Berita Palembang
Harga Gabah dan Beras Turun Saat Panen Raya, Petani di OKU Timur Gigit Jari
Meski menjadi salah satu daerah penghasil beras dan saat ini di OKU Timur sedang panen raya, namun para petani yang ada harus gigit jari.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Meski menjadi salah satu daerah penghasil beras dan saat ini di OKU Timur sedang panen raya, namun para petani yang ada harus gigit jari.
Mengingat, harga gabah dan beras mengalami penurunan yang drastis sehingga membuat petani merugi, dimana harga gabah saat ini berkisaran Rp 3.200- Rp3.500 per kilogram, sedangkan harga beras berkisar Rp 6.500 sampai Rp7.000 per kilogramnya.
Menurut Sugianto (45) petani asal Belitang mengatakan, anjloknya harga gabah dan beras membuat petani semakin terjepit dan menjerit "gigit jari" karena membuat daya beli terus menurun. Apalagi, sebentar lagi memasuki bulan puasa yang membuat harga-harga kebutuhan lain mulai merangkak naik.
"Setiap kami panen, harga gabah dan beras pasti turun, tidak sesuai keadaan saat ini yang semua mahal. Telur saja sampai Rp 25 ribu per kg, kok harga gabah dan beras terjun bebas. Pemerintah jangan hanya diam saja, katanya kita daerah lumbung pangan,"kata Sugianto, Jumat (19/3/2021).
Terpisah, Anggota komisi II DPRD Sumsel dapil OKU Timur Azmi Shofix menyatakan, permasalahan beras dan gabah murah pada saat musim panen saat ini seharusnya negara harus hadir, menyikapi permasalahan yang dialami petani.
"Kasihan petani pejuang ketahanan pangan kita, dikala musim tanam mau cari pupuk saja susah dan mahal, di waktu musim panen harga beras dan gabah murah bahkan sulit menjual," ucapnya.
Pihaknya mendorong pemprov Sumsel dan Pemkab ataupun Pemkot se Sumsel, untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan Bulog untuk menyerap beras dan gabah hasil panen dari petani.
"Bulog harus membuka keran pengadaan sebesar-besarnya untuk menyerap beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP), tentu saja dengan memperhatikan kualitas dan SOP yang berlaku. Saya kira kualitas beras petani kita ini cukup baik dan mampu memenuhi kriteria persyaratan pengadaan yang ditetapkan oleh Bulog," ucap politikus Demokrat ini.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, PKB Sumsel: Amandemen UU Tidak Haram, Asal Demi Kepentingan Bangsa Negara
Baca juga: Pencuri Kotak Amal di Rumah Makan Padang Terekam CCTV, Pelakunya Perempuan Pura-pura Beli Es Teh
Ditambahkan Shofix, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 menyebutkan, bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan cadangan pangan pemerintah untuk gabah atau beras ditetapkan bahwa HPP (Harga Pokok Pembelian) pembelian Pemerintah di Gudang Bulog adalah Rp 8.300,- per Kg.
"Saya kira jelas negara harus hadir. Daripada memenuhi stok cadangan pangan nasional melalui impor yang digadang-gadang akan dilakukan sebesar 1 juta ton, maka saat ini lebih baik menyerap beras petani lokal kita yang sedang panen raya dan harganya jatuh," tandanya.
Namun di sisi lain Bulog memang menghadapi dilema, artinya Bulog menjadi garda terdepan penyerapan hasil pertanian akan tetapi tidak mempunyai kanal penyaluran berasnya.
Jadi insan Bulog ini dikatakannya harus berfikir, untuk bisa nyerap banyak- banyaj berasnya mau dikemanakan kedepan. Mengingat sekarang program Raskin/Rastra sudah tidak ada, maupun program Sembako BPNT pun tidak murni penugasannya ke Bulog.
"Oleh karena itu perlu adanya sinergitas antara Pemda dan Bulog untuk menyerap hasil petani dan memikirkan output dari hasil penyerapan beras tersebut, apakah disalurkan untuk program Beras ASN, Bantuan Beras Daerah, atau untuk TNI/Polri di wilayah masing-masing," ujarnya.
Mereka juga meminta kepada pemerintah, untuk tidak melakukan impor beras sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah karena saat ini stok beras cukup karena petani sedang panen raya.
"Kita minta pemerintah tidak melakukan impor beras dulu," pungkasnya.