Makan di Warteg 20 Menit
Koordinator Warteg Sebut Pemerintah Ngawur Batasi Orang Makan 20 Menit : Bisa Ada yang Mati Tersedak
Ketua Koordinator Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, butuh proses dari awal pelanggan memesan, tidak langsung jadi makanannya begitu
TRIBUNSUMSEL.COM - Ketua Koordinator Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, butuh proses dari awal pelanggan memesan, tidak langsung jadi makanannya begitu datang ke warteg.
"Ngawur kebijakannya, mereka tidak pernah makan di warteg. Makan pecel lele di pinggir jalan, ada proses waktu, butuh lebih dari 20 menit, apalagi makan kepiting," ujarnya.
Selain itu, Mukroni menilai pembatasan jam makan tersebut sebagai bentuk target kepada pengunjung untuk menghabiskan segera hidangannya, sehingga dapat berakibat fatal dari sisi kesehatan.
"Di warteg ada orang tua terus kalau tersedak karena tergesa-gesa bagaimana? Apalagi sampai meninggal bukan karena Covid-19, tapi makan di warteg, siapa yang tanggung jawab?" katanya.
Dia menambahkan, selain pengunjung, pegawai warteg juga berpotensi mendapatkan akibat dari ketergesa-gesaan itu.
"Bisa terjadi seperti minyak panas tumpah kena kaki dan fatalnya bisa terjadi kebakaran karena juru masak tergesa menyiapkan makanan untuk pelanggan," kata Mukroni.
Untuk diketahui, pemerintah membatasi waktu makan maksimal 20 menit di warung atau tempat makan sejenis di daerah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
Terkait hal tersebut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan arahan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga dibantu TNI dan Polri seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan dan mengedepankan cara-cara persuasif dalam mendisiplinkan aturan protokol kesehatan dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 yang salah satu poinnya memperbolehkan makan di warung selama 20 menit.
Dengan seperti itu, cara-cara koersif atau penegakan hukum menjadi cara yang terakhir.
"Saya sudah menyampaikan kepada seluruh ka Satpol PP pada rakor minggu lalu agar mengedepankan cara-cara persuasif, sosialisasi, preventif dan kalau dilakukan upaya koersif sesuai dengan aturan hukum dengan penggunaan kekuatan yang minimum," kata Tito usai rapat terbatas yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Senin (26/7/2021).
Tito mengatakan pada masa Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, masyarakat juga sedang mengalami tekanan karena terjadi krisis kesehatan dan ekonomi.
Meskipun demikian, pendisiplinan tetap harus dilakukan karena kunci dalam mengendalikan Pandemi Covid-19 adalah disiplin protokol kesehatan.
"Kita tahu bahwa masyarakat kita juga sedang mengalami tekanan karena situasi krisis kesehatan, masalah ekonomi, tapi juga kita memerlukan mendisiplinkan masyarakat kita, karena kunci utamanya adalah justru di bagian hulu adalah kedisiplinan masyarakat untuk menaati protokol kesehatan," katanya.
Tito mengajak semua pihak, lembaga non pemerintah, tokoh masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP) untuk bekerja sama agar protokol kesehatan dan aturan selama PPKM dapat diterapkan secara disiplin.
"Mari kita bekerja bersama-sama agar kebijakan pembatasan ini yang memang tidak enak ini harus kita lakukan dapat betul-betul efektif," katanya.
Sehingga kata Tito pada 2 Agustus nanti, kasus positif Covid-19 dapat melandai yang akan berdampak pada turunnya bed occupancy rate (BOR) dan turunnya angka kematian.
"Dengan demikian kita berharap kalau kita bisa efektif semua kita bisa bergerak bersama-sama. Tentu kita harapkan kedepan levelnya akan makin turun lagi, sehingga akan membuka ruang dan kita untuk beraktivitas terutama aktivitas ekonomi," pungkasnya.