Hakim Bercita-cita jadi Bos di Negeri Sendiri, Berharap JNE Bawa Kopi Pagaralam Mendunia
ia ingin memperkenalkan kopi dari Pagaralam yang diklaimnya sebagai kopi terbaik di Indonesia dan banyak diminati.
Penulis: Weni Wahyuny | Editor: Vanda Rosetiati
Hakim melanjutkan, sebagai anak seorang petani, ia ingin kopi petik merahnya itu tak hanya dinikmati oleh warga lokal, melainkan di luar.
Namun rintangan kembali datang saat kebun orang tuanya dijual di tahun 2019 dan orang tua membuka lahan kembali untuk menanam kopi.
Lama menunggu tanaman kopi tumbuh besar dan bisa dipetik, Hakim pun tak ingin berhenti untuk memproduksi kopi.
Dalam sebulan, Hakim bisa membeli dari petani sekira 100-500 kg per bulan.

"Saya memilih untuk mengambil dari petani-petani lain sampai sekarang karena kopi yang baru ditanam (2019) belum membuahkan hasil," ujar Hakim.
"Mungkin 1,5 atau 2 tahun lagi lahan yang baru dutanam kopi baru bisa membuahkan hasil," tambah Hakim.
Motivasi lain Hakim bercita-cita membawa kopi Pagaralam mendunia karena ingin membantu para petani.
Sehari-hari, para petani harus bekerja berat dari matahari terbit hingga tenggelam.
Sekira pukul 5 pagi, petani bangun untuk bersiap ke kebun.
Bagi petani perempuan yang sudah berumah tangga, ia harus mempersiapkan bekal untuk dibawa ke kebun dan juga untuk santapan suami dan anaknya.
Terutama para petani yang bekerja di lahan orang.
Demi menghemat, mereka harus membawa bekal untuk ke kebun.
Pukul 06.00 WIB, para petani harus sudah siap untuk berkumpul di suatu tempat untuk menaiki pikap untuk pergi ke kebun.
Begitu sore tiba, para petani kembali ke rumah masing-masing dan melanjutkan pekerjaan rumah sebelum akhirnya beristirahat.
"Kegiatan itu dilakukan setiap hari oleh para petani di Pagaralam," ucapnya.