Covid 19 di Sekolah Palembang
Ada Siswa SMP di Palembang Terpapar Covid-19, Ahli Mikrobiologi Prof Yuwono Sarankan PTM Tepat Buka
Professor Yuwono mencontohkan, jika anak tersebut habis jalan-jalan dengan keluarganya di luar Sumsel, misalnya Jakarta dan saat diperiksa terpa
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) khususnya di Kota Palembang sudah banyak sekolah yang siswanya terpapar Covid-19.
Menanggapi hal tersebut Ahli Mikrobiologi Prof Dr dr Yuwono M Biomed mengatakan, dalam kondisi apapun pembelajaran tatap muka sebaiknya tetap dibuka.
"Jadi sekolah tidak perlu ditutup, jangan dikit-dikit nyalahin sekolah. Begitu ada positif dikatakan klaster sekolah, padahal untuk menyatakan klaster itu ada kriterianya seperti jadi sumber penularan," kata Professor Yuwono, Selasa (8/2/2022).
Professor Yuwono mencontohkan, jika anak tersebut habis jalan-jalan dengan keluarganya di luar Sumsel, misalnya Jakarta dan saat diperiksa terpapar Covid-19, maka tidak bisa disebut klaster karena sumbernya dari luar Sumsel tepat si anak berjalan.
Sebut saja di sekolah itu ada terpapar Covid-19, tapi bukan klaster.
"Karena klaster ada syarat-syaratnya, seperti ketika A menularkan ke B, C dan lain-lain. Tapi sekarang jangan nuduh omicron ya, karena butuh pemerikasaan lebih lanjut untuk menyatakan bahwa itu terpapar varian Omicron," ungkapnya
Professor Yuwono yang juga Direktur Pusri mengatakan, siswa yang terpapar Covid-19 agar jangan dibikin heboh.
Misalnya siswa terpapar di sekolah, di kelas mana tepatnya.
Baca juga: BREAKING NEWS : Siswa SMPN 1 Palembang Terpapar Covid-19, Sekolah Mendadak Terapkan Daring
"Kan kelasnya banyak," ujarnya.
Misal ada 17 kelas dan yang terpapar di kelas nomor 9, maka di nomor 9 itu saja yang di tracing.
Jadi kalau ada satu yang positi sekelas di-tracing, termasuk gurunya.
Kontak erat jarak kurang dari 2 meter, interaksi lebih dari 15 menit dan ada kejadian seperti batuk atau bersin yang mungkin bisa terjadi penularan.
Jadi itulah yang dinamakan kontak erat.
Maka yang harus dilakukan tracing, kalau sudah di tracing ternyata negatif semua dan hanya satu anak yang positif maka yang lainnya masuk lagi.
Baca juga: 4 Siswa SMP di Palembang Terkonfirmasi Covid-19, Disdik Minta Sekolah Belajar Daring
Menurutnya, kehidupan ini ada tiga aspek yang paling penting, yaitu ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Ia mengibaratkan seperti telur dan ayam, tiga-tiganya penting.
Hanya saja pendidikan seperti disepelekan, misal Menteri Nadiem Makarim sampai menangis menyampaikan tidak ada pilihan lain kecuali harus dilakukan pembelajaran tatap muka (PTM) dalam kondisi apapun.
Karena WHO sudah menghitung kerugiannya ribuan triliun selama pandemi satu tahun. Terus Presiden Yudhoyono juga sudah menuliskan dokumen 100 tahun Indonesia pada 2045, Indonesia emas yaitu anak-anak yang berkarakter dan memiliki performance kinerja yang bagus.
"Ini nggak akan tercapai kalau tidak dilakukan pembelajaran tatap muka. Sebab sebagus-bagusnya belajar daring, tetap tidak akan sama dengan tatap muka," katanya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebutkan anak-anak itu lebih tahan terhadap Covid-19, yang artinya Covid-19 lebih banyak menyerang orang tua. Istilahnya itu tua katek aguk, orang tua yang tidak menjaga diri yang akhirnya terpapar Covid-19.
Lalu yang terpapar Covid-19 lebih banyak laki-laki, karena memang jumlah laki-laki lebih banyak dua kali lipat dari perempuan. Yang sering keluar juga banyak laki-laki.
Baca juga: Tiga Guru SMK Negeri 1 Kayuagung Positif Covid-19, Sekolah Terapkan Belajar Daring Lagi
"Anak-anak punya imunitas dan ketika terpapar Covid-19 akan cepat sembuh. Misal 3-4 hari anak-anak sudah sembuh, sedangkan kalau yang terpapar orang tua butuh 10 hari paling tidak untuk sembuh," ungkapnya.
Jadi anak-anak ini masih adaptif karena paru-parunya masih elastis. Kemudian anak-anak tidak ada komorbid. Maka fatalitas anak-anak 0 persen.
"Saya Professor dan punya sekolah, jadi saya mengatakan semua pendidikan itu harus atas kesepakatan tiga pihak. Pertama pemilik sekolah, lalu dewan guru dan orang tua, maka tiga ini harus sepakat," katanya.
Bahkan Presiden Jokowi menyampaikan arahnya, PTM tetap dilaksanakan tapi berdasarkan kesepakatan sekolah. Jadi bukan hanya guru saja, tapi ketiga komponen tadi sepakat.
"Seperti saya kami kumpulkan semua guru, yayasan dan orang tua kumpul dan sepakat. Kalau sepakat itu enak, orang jadi tereduksi, save, belajar tetap aman dan itukan jadi keren," ungkapnya.
Menurut Professor Yuwono, Pemerintah sudah membuat aturan tentang physical engineering khususnya untuk rumah sakit. Yaitu rekayasa fisik, misal ruangan sekolah. Jangan berpikir sekolah tidak boleh kepanasan, kena angin dan lain-lain padahal itu bagus.
Kalau di sekolah alam hanya 25 persen yang boleh penempatan bangunan dan 75 persennya ruang terbuka hijau.
Jadi harapnya sekolah-sekolah menerpanya physical engineering, karena ini lebih efektif daripada penerapan Prokes.
Apa itu physical engineering yaitu space atau ruang.
Jadi ruangannya harus luas, misal sekelas isinya hanya 20 orang saja.
Jadi jangan banyak-banyak satu kelasnya.
Lalu air flow atau aliran udara, kemudian sinar matahari.
Kalau sudah terlanjur sekolahnya sempit maka bisa dibuat sif-sifan atau sering-sering terpapar angin dan matahari. Kalau dulu masih kecil suka dibariskan di lapangan dan senam, itu bagus.