Nasib 20 Anggota KKB Papua yang Bacok dan Rampas Senjata 2 Prajurit TNI Beberapa Waktu yang Lalu
Nasib 20 Anggota KKB Papua yang Bacok dan Rampas Senjata 2 Prajurit TNI Beberapa Waktu yang Lalu
"Maka mereka adalah teroris."
"Sama halnya dengan kelompok di Poso, di Bima, di Jawa Barat, Jawa Tengah ataupun Jawa Timur."
"Keengganan pemerintah melakukan pelabelan sebagai terorisme terhadap KKB sejenis Kelompok Egianus Kogoya.
"Bisa jadi adalah suatu pendekatan politik yang diambil untuk meredakan ketegangan akibat separatisme di Papua," kata Azis lewat keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Azis menuturkan, jangan pernah mengatakan kejadian di Papua bukan terorisme, karena sejatinya terorisme terjadi di sana.
Menurutnya, terorisme yang berakar dari separatisme, persis seperti yang terjadi di Thailand selatan.
Maka, secara penegakan hukum pun UU Pemberantasan Terorisme dapat digunakan.
Walaupun pendekatan pemberantasan terorisme dapat digunakan di Papua, pendekatan terbaik adalah melalui pendekatan kesejahteraan, sosial, ekonomi dan budaya.
Seraya, memberikan rekognisi dan akomodasi terhadap hak-hak masyarakat adat/lokal yang eksis di sana.
"Pendefinisian OPM sebagai KKB tidak salah sepenuhnya, tetapi istilah itu terlampau umum."
"Begal motor, perampok bank misalnya, juga dapat tergolong KKB, sepanjang mereka berkelompok dan memakai senjata api,tajam, dalam aksinya," ulasnya.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, risiko lain yang lebih besar dari pendefinisian OPM sebagai pemberontak adalah munculnya peluang bagi mereka di luar negeri, untuk merujuk Protokol Tambahan II tahun 1977 dari Konvensi Jenewa (Geneva Convention).
Konvensi tersebut merupakan hukum internasional tentang penanganan perang (jus in bello) atau disebut pula hukum humaniter internasional.
Protokol Tambahan II membahas konflik bersenjata non-internasional atau di dalam sebuah negara.
Pada pasal 1 dinyatakan, “Angkatan perang pemberontak atau kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir di bawah komando."
"Hal ini yang memungkinkan mereka melaksanakan operasi militer secara terus menerus dan teratur, yang berarti termasuk objek Konvensi Jenewa."
"Pasal 3 Protokol Tambahan II melarang adanya intervensi dari luar."
"Tetapi tidak ada larangan pihak pemberontak menyampaikan masalah kepada dunia internasional jika menurutnya terjadi pelanggaran Konvensi Jenewa," bebernya.
Azis menegaskan, walaupun belum atau tidak menyetujui dan meratifikasi Protokol Tambahan II, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Jenewa.
Karena itu, penyebutan OPM sebagai pemberontak dapat berisiko internasionalisasi, kasus serangan OPM atau saat TNI/Polri menindak mereka.
"Penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif, secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang," paparnya. (Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul KKB Papua yang Bacok dan Rampas Senjata 2 Anggota TNI Masih Diburu, Pelaku Sekitar 20 Orang.