Berita Palembang

Mengenal Tradisi Menidurkan Tujuh Janda di Rumah Baru di Palembang, Ini Penjelasan Budayawan

Mengenal Tradisi Palembang Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru atau Menidurkan Tujuh Janda di Rumah Baru. Penjelasan Budayawan Sumsel Vebri Al Lintani

TRIBUNSUMSEL/ ANDI AGUS T
Budayawan Sumatera Selatan (Sumsel) Vebri Al Lintani, menjelaskan tradisi unik di Palembang Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru atau Menidurkan Tujuh Janda di Rumah Baru 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kota Palembang memiliki cerita panjang dalam sejarah Nusantara.

Selain dikenal karena sejarahnya, Palembang juga mempunyai berbagai budaya dan tradisi unik yang beragam.

Salah satu tradisi Palembang yang saat ini sudah jarang bisa ditemukan, bahkan hampir dilupakan yaitu tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru atau Menidurkan Tujuh Janda di Rumah Baru

Tradisi ini cukup unik di Palembang, karena jika masyarakat ingin menempati sebuah rumah baru maka ada tradisi yang harus dilakukan, salah satunya tadi menidurkan tujuh janda di rumah baru.

Baca juga: Ruwat, Ruwatan Adalah Apa? Tradisi Masyarakat Jawa Memiliki Arti Membuang Sial

Menurut Budayawan Sumatera Selatan (Sumsel) Vebri Al Lintani, tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru atau Menidurkan Tujuh Janda di Rumah Baru ini sudah ada sejak sebelum masuknya agama Islam.

"Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru ini bukan tradisi Islam. Hanya itu adat yang dilakukan masyarakat Palembang," kata Vebri saat dikonfirmasi Tribun Sumsel, Minggu (30/5/2021).

Lebih lanjut ia menceritakan, ketika Islam masuk, dilihat adat kepercayaan lama yang ada. Kalau bagus boleh diteruskan, seperti Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru.

Lalu berkulturasi.

"Kenapa harus janda? Janda-janda ini tentunya banyak pengalaman hidup. Kalau bilang janda kebanyakan berpikir lain. Padahal itukan takdir, misal ditinggal suami mati," katanya.

Baca juga: Meski Pandemi, Tradisi Pesta Hajatan Tiap Hari Pasca Lebaran di OKI Tetap Digelar, Wajib Prokes

Menurut Vebri, kesabaran dan ketabahan janda itu sutu nilai kebaikan dalam Islam. Bahwa dia mampu menahan dan menjaga dirinya. 

"Itu nilainya yang baik, dari pengalaman hidupnya itulah yang mungkin tidak dirasakan orang lain. Tujuh janda ini bukan sembarag janda, melainkan orang-orang yang terpilih," ungkapnya.

Kenapa dikatakan orang terpilih, karena jandanya harus yang rajin ibadah, dan bisa ngaji, bisa dikatakan yang alim. Sehingga rumah baru yang akan ditempati itu diharapkan berkah, seperti ambil berkahnya.

Lebih lanjut ia menceritakan, tujuh janda yang terpilih tersebut diutamakan dari keluarga terdekat. Kalau tidak ada baru dari luar. Namun jandanya juga yang sudah berumur.

"Untuk prosesnnya, misal mulai masuk ke rumah barunya malam Jumat maka selesainya malam Jumat berikutnya. Jadi tujuh janda tinggal selama tujuh hari di rumah baru tersebut," katanya.

Selama tujuh hari tersebut janda-janda itu tidak masak, karena diantarakan makanan dari tuan rumah. Paling kalaupun masak seperti air panas dan yang ringan-ringan.

Baca juga: Melihat Tradisi Bujang dan Gadis Mandi Bareng di Sungai Sambut Ramadhan, Makin Seru Saat Aksi Jahil

Karena memang tuan rumah juga menyediakan alat masak kalau dulu minyak tanah, kalau sekarang bisa dibilang gas. Disediakan juga bumbu-bumbu dan rempah-rempah seperti garam, asam, kayu manis dan lain-lain.

"Yang dilakukan para janda ini selama tujuh hari yaitu bedoa, baca yasin, dan beribadah. Ia semacam uji coba menempati rumah baru, sebelum ditempati yang punya rumah," katanya.

Nantinya janda tersebut akan bercerita, misal rumahnya dingin, dan nyaman. Atau bahkan kalau memang dirasa ada penunggunya, juga akan disampaikan. Sehingga yang punya rumah bisa mengambil tindakan, misal diadakan yasinan dan lain-lain. 

Lalu pada hari ke tujuh diadakan hajatan dari tuan rumah seperti yasinan, sedekah, doa dan lain-lain. Setelah itu besoknya baru ditunggu tuan rumah.

"Kalau uda selesai sebagai ucapan terimakasih atau penghargaan, para janda diberi pakaian atau yang lainnya sesuai kemampuan tuan rumahnya," kata Vebri.

Menurut Vebri, tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru ini masih ada yang melakukan tradisi ini, seperti di daerah Tangga Buntung, atau Seberang Ulu.

Namun memang sudah tidak terdengar lagi.

Baca juga: Mengenal Tradisi Jamuan Ngidang saat Persedekahan di Paiker Empat Lawang

Seperti Kemas Haji Mas'ud Khan yang merupakan tokoh adat di Palembang. Dia masih menggunakan tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru pada tahun 1970 an.

Rumah yang ia tunggunya ini dilakukan tradisi itu. Alhamdulillah rumah itu rezekinya cukup, tidak ada bentrokan. Proses itu mendatangkan kebaikan, tentunya atas ijin Allah. Adat istiadat itu diyakini proses supaya berkah.

"Selama ini juga belum diangkat tentang tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru, sehingga orang juga banyak nggak tahu. Maka kami ingin menginformasikan bahwa ini tradisi yang unik dan langka," katanya.

Menurut Vebri, memang masih butuh kajian, kalau masih relevan ya bagus dilakukan sebagai bentuk identitas warga Palembang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved