Berita Nasional
Mantan Kasum TNI Angkat Bicara Atas Permasalahan Papua yang Tak Kunjung Selesai : Keadilan
Kini Mantan Kasum Jonannes Suryo Prabowo angkat bicara terkait tidak perlunya Papua dilakukan operasi militer layaknya Timor Timur.
Penulis: M Fadli Dian Nugraha |
Ketika menjabat sebagai pangdam ini, pertama kalinya Suryo Prabowo mulai aktif ditugasi sebagai dosen/pengajar di Kursus Strategi Perang Semesta (KSPS), yang diselenggarakan di Sesko TNI AD.
KSPS inilah yang kelak pada tahun 2009 dijadikan Program Studi Magister Strategi Perang Semesta (Total War Strategy) di Universitas Pertahanan Indonesia.
Sejak KSPS bermanifestasi menjadi Unhan, dia masih aktif dilibatkan dalam pengajaran materi Kepemimpinan Strategis, dan Perang Semesta, serta mendapat kehormatan sebagai pembicara dalam diskusi internasional, seperti Jakarta International Defense Dialog.
Sekitar satu tahun kemudian, pada tahun 2008 Suryo Prabowo dimutasikan menjadi Pangdam Jaya/Jayakarta.
Pada jabatan ini sempat dilibatkan mempersiapkan acara peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan bersama Trans Studio.
Sekitar 6 bulan sebagai pangdam, dia dipromosikan menjadi Wakil Kepala Staf TNI AD dengan pangkat Letnan Jenderal TNI.
Pada jabatan ini Suryo Prabowo banyak berkreasi untuk membenahi sistem pendidikan dan latihan dijajaran TNI AD, terutama yang difokuskan pada bidang Kepemimpinan Militer dan Taktik bertempur.
Setelah hampir 2 tahun menjabat Wakasad, Suryo dimutasikan ke Markas Besar TNI untuk menduduki Jabatan Kepala Staf Umum TNI sampai akhir masa pengabdiannya sebagai Prajurit TNI tanggal 30 Juni 2012.
Selama menjabat sebagai Kasum TNI dia tetap konsisten melakukan pembenahan sistem pendidikan dan latihan dilingkungan TNI.
Suryo Prabowo adalah seorang Prajurit Zeni TNI AD yang autodidak, atau seseorang yang mendapat keahlian dengan cara belajar sendiri.
Hal ini terlihat ketika pada tahun 1978 ketika dia dapat menyelesaikan tugas bantuan peledakan/demolisi dalam pembangunan fondasi bagi buoy kapal di bawah laut perairan pelabuhan di Sibolga, Sumatera Utara.
Padahal sebelumnya dia belum pernah mengikuti pendidikan menyelam (scuba diving) dan demolisi bawah air.
Pengalaman tugas inilah yang memotivasinya untuk membuka Pendidikan Penjinaan Bahan Peledak dan Demolisi tingkat Utama bagi Prajurit Zeni Kopassus.
Pada Maret 1986 dia mendapat tugas unik, yaitu memimpin kegiatan mengurangi ketinggian (memotong) bangunan (Istana Plaza) dari setinggi 7 lantai menjadi 3 lantai, secara manual dalam waktu hanya 2 minggu, dari waktu yang yang disediakan selama 6 minggu.
Pemotongan bangunan ini dilakukan karena dinilai ketinggian bangunan tersebut dapat mengganggu lalulintas penerbangan pesawat terbang, terutama yang berbadan lebar ketika hendak menggunakan Bandara Polonia, Medan.
