Akidi Tio Sumbang Rp 2 Triliun ke Sumsel

Sosok Akidi Tio Versi Bamsoet, Pernah Berjanji ke Thong Ju hingga Buktikan Lewat Wasiat Anak Cucu

Sosok Akidi Tio diungkap oleh Bamsoet. Bamsoet sebut ada janji Akidi Tio ke Thong Ju semasa hidup

Penulis: Weni Wahyuny | Editor: Weni Wahyuny
Polda Sumsel
Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Irjen Pol.Prof.Dr.Eko Indra Heri S, M.M., menerima hibahCSR dari keluarga (Alm) Akidi Tio di ruang Rekonfu Mapolda Sumsel, Senin (26/7/2021). Sosok Akidi Tio pula diungkap Bambang Soesatyo 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Viral sejak memberi sumbangan Rp 2 Triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan, almarhum Akidi Tio masih jadi perbincangan hangat hingga kini.

Banyak tokoh publik yang bicara soal sosok dermawan tersebut, termasuk  Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI.

Dalam akun Instagram pribadinya, Bamsoet mengunggah foto sosok Akidi Tio dan bercerita tentang sosok tersebut.

Menurut Bambang, sosok Akidi Tio menjadi sosok yang patut ditiru terkait kedermawanannya.

Bambang menyebutkan, Akidi Tio pernah hidup di Palembang mulai dengan usaha kecap, lalu punya pabrik kecap.

Tak hanya itu, Akidi pula disebut juga yang memiliki Kelenteng di 10 Ulu dan beberapa tempat di Palembang.

Akidi Tio pula dia sisebut punya Cipta Futura Sawi di Muara Enim.

"Sejak dulu dia hidup di keluarga Thong Ju, China Palembang yang kaya era Soekarno, pamannya Menteri Perdagangan Singapore," kata Bambang dikutip dari Instagramnya bambang.soesatyo, Jumat (30/7/2021).

Bambang melanjutkan, Akidi Tio pernah bersumpah kepada Thong Ju jika dirinya kaya, akan memberikan sumbangan ke rakyat Palembang.

Baca juga: Catatan Dahlan Iskan Soal Akidi Tio Sumbang Rp2 T : Saya Malu Kalau Pakai Baju Bagus di Depan Mereka

Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo ungkap sosok Akidi Tio (TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)

"Terbukti janjinya melalui wasiat anak cucunya," tulisnya lagi.

Tak hanya pabrik kecap, lanjut Bambang, Akidi Tio juga pengusaha tambang batu dolomit bahan pembuat pupuk.

"Ternyata dialah penyumbang terbesar di Sumsel dan Indonesia, baik itu panti asuhan yatim, orang cacat, buta dan lain-lain. Selalu pake no name atau Hamba ALLAH,"

"Ternyata dia orang ke 2 sedunia yang menyumbang terbanyak sesudah Bill Gates...," tutup Bambang.

Diketahui, namanya Akidi Tio muncul saat menyumbangkan Rp2 Triliun ke Irjen Eko Indra Heri sebagai pribadi, bukan sebagai Kapolda Sumsel.

Irjen Eko Indra Heri diamanatkan untuk menyalurkan bantuan dari Akidi Tio tersebut untuk penanganan Covid-19 di Sumsel.

Dahlan Iskan Penasaran

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan melalui blog pribadinya, Disway.ID, menuliskan sosok Akidi Tio Si Penyumbang Rp2 Triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan.

Ia dibuat penasaran dengan sosok yang tak pernah terdengar di negeri ini.

Siapa Akidi Tio ?

Rasa penasaran Dahlan membuat dirinya menghubungi beberapa tokoh daerah yang ia kenal, baik di Aceh maupun Sumsel.

Ia pula menghubungi dokter keluarga Akidi Tio yang belakangan namanya menjadi salah satu narasumber yang membongkar sosok Akidi Tio.

Di Prof Hardi Darmawan, Dahlan Iskan mendapatkan sedikit cerita tentang sosok pengusaha asal Langsa, Aceh itu.

Baca juga: Sosok Akidi Tio Buat Dahlan Iskan Penasaran, Ungkap Fakta dari Prof Hardi : Selalu Atas Nama Tuhan

Berikut Selengkapnya Catatan Dahlan Iskan yang Tayang di Blog Pribadinya Disway.ID

BUKAN main. Hanya itu yang bisa saya tulis. Kok ada orang menyumbang uang Rp 2 triliun. Orangnya tidak pernah dikenal. Sudah lama pula meninggal dunia.

Saya harus menghubungi Prof Dr dr Hardi Darmawan. Saya tidak punya nomor telepon beliau. Tapi saya kenal dengan kakak beliau. Yang sejak sebelum pandemi tinggal di Singapura.

Saya hubungi sang kakak. Saya pun mendapat nomor telepon Prof Hardi. Saya kirim WA ke beliau. Lalu Prof Hardi yang menelepon saya kemarin sore.

Awalnya beliau saya ajak bicara dalam bahasa Mandarin. Tapi Prof Hardi mengatakan tidak bisa berbahasa ibunya itu. Maka kami pun menggunakan bahasa Indonesia.

"Sumbangan itu betul ya, Prof? Kok fantastis sekali," kata saya.

"Betul. Saya kenal baik keluarga itu," jawab beliau.

Prof Hardi lantas bercerita.

Tiga hari lalu beliau dihubungi putri pengusaha itu.

"Saya diminta ikut menyaksikan," ujar Prof Hardi.

Prof Dr dr Hardi Darmawan adalah guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Juga aktivis di gereja Katolik Palembang. Termasuk menjadi pendiri lembaga pendidikan Katolik Caritas. Bahkan pernah mendapat penghargaan dari Sri Paus.

"Resminya bantuan itu nanti untuk kapolda, gubernur, atau Pemprov Sumsel?" tanya saya.

"Ke Kapolda Sumsel Pak Eko Indra Heri," ujar Prof Hardi.

"Siapa yang menentukan bahwa bantuan itu untuk kapolda Sumsel? Apakah atas arahan Prof Hardi?" tanya saya lagi.

"Bukan arahan saya. Itu langsung keinginan keluarga. Untuk diberikan ke kapolda," jawab Prof Hardi.

"Bantuan itu nanti bentuknya uang kontan, cek, atau transfer? Atau berbentuk bantuan bahan makanan?"

“Bentuknya uang. Akan ditransfer besok," jawab Prof Hardi kemarin sore. Berarti hari ini.

"Apakah boleh ditransfer ke rekening Polda? Juga apakah boleh dikirim ke rekening pribadi kapolda?" tanya saya sambil mengingatkan aturan yang ada.

“Masih diatur. Mungkin disiapkan rekening khusus."

Ya sudah. Saya tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang itu.

Ada orang yang ingin menyumbangkan uang besar kok ditanya prosedur. Yang penting diterima dulu.

Semoga yang menyumbang itu bisa menyaksikan dengan bahagia dari surga di atas sana.

Akidi Tio, pengusaha yang menyumbang Rp 2 triliun itu, meninggal tahun 2009 lalu.

Saat itu Tio berusia 89 tahun. Berarti 101 tahun hari ini.

Beliau meninggal akibat serangan jantung. Makamnya juga di Palembang.

Istri Tio sudah meninggal lebih dulu: tahun 2005. Juga di Palembang. Dalam usia 82 tahun.

Mereka punya 7 orang anak. Hanya seorang, putri, yang masih tinggal di Palembang. Yang lain tinggal di Jakarta.

"Semua jadi pengusaha sukses," ujar Prof Hardi.

Tio adalah pasien Prof Hardi. Istri Tio pasien istri Prof Hardi, yang juga seorang dokter.

"Saya dan istri akrab dengan keluarga Pak Tio," ujar Prof Hardi.

Menurut Prof Hardi, keluarga Pak Tio sudah bersahabat dengan Kapolda Irjen Eko Indra Heri jauh ke masa belakang. Yakni ketika Eko masih perwira dan masih bertugas di Direskrim Polda Sumsel.

Ketika Eko pindah tugas menjadi kapolres di Langsa, hubungan itu tetap akrab.

Tio adalah orang Aceh. Ia lahir di Langsa, Aceh Timur.

Salah satu adiknya punya pabrik di Langsa.

Saya pun menghubungi Bupati Aceh Timur Rocky Hasbalah Thaib. Siapa tahu kenal dengan keluarga Tio.

"Beliau sudah lama meninggalkan Langsa. Kami tidak kenal di sini. Yang jelas di Langsa memang banyak penduduk Tionghoa sejak dulu," katanya.

Dilihat dari marganya (Tio), berarti Akidi dari suku Tiuchu. Di Palembang memang banyak juga suku Tiuchu. Laksamana Cheng Ho –dengan armadanya yang besar– cukup lama singgah di Palembang.

Nama Palembang dalam bahasa Mandarin disebut Ju Gang (巨港) –pelabuhan besar. Sebagian armada Cheng Ho pilih menetap di Palembang –tidak meneruskan pelayaran ke Jawa dan kembali ke Tiongkok.

Prof Hardi sendiri lahir, besar, dan sekolah di Palembang. Pun gelar dokternya dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Setelah itu dr Hardi memperdalam ilmu penyakit tropik di Amerika Serikat. Yakni di New Orleans.

Prof Hardi ingat persis sosok Tio yang rendah hati.

"Setiap datang ke tempat praktik saya selalu hanya mengenakan baju dan celana putih," ujarnya.

"Tapi mengapa semua teman saya yang Tionghoa di Palembang tidak mengenal Tio?" tanya saya.

Itu, katanya, karena Tio sangat rendah hati. Juga tidak mau menonjol.

"Beliau banyak sekali menyumbang. Tapi selalu hanya atas nama hamba Tuhan," ujarnya.

Beliau, katanya, pernah punya pabrik kecap, pabrik mebel, kebun sawit, dan juga kontraktor bangunan.

Saya pun menghubungi teman lama. Nihil.

"Saya tidak kenal nama itu sama sekali," jawab Alex Noerdin –dua kali menjadi Gubernur Sumsel yang sukses.

Lalu saya menghubungi seorang mantan menteri asal Palembang. Jawabnya sama.

Saya juga menghubungi lima orang pengusaha Tionghoa di sana. Tidak ada yang mengenal nama itu.

Saya hubungi juga seorang Tionghoa bermarga Tio.

"Saya tidak tahu siapa beliau. Tapi sebagai sesama marga Tio saya ikut bangga," katanya.

Berarti pengusaha ini memang luar biasa rendah hatinya. Low profil high profit. Dan yang seperti itu banyak sekali di lingkungan masyarakat Tionghoa.

Saya punya banyak teman Tionghoa seperti itu. Sehari-hari hanya pakai sandal. Bajunya pun lusuh dan dari kain yang biasa-biasa saja. Namanya tidak pernah disebut di mana-mana. Tapi uangnya luar biasa banyaknya. Saya malu kalau pakai baju bagus di depan mereka. (Dahlan Iskan)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Catatan Dahlan Iskan soal Sosok Akidi Tio: Banyak Menyumbang Selalu Atas Nama Hamba Allah

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved