Berita Nasional
Kepala BNPT Sebut Tidak Sedikit ASN yang Masuk dalam Jaringan Terorisme
Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengatakan, kelompok terorisme akan melakukan beragam upaya untuk dapat merekrut masyarakat
"Ini tentu memerlukan semacam kewaspadaan dini bagi kita semuanya, jadi (khawatirnya) tanpa terasa nanti semua ribuan kita bisa ikut sepakat dengan apa diusung oleh paham ideologi terorisme ini," katanya.
"Penyadaran seperti ini yang terus kita lakukan bersama dengan unsur kementerian/lembaga bersama pemerintah daerah, tokoh masyarakat, untuk kita selamatkan masyarakat kita bangsa kita dari pengaruh-pengaruh negatif dari mereka-mereka yang memanfaatkan ideologi terorisme untuk keuntungan mereka sendiri," ujar dia.
Baca juga: 19,4 Persen PNS Disebut BNPT Masuk Indeks Potensi Radikalisme, Usai Ada Kepala Sekolah Ditangkap
Baca juga: BNPT Ungkap 19,4 Persen PNS Masuk Indeks Potensi Radikalisme, Usai Ada Kepala Sekolah Ditangkap
Puluhan PNS Jadi Tersangka Kasus Teroris
BNPT mengungkap puluhan pegawai negeri sipil (PNS) menjadi tersangka kasus tindak pidana terorisme sejak 2010 lalu.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwahid menyampaikan 13 orang di antaranya merupakan anggota TNI-Polri.
Adapun data ini merupakan akumulasi sejak 2010 lalu.
"Data semenjak 2010 pegawai negeri sebagai tersangka tindak pidana teroris ada 31 orang terdiri dari eks Polri 8 orang, eks TNI 5 orang, dan 18 orang eks ASN. Total 31 orang data dari tahun 2010," kata Ahmad saat dikonfirmasi, Jumat (5/11/2021).
Ahmad menuturkan setidaknya ada sekitar 19,4 persen yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme.
Data ini merupakan data terakhir sekitar 2018-2019 lalu.
"Indeks potensi radikalisme itu sekitar 2018 sampai 2019, itu yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen itu masuk ke dalam indeks potensi radikalisme. Survei itu dilakukan Alvara dan Mata Air Foundation," ujar dia.
Ahmad menjelaskan ada sejumlah indikator yang mempengaruhi indeks potensi radikalisme.
Satu di antaranya mereka tidak setuju atau anti terhadap Pancasila.
"Dimana indikator potensi radikalisme itu adalah dia tidak setuju atau anti terhadap Pancasila. Dia pro khilafah kemudian dia anti terhadap pemerintahan yang sah, dia intoleran dan eksklusif, dia nanti budaya dan kearifan lokal keagamaan. Nah itu indikatornya," jelasnya.
Selain itu, kata Ahmad, indikator lainnya juga ditandai sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror.
Lalu, sudah melakukan idad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya.