang

Sengketa Tanah di Jalan Jepang Keramasan Kertapati, Warga Cekcok dengan Polisi, Tutup Akses Jalan

Sengketa tanah di Jalan Jepang Keramasan Kertapati. Sengketa ini melibatkan masyarakat dengan PT.Wahana Bara Sentosa (WBS).

TRIBUN SUMSEL/SHINTA DWI ANGGRAINI
Warga menggelar aksi protes menuntut penyelesaian sengketa tanah di Jalan Jepang Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati Palembang, Rabu (11/5/2022). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sengketa tanah di Jalan Jepang Keramasan Kertapati. Tim penyidik Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel turun ke lapangan guna mengukur ulang lokasi tumpang tindih kepemilikan tanah yang berada di Jalan Jepang Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati Palembang, Rabu (11/5/2022).

Diketahui, sengketa ini melibatkan masyarakat dengan PT.Wahana Bara Sentosa (WBS).

Dari pantauan di lapangan, sempat terjadi cekcok dengan polisi disaat warga yang sudah geram berusaha memblokade akses truk pengangkut batubara milik PT WBS.

Megawati (34), anak Kompol (Purn), HM Tanawi HS, salah satu ahli waris secara gamblang menyebut PT WBS telah menyerobot tanah seluas 40 hektare milik mendiang ayahnya.

Atas hal tersebut, Megawati juga sudah membuat laporan ke Polda Sumsel dengan nomor STTLP/28/I/2022.

"Kami di sini ingin menuntut hak kami, keadilan dan perlindungan hukum. Kami meminta status QUO terhadap PT.WBS," ujarnya.

Dengan membawa poster berisi ungkapan kekesalannya, warga menuntut agar persoalan ini cepat terselesaikan.

"Tanah kami dirampas, diserobot, kami minta penegakkan hukum. Selama ini kami tinggal di sini berpuluh puluh tahun, sekarang mau direbut sama PT, padahal kami punya sertifikat tanah yang lebih tua," ungkap Mega meluapkan kekesalannya.

Untuk diketahui, tanah yang termasuk sengketa memiliki luas sekitar 100 hektare.

Sebagai salah satu ahli waris, Megawati sendiri mengklaim memiliki bukti autentik berupa sertifikat tanah yang dikeluarkan ATR BPN Kota Palembang pada tahun 2010 atas nama Kompol (purn) HM Tanawawi seluas 40 hektare.

Sedangkan 60 hektar sisanya adalah milik masyarakat yang juga memiliki sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh BPN Kota Palembang di tahun 2010 silam.

Sementara itu, PT.WBS juga mengklaim memiliki sertifikat tanah seluas 100 hektar itu yang dikeluarkan BPN OI pada tahun 2015 silam.

Dimana hamparan tanah tersebut baru dibeli PT.WBS dari PT Budi Bakti pada 2018 silam.

"Hasil koordinasi kami dengan BPN Kota Palembang dan Biro Pemerintahan dan Otda Pemprov Sumsel dari ketetapan sengketa tapal batas wilayah antara Palembang dan Ogan Ilir diputuskan jika tanah kami masuk wilayah Kota Palembang," ucapnya.

Sementara itu, Mirzan Farizal yang merupakan bagian eksternal PT WBS, menyayangkan adanya upaya penutupan akses jalan oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved