KLB Demokrat Putuskan Moeldoko Jadi Ketum, Pengamat Politik Unsri Dr Febrian Ungkap Begini

Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian mengungkapkan, adanya Kongres Luar Biasa (KLB) partai Demokrat di Deliserdang Sumut.

Instagram/Kompas.com
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian mengungkapkan, adanya Kongres Luar Biasa (KLB) partai Demokrat di Deliserdang Sumatera Utara (Sumut) yang menetapkan Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai Ketua Umum, akan membuat partai Demokrat rugi kedepannya.

Menurut Febrian, KLB itu tentu merupakan akses ekses dari faksi- faksi yang ada, dan KLB tu salah satu konstitusional untuk merombak kondisi yang ada, sehingga itu diatur dalam AD/ART partai.

"Cuma, bagaimana teknis dan SOP KLB itu juga dipertanyakan, akan tetapi secara umum AD/ART partai pastinya tidak bertentangan dengan undang- undang parpol. Ada tidak jiwa parpol kalau melihat perdebatan itu teknis bukan pasal- pasal itu AD/ART," kata Febrian, Jumat (5/3/2021).

Tapi, dijelaskan Febrian sepanjang jika tidak bertentangan dengan undang- undang parpol ya jalan, tapi kalau jiwanya bertententangan pasti kena. 

"Misal KLB bisa dijalankan sepanjang memenuhi norma- norma yang ditetapkan AD/ART, seperti memiliki hak suara siapa? dan seterusnya? dan umumnya akan terlihat, jika belajar dari sejarah parpol yang biasanya terjadi kekisruan ini bisa menimbulkan dua kepengurusan dan tentunya bisa merugikan PD itu sendiri, yang berlanjut kepengadilan siapa yang jadi pemenang yang diakui pemilik merek, tapi secara umum akan dirugikan," tuturnya.

Diungkapkan Febrian, sebenarnya dengan adanya KLB yang dilaksanakan di Sumut dan menetapkan Moeldoko jadi Ketum, bisa jadi ajang pertempuran bagi ketua umum Partai Demokrat hasil Kongres AHY, untuk bersama- sama bertempur lagi diajang KLB jilid 2.

"Kalau diakomodir AHY bisa saja bertempur lagi di KLB jilid dua, sebab jika tidak ada kepercayaan satu sama lain saya rasa tidak terjadi, tapi lebih ke masing- masing pihak," bebernya.

Meski begitu Febrian menilai ada yang menarik dimasa pandemi Covid-19 ini, ternyata KLB yang dihadiri ratusan orang bisa tetap terlaksana, padahal sudah ada larangan untuk berkumpul massa jumlah besar.

"Apakah KLB itu diizinkan atau tidak, itu juga jadi masalah dan kemudian keluar nama Moeldoko itu menarik juga, karena apa yang dituduhkan benar selama ini," capnya.

Ditambahkan Febrian, permasalahan partai Demokrat harus dilihat sampai keakar- akarnya selama ini, dimana sempat jadi memang di Pileg dulu dan merupaka hal yang luar biasa meski partai baru, terlepas dari persoalan terlepas dari pendiri ataupun faktor SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu dominan suara. Namun, terkadang fakta sejarah terkadang berbeda dan menjadi konflik internal.

"Dalam perjalan akhir- akhir ini, partai Demokrat dari sifat awal sebagai partai terbuka dan demokratis, itu seperti menjauh, dimana poin penting bagi masyarakat umum yang diawal meraih dua puluh persen dapat, kini turun dikisaran tujuh persen.

Itu artinya jauh dari partai pemenang dan kini turun, dimana ini jadi persoalan bagi parpol yang ada bukan hanya partai Demokrat saja, sehingga partai ingin berbenah untuk meraih hasil positif dan jadi pemenang pemilu selanjutnya," tuturnya.

Dengan adanya keinginan yang besar untuk bangkit itu, dan inilah terjadi di partai Demokrat saat ini sehingga terjadi tarik menarik faksi yang ada, serta ini juga dipicu figur AHY yang dianggap anak muda dan belum punya rekam jejak yang dipertanyakan, sehingga timbul faksi atau kubu yang ada, antara kubu sohdier dengan anak muda tentu pecahnya itu dengan kondisi yang berbeda.

"Satu menyatakan adanya AHY naik elektabilitasnya, sedangkan yang lain melihat secara umum turunnya kondisi elektabilitas parpol, temasuk munculnya isu lain seperti Pilkada, maupun Pileg untuk penarikan uang setor ke DPP, sehingga prihatin dia kalau kemudian terpuncak pada KLB," tandasnya.

Disisi lain, Febrian mengungkapkan yang menarik ada beberapa faktor dan kejadian, seperti faktor SBY yang turun gunung dan faktor AD/ART partai selama ini. Dimana, nantinya merefleksikan siapa figur- figur pemimpin di partai Demokrat dari akibat keseluruhan kinerja mesin parpol.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved