Berita Nasional

Jabatan Jenderal Andika Sebagai Panglima TNI Disebut Berpeluang Diperpanjang Hingga 2024, Terungkap

Hal tersebut tentunya akan tergantung dari bagaimana bunyi lengkap putusan MK nanti mengingat hal tersebut menganulir isi pasal.

Editor: Slamet Teguh
SETPRES/AGUS SUPARTO via KOMPAS.com
Jabatan Jenderal Andika Sebagai Panglima TNI Disebut Berpeluang Diperpanjang Hingga 2024, Terungkap 

Karena itu, kata Anton, konsekuensinya adalah usia pensiun bagi golongan tamtama dan bintara lebih dini dibandingkan perwira.

"Dampak utama bagi organisasi TNI apabila gugatan ini dikabulkan adalah meluasnya bottleneck dalam pengelolaan karir prajurit TNI. Penambahan usia pensiun akan dapat memperparah fenomena prajurit nonjob dalam institusi militer," kata dia.

Dengan menambah usia pensiun maka pengelolaan karir prajurit menurutnya akan semakin kompleks akibat adanya pelambatan laju pensiun.

Tentunya, kata dia, ini akan membuat karir prajurit yang lebih muda terkendala dan tidak menutup kemungkinan fenomena non job meluas ke berbagai jenjang kepangkatan.

Untuk diketahui, kata Anton, fenomena penumpukan perwira di kepangkatan tertentu sebenarnya merupakan efek dari perpanjangan usia pensiun seperti yang dituangkan dalam UU TNI dan dampak tersebut baru terasa setelah 5 tahun pemberlakuan UU TNI.

Ia mengatakan untuk kepangkatan kolonel dan perwira tinggi misalnya, hingga tahun 2008, masih terjadi defisit jumlah perwira untuk memenuhi jabatan pada kepangkatan tersebut hingga mencapai 156 pos.

"Artinya, ada 156 pos jabatan yang sebenarnya masih kekurangan personel. Akan tetapi, pada tahun 2009, fenomena surplus mulai terjadi dengan adanya 211 perwira dengan kepangkatan kolonel dan perwira tinggi tidak mempunyai jabatan. Dan pada tahun 2018, angka surplus mencapai 1.183 orang," kata Anton.

Sekalipun Mabes TNI sudah menyiapkan sejumlah inisiatif seperti menambah Masa Dalam Pangkat (MDP) dan jumlah jabatan dengan memekarkan struktur, kata Anton, hal tersebut tetap tidak mengakhiri fenomena nonjob.

Sebab, menurutnya laju promosi dan laju pensiun tidak disertai intervensi kebijakan yang kuat dan konsisten.

Karena itu, menurutnya penambahan usia pensiun, apalagi mencapai 60 tahun, bukanlah solusi jitu dalam pengelolaan karir prajurit TNI ke depan.

"Apalagi frasa ‘mempunyai keahlian khusus’ dan ’sangat dibutuhkan’ berpotensi multitafsir sehingga sebaiknya dihindari," kata dia.

Justru menurut Anton yang lebih dibutuhkan adalah adanya pengaturan wajib Masa Persiapan Pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun.

Kebijakan tersebut menurutnya dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selalnjutnya usai berhenti dari militer.

Selain itu, kata Anton, kebijakan pemisahan dan penyaluran (sahlur) atau ‘resign by design’ prajurit perlu untuk semakin ditingkatkan guna membantu identifikasi dan pengelolaan kebijakan karir kedua (second career) usai tidak lagi aktif di TNI.

Menurut Anton dengan semakin kompleksnya tantangan pengelolaan pertahanan kita ke depan, kebutuhan adanya prajurit militer yang muda, bugar dan memiliki standar keahlian tertentu yang terukur menjadi tidak terelakkan.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved