Alex Noerdin Terjerat Korupsi
Kerugikan Negara Capai 30 Juta Dollar AS Kasus PDPDE, Respon Eks Sekretaris Komisi III DPRD Sumsel
Setiap tahun ada laporan pemasukan, tapi dari usaha PDPDE saja, bukan anak perusahan. Kalau besaran saya tidak ingat biasannya, sekitar Rp 12 miliar.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2018 Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan periode 2010-2019, Kamis (16/9/2021).
Pihak Kejagung sendiri menduga ada kerugian keuangan negara sekitar 30 juta dollar AS setelah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Komisi III DPRD Sumsel yang merupakan mitra PDPDE selama ini di Provinsi Sumsel, hanya bermitra dengan PDPDE dan bukan kepada anak perusahaannya.
"Jadi, saya tidak tahu itu (ada kerugian negata), karena itu anak perusahaan PDPDE, sehingga kami tidak terlalu tahu," kata eks Sekretaris komisi III DPRD Sumsel Agus Sutikno.
Ketua DPW Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) Sumsel ini menerangkan, jika ada pemasukan untuk pemprov Sumsel dan penambahan modal dari APBD, semuanya harus mengatasnamakan PDPDE saja. Sedangkan anak perusahaan tanggung jawab ada direksi PDPDE.
"Setiap tahun ada laporan pemasukan, tapi dari usaha PDPDE saja, bukan anak perusahan. Kalau besaran saya tidak ingat biasannya, sekitar Rp 12 miliar hingga Rp 20 miliar rutin setiap tahun masuk ke APBD Sumsel," tandasnya.
Selama menjabat di komisi III, Agus sendiri menyatakan tidak ada suntikan dana segar yang diberikan ke PDPDE dari APBD Sumsel, mengingat selama ini minim kegiatan dari PDPDE.
"Kalau investasi (suntikan dana) tidak ada penambahan dari APBD, karena tidak banyak kegiatan," jelasnya.
Sementara anggota DPRD Sumsel lainnya yang pernah berada di Komisi III DPRD Sumsel yang namanya tidak mau disebutlan, mengaku jika PDPDE merupakan holding yang milik Pemprov Sumsel. Setiap tahunnya melaporkan hasil kinerjanya dalam bentuk pendapatan dikurangan operasional.
"Kalau pemasukan memang ada sesuai dengan porsi kepemilikan saham (15%), jadi kalau dilihat dari konstruksi kasusnya yang dilaporkan ke Komisi III selama ini hanya 15 %, dan keuntungannya seperti itu yang diterima, setelah dikurangi biaya- biaya operasional itulah keuntungan perusahaan," ujarnya, seraya selama ini juga PDPDE tidak meminta setoran modal ke Pemprov Sumsel.
Dengan kasus yang menjerat eks Gubernur Sumsel Alex Noerdin itu, dirinya melihat dan menganggap penyidik menetapkan tersangka karena ada potensi kerugian keuangan negara, kalau itu tidak dikerjakan oleh rekanan (pihak lain) dan keuntungan yang didapat PDPE itu bisa lebih besar.
"Tapi dilihat di situ ada kelemahan juga disana, karena tidak menghitung biaya investasi, karena bangun pipa, duit jaminan dan sebagainya tidak dihitung. Ada masalah lagi, soal setoran saham padahal tidak, dan harus menyetor duit juga di situ padahal ini fasilitas PDPDE, kan tidak perlu setor saham lagi, tapi PDPDE nyetor saham untuk PDPDE gas. Jadi hal- hal itu bisa jadi masalah," tuturnya.
Mengenai kerugian negara yang mencapai 30 juta dollar AS, itu Kejagung melihatnya jika semua dikerjakan PDPDE dan bisa menjadi pemasukan ke kas daerah.
"Kalau potensi kerugian, kalau dikerjakan seluruhnya oleh PDPDE maka menghasilkan 30 juta dollar AS , bukan seperti sekarang hanya 15%. Tapi kalau kerugian negara realnya belum tahu juga," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan 2 orang tersangka terkait tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan pada periode 2010-2019.
"Kedua tersangka yaitu CISS dan AYH," kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Rabu (8/9/2021).
CISS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021. Dalam kasus ini, dia menjabat sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008.
Sementara itu, AYH ditetapkan tersangka berdasarkan surat nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 08 September 2021. AYH menjabat Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa sejak 2009 sekaligus merangkap Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014.
Adapun kasus dugaan korupsi ini bermula saat pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan alokasi membeli gas bumi bagian negara dari J.O.B PT Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil And Gas Ltd. dan Jambi Merang.
Adapun pembelian gas bumi sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel pada 2010 lalu.
"Bahwa berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel)," jelasnya.
Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN).
Leo menyebut PDPDE Sumsel membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Baca juga: Alex Noerdin Batal Ditahan di Rutan KPK, Pindah ke Rutan Salemba, Selokasi dengan Muddai Madang
Akibat penyimpangan itu, kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI adalah 30.194.452.79 Dollar AS yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
"Selain itu sebesar USD 63.750,00 dan Rp 2,1 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel," ungkapnya.
Adapun CISS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan AYH ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 8 September 2021 sampai dengan 27 September 2021.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga saat ini, penyidik masih mendalami penyidikan untuk menemukan tersangka lainnya yang diduga ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi Pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010 – 2019.
Baca berita lainnya langsung dari google news.