Berita Palembang

Ini Arti Tanjak Palembang, Bukan Tanah Dipijak, Berikut Cara Penggunaan yang Benar Secara Budaya

Kain khas membuat tanjak yakni dibuat dengan ukuran 90 cm hingga 1 meter dan pada bagian sudutnya dibuat segitiga motif tanjak.

Penulis: Hartati | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/HARTATI
Tangkap layar SumselVirtualFest2021 yang membahas tanjak Palembang, Senin (8/2/2021). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Keberadaan batik Palembang nyaris punah saat ini karena kalah bersaing dengan batik yang dibuat dengan mesin modern dari Pulau Jawa.

Oleh sebab itu pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Palembang bertekad akan melestarikan batik khas Palembang sehingga kembali dikenal oleh masyarakat luas.

Salah satu pelaku UMKM khas Palembang Agus mengatakan batik Palembang sudah ada sejak lama karena dibawa pengaruh kebudayaan Jawa namun tetap saja ada perbedaan Batik Palembang dan Batik Jawa.

Keberadaan teknologi yang semakin canggih membuat batik asli Palembang kalah karena batik modern dibuat dengan mesin, sehingga biaya produksinya lebih murah dan corak serta warnanya juga lebih beragam dan lebih berwarna.

Batik yang dibuat instan dengan teknik printing ini membuat batik asli yang dibuat tradisional dengan melukisnya satu per satu lebih kalah bersaing dari sisi harga dan pilihan corak.

"Kita ajak UMKM bangkit lagi memproduksi batik asli Palembang karena benar-benar sedikit sekali jumlahnya," ujar Agus saat menjadi bintang tamu Sumsel Virtual Fest Sriwijaya Post, Senin (8/2/2021).

Budaya penggunaan tanjak yang kini sudah diperbolehkan dalam keseharian juga dinilai bakal menjadi peluang baru bagi UMKM memproduksinya dan mempopulerkan tanjak agar dipahami generasi muda dan masyarakat luas.

Sementara itu, Sejarawan dan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Kemas AR H Panji mengatakan tanjak sudah ada sejak lama atau sejak dulu namun penggunaan tanjak saat ini sudah bergeser jenis dan penerapannya karena bahan pembuatan tanjak juga sudah tidak diproduksi lagi.

Kemas mengatakan tanjak sendiri memiliki arti menanjak atau naik karena tanjak dibuat dengan model naik segitiga tinggi dan diletakkan di kepala sebagai tempat mulia anggota tubuh.

"Tanjak bukan bermakna tanah dipijak tapi penutup kepala yang dibuat dengan menanjak," ujarnya.

Tanjak juga dibuat dengan bahan khusus bukan songket meteran yang dibuat tanjak atau sisa songket bekas pembuatan pakaian yang diolah menjadi tanjak.

Kain khas membuat tanjak yakni dibuat dengan ukuran 90 cm hingga 1 meter dan pada bagian sudutnya dibuat segitiga motif tanjak. Nah segitiga inilah nantinya dilipat menjadi tanjak dan tidak ada alas dalamnya lagi sehingga benar-benar murni kain bahan tanjak itu sendiri.

Pilkada 2020 Usai, KPU Muratara Hibahkan 500-an Thermogun

Sudah Divaksin, Sejumlah Nakes RSMH Palembang Tetap Positif Covid-19, Direktur Utama Akui 3M Kendor

Tanjak juga memiliki aturan penggunaannya. Dulu tanjak hanya digunakan saat acara penting saja yakni misalnya upacara adat, acara penyambutan tamu dan kegiatan sakral lainnya.

Penggunaan tanjak juga dibedakan berdasarkan bahannya yakni tanjak dari bahan songket khusus digunakan oleh kaum bangsawan, pejabat atau kalangan Priyayi saja. Sementara itu diluar kaum bangsawan dan Priyayi hanya boleh menggunakan tanjak berbahan batik.

Motif tanjak juga banyak dan beragam, bentuk tanjak juga beragam tergantung dari tujuan penggunaanya. Jika digunakan untuk keseharian atau merantau maka diperbolehkan menggunakan tanjak yang dibuat sederhana secara bentuknya karena simpulnya mudah dan nyaman digunakan untuk merantau di perjalanan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved