Berita Muratara

Demo Pemuda Muratara Berlanjut ke Kejati dan Polda Sumsel, Lapor 10 Indikasi Korupsi

Demonstrasi yang dilakukan pemuda di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) pada Rabu (3/2/2021) dua pekan lalu terus berlanjut.

Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/RAHMAT AIZULLAH
Koordinator Aksi, Frengki Pratama menyerahkan laporan 10 indikasi dugaan korupsi di Kabupaten Muratara kepada Kejati Sumsel di Palembang, Kamis (18/2/2021). 

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Demonstrasi yang dilakukan pemuda di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) pada Rabu (3/2/2021) dua pekan lalu terus berlanjut.

Demonstrasi kala itu diwarnai penyegelan kantor bupati dan penggembosan ban mobil dinas yang ada di lingkungan kantor bupati.

Tak ditanggapi saat demo, pemuda yang mengatasnamakan Aliansi Pemuda Muratara (APM) ini membawa tuntutan mereka ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Polda Sumatera Selatan (Sumsel).

"Tindak lanjut dari aksi kami waktu itu, kami melapor ke Kejati dan Polda Sumsel," kata koordinator aksi, Frengki Pratama kepada Tribunsumsel.com, Kamis (18/2/2021).

Mereka juga berencana akan melanjutkan laporan ke Mabes Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta.

Frengki menjelaskan, demo mereka saat itu dalam rangka penyambutan kedatangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Kabupaten Muratara.

Mereka mendukung tugas BPK untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah di Muratara.

Mereka meminta BPK menjalankan tugas secara profesional demi terwujudnya Kabupaten Muratara yang bersih tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Ada 10 indikasi yang menurut kami sarat korupsi, 10 indikasi itu yang kami rekomendasikan ke BPK, tapi tidak ditanggapi waktu itu," kata Frengki.

Menurut dia, 10 indikasi tersebut berdasarkan temuan mereka dari himpunan data-data dan investigasi di lapangan.

Baca juga: Tak Punya Duit Istri Akan Melahirkan, Pria Muda di Muba Rampas Motor Pelajar, Korban Masih Temannya

Baca juga: Dalam 1 Bulan, 3 Pria Warga Sumsel Sengaja Bakar Rumah OrangTua, Ada yang Akibatkan Kebakaran Massal

Baca juga: Pemuda 19 Tahun di Empatlawang Bakar Rumah Orang Tua, Sempat Ancam Warga, Kerugian Ratusan Juta

Pertama, tekait persoalan transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non fisik, yang terdiri dari DAK reguler, penugasan dan Afirmasi ke RKUD sebanyak Rp62 miliar.

Namun yang dibayar pada pihak ketiga hanya Rp44 miliar, sehingga sisa yang belum dibayar sebesar Rp18 miliar.

"Pekerjaannya sudah 100 persen, kemudian terjadinya Surat Pengakuan Hutang (SPH), nah uang Rp18 miliar itu tidak jelas arah dan peruntukannya," kata Frengki.

Kedua, Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp1,9 miliar dianggarkan untuk beasiswa Institusi Pertanian Bogor (IPB) namun diduga tak kunjung dibayar.

Ketiga, dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp3,8 miliar bantuan dari Provinsi Sumsel untuk premi masyarakat sebanyak 14 ribu jiwa.

"Uang itu belum diberikan oleh Dinkes Muratara, informasi yang kami dapat dana itu telah dicairkan oleh Pemprov," kata Frengki.

Keempat, dana penanganan Covid-19 sebesar Rp31,9 miliar yang disalurkan pada BPBD, Dinsos, DPMDP3A, Setda, Dinkes, RSUD Rupit, Disdik, dan Disbudpar.

"Namun realisasinya hanya Rp24 miliar, sehingga sisanya Rp7,2 miliar," ujar Frengki.

Kelima, dana penanganan Covid-19 yang realisasi Rp24 miliar tersebut juga diduga ada penggelembungan (mark up).

Keenam, dana hibah BNPB Pusat ke BPBD Kabupaten Muratara sebanyak Rp7 miliar, namun yang terealisasi hanya Rp6,2 miliar.

"Sisanya Rp800 juta tidak jelas keberadaannya, kata Pemkab kas daerah kosong atau habis," ujar Frengki.

Ketujuh, anggaran pembangunan rumah jabatan Bupati Muratara tahun 2020 sebesar Rp1,9 miliar yang tersedia pada Bagian Umum Sekretariat Daerah.

"Penempatan aset tidak tepat sasaran, mengingat rumah yang ditempati bupati itu adalah rumah milik pribadi, hal ini perlu diinventarisasi lebih lanjut," tegas Frengki.

Kedelapan, anggaran rumah jabatan Bupati Muratara berjumlah Rp1,2 miliar terdiri dari 76 item sesuai dengan nomor registrasi, merk, ukuran, dan tahun pembelian 2015-2019 yang juga harus diinventarisasi.

Kesembilan, terkait alat berat seperti traktor, grader towed type, grader + attachment, loader, truck attachment, dan lain-lain senilai Rp9,2 miliar.

"Alat-alat itu tidak jelas penggunaannya, maka perlu untuk diinventarisasi aset, jangan sampai jadi milik pribadi," kata Frengki.

Kesepuluh, terkait pembangunan infrastruktur pada tahun anggaran 2020 yang diguga dibangun tidak sesuai RAB serta terkesan asal jadi.

"Dari 10 poin persoalan tersebut, maka kami menduga ada indikasi kerugian negara diperkirakan sebanyak Rp34 miliar," ungkap Frengki.

Ikuti Kami di Google Klik

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved