Dituding Hambat Pencalonan Wabup Muaraenim, PKB Sumsel Ungkap DPP Inginkan Hal Ini
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dituding menghambat pemilihan Wabup Muaraenim karena tidak kunjung menyetorkan nama calon. Ini Tangkapan PKB Sumsel.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Proses politik pemilihan Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Muara Enim hingga saat ini belum menemui titik terang, pasca penahanan Bupati Muara Enim Juarsah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi sejumlah proyek di daerah tersebut.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri sebagai satu dari tiga parpol pengusung Ahmad Yani- Juarsah di Pilkada 2018 lalu, dituding sejumlah parpol lainnya yang membuat proses pengisian orang nomor dua di Muara Enim tersebut terhambat, karena belum mengeluarkam rekomendasi nama yang diusulkan.
Menyikapi hal tersebut, DPW PKB Sumsel memastikan jika pihaknya sampai saat ini belum mendapat rekomendasi dari DPP, dan pihaknya akan memprioritaskan kader yang ada untuk diusulkan, meski awalnya pihaknya sudah mengusulkan satu nama ke DPP namun ditolak.
"Sebenarnya sudah diusulkan ke DPP, dan pesan DPP kalau jadi pemilihan, DPP minta kader yang diusulkan. Sehingga saat ini akan dilakukan penjaringan ulang," kata Ketua DPW PKB Sumsel Ramlan Holdan, Minggu (20/2/2021).
Dijelaskan Ramlan, PKB memiliki kader yang potensial untuk diusulkan menjadi calon Wakil Bupati Muara Enim nanti, baik dari kepengurusan di DPC Muara Enim atau DPW Sumsel.
Baca juga: Bursa Cawabup Muaraenim, Kantongi Restu Hanura H Rinaldo Saingi Hj Sumarni Ahmad Yani
"Kita memiliki kader- kader yang cukup potensial, jadi kita tunggu saja dalam seminggu kedepan," bebernya, seraya proses penjaringan tetap dilakukan DPC PKB Muara Enim.
Mantan anggota DPRD Sumsel ini sendiri mengungkapkan, proses pengusulan nama-nama calon wakil Bupati tetap yang punya hak mengusulkan adalah 3 parpol pengusung, yaitu Demokrat, PKB dan Hanura. Jika nanti ada kesepakatan ketiga parpol mengusulkan maksimal dua nama ke eksekutif untuk diteruskan ke DPRD setempat.
"Jadi tahapannya, jika sudah ada kesepakatan parpol nanti akan diserahkan ke DPRD, dan DPRD akan membentuk Pansus (Panitia Khusus) pemilihan Wabup, serta membuat tata tertib pemilihan," jelasnya.
Sementara untuk kasus Bupati Muara Enim Juarsah yang juga ketua DPC PKB setempat saat ini ditahan KPK, Ramlan mengungkapkan, partainya menghormati proses hukum yang ada, dan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah.
"PKB sendiri siap memberikan bantuan hukum kepada Juarsah karena ia kader kita, sehingga PKB tetap mendampingi proses hukumnya. Mengenai jabatannya sebagai ketua DPC masih tetap hingga saat ini, hingga dilaksanakannya Muscab pada Maret mendatang," tandasnya.
Sebelumnya, ketua DPD Hanura Sumsel Achmad Al Azhar mengungkapkan, dengan kekosongan kepala daerah di Muara Enim saat ini setelah Bupati Juarsah ditahan, ia berharap posisi Wakil Bupati yang kosong bisa segera terpilih.
"Apalagi, sebentar lagi sebenarnya kalau jadwal dalam waktu dekat, ada pemilihan wabup karena bupati ditangkap dan ditahan KPK, maka proses ini tertunda dan kita menunggu petunjuk arahan selanjutnya. Tapi sesuai ketentuan undang- undang, tidak menghalangi itu, ini masih bisa dilakukan tapi semua masih dalam proses," jelasnya.
Diungkapkan Achamd, pihaknya sejak awal sudah menyerahkan rekomendasi dari Hanura yaitu Reinaldo, dan Demokrat Hj Sumarni, namun PKB belum merekomendasikan nama, mengingat dalam mengusulkan nama calon wabup harus ada kesepakatan dari partai pengusung.
"Ini tinggal PKB belum mengeluarkan rekomendasi, kalau PKB cepat maka sudah dilakukan pemilihan, karena kita sudah duduk bareng. Apalagi sesuai ketentutan undang- undang, partai pengusung mengusulkan dua nama, tapi sampai kejadian (penahanan Bupati), belum ada kesepakatan karena belum ada rekomendasi PKB," tuturnya.
Ditambahkan Achmad, jika dalam undang- undang sebelumnya, bupati boleh mencoret nama- nama yang diusulkan parpol pengusung, tapi kalau sekarang tidak boleh mencoret dan usulan harus ada kesepakatan diantara partai pengusung, dengan maksimal dua nama.
“Yang paling penting kesepakatan usulan tiga parpol itu yang menjadi kunci selama ini, karena pilkada 2018 lalu ada tiga parpol pengusung yaitu Demokrat, Hanura dan PKB," tukasnya.
Baca juga: 1 ASN Dinas PUPR Ditetapkan Tersangka oleh Kejari, Sekda Muaraenim Syok : Kasus Mana Lagi Ini
Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian mengungkapkan, proses politik pemilihan Wakil Bupati (Wabup) harus tetap jalan di DPRD setempat, meski Bupati yang ada Juarsah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Febrian, dengan adanya Wabup nantinya, menjadikan proses roda pemerintahan di Muara Enim tetap berjalan, karena ada Wabup yang nantinya bisa mengambil alih jabatan sang Bupati yang berhalangan.
"Jadi, proses pemilihan Wabup harus tetap jalan, karena berpengaruh terhadap roda pemerintahan yang ada, dan ini perlu karena masalah kestabilan," cap Febrian.
Dijelaskan pria yang juga ahli hukum tata negara ini, jika dalam pemilihan Wabup Muara Enim berproses memang cukup panjang, dan perlu kesadaran semua pihak, dan tidak masalah Bupatinya berhalangan.
"Berproses dipolitik itu cukup panjang dan silahkan saja terus, karena yang bermasalah saat ini jabatan Bupati bukan wabup. Jadi proses DPRD itu langsung dengan politik bukan berkaitan dengan jabatan bupati dan harus melewati tahapan- tahapan yang panjang," terangnya.
Ditambahkan Dekan Fakultas Hukum Unsri ini, jika dari aturan undang- undang yang ada silahkan jalan (proses pemilihan), tapi perlu penyesuaian disana sini.
"Karena logikanya, nanti bisa menggantikan posisi bupati dan tarik menarik akan semakij kencang," terangnya.
Febrian pun mengingatkan, jika ada anggapan dilaksanakan pemilihan kepala daerah ulang atau sebagainya hal itu tidak bisa lakukan, tetapi tetap diproses pemilihan wabup saja, mengingat proses hukum sang Bupati masih jalan dan belum ada putusan pengan.
"Disinikan Bupatinya masih ada dan kita tetap mengedapankan azas praduga tak bersalah, nanti Mendagri memutuskan dinon aktifkan atau diberhentikan sementara," tuturnya.
Disisi lain, Febrian pun menerangkan pengusulan calon Wabup tetap dilakukan oleh parpol pengusung pada Pilkada sebelumnya (2018), dan parpol lain tidak memiliki kewenangan.
"Jadi sepanjang jadi kewenangan siapa (parpol pengusung) karena jabatan bupati dan wabup jabatan politik dan bukan kewenangan pemerintah. Itu dukungan rill dan itu dipatokan yang ada di undang- undang, kalau semua parpol bisa, itu namanya pilkada, tapi ini PAW struktur organisasi dk pemerintah, dan tidak mungkin dilaksanakan pilkada ulang," tegasnya.
Dilanjutkan Febrian, jika dua nama calon Wabup diterima DPRD setempat maka akan diuji para anggota dewan yang ada dalam menentukan siapa akhirnya terpilih.
Namun, dikarenakan politik tidak ada hal yang pasti, semua kemungkinan bisa beda hasilnya, tergantung kepentingan parpol yang ada.
"Seperti posisi Wagub di DKI Jakarta dulu, ternyata diisi oleh kader Gerindra, padahal awalnya sudah jelas jatah PKS," pungkasnya.
Sekedar informasi, Ahmad Yani- Juarsah yang memenangi Pilkada di Muara Enim pada 2018 lalu, diusung 3 parpol, yaitu Demokrat, PKB dan Hanura. Juarsah sendiri saat ini menjabat ketua DPC PKB Muara Enim.
Dengan penahanan Bupati Muara Enim Juarsah oleh KPK, artinya ia menyusul Bupati pendahulunya (Ahmad Yani) yang telah keluar putusan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA), dan saat ini posisi Wabup Muara Enim masih kosong setelah Juarah yang sebelumnya Wabup dilantik sebagai Bupati.