Update Covid-19 Indonesia, Jumat 13 November Rekor 5.444 Kasus Baru, Kasus Aktif Capai 57.604
Update Covid-19 Indonesia, Jumat 13 November Rekor 5.444 Kasus Baru, Kasus Aktif Capai 57.604
TRIBUNSUMSEL.COM - Update data pasien positif virus corona pada laman resmi Kemenkes RI pada Jumat (13/11/2020) pukul 15.00 WIB .
Berdasarkan laporan data tersebut, tercatat adanya 5.444 kasus baru.
Penambahan ini menjadi rekor tertinggi kasus harian yang terjadi di Indonesia.
Sehingga kini total kasus yang terjadi di Indonesia sebanyak 457.735 pasien positif virus corona.
Kemudian, pada hari ini ada 3.010 pasien yang dinyatakan sembuh, sehingga total pasien yang sembuh tercatat 385.094 orang.
Sementara, untuk pasien meninggal dunia bertambah 104 korban jiwa sehingga total menjadi 15.037 kasus kematian.
Sehingga jika diakumulasikan, terdapat 57.604 kasus aktif atau masih menjalani perawatan.
Bukan Lagi Pandemi, Ilmuwan Sebut Covid-19 adalah Sindemi, Apa Itu?
Sejak mewabah dari China akhir tahun 2019, Covid-19 terus meluas hingga secara resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya sebagai pandemi global.
Namun, hampir setahun pandemi Covid-19 ini berlangsung, jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia sudah mencapai angka 50 juta.
Bahkan, hingga kini lebih dari selusin kandidat vaksin Covid-19 masih dalam tahap pengujian, beberapa telah hampir menyelesaikan fase 3 atau tahap akhir uji klinis.
Semakin tingginya angka infeksi Covid-19, sejumlah negara juga kembali memberlakukan lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasus.
Kendati berbagai strategi dan kebijakan telah dilakukan, sejumlah ilmuwan dan pakar kesehatan menilai hal itu masih terlalu terbatas untuk menghentikan laju infeksi yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2.
"Semua intervensi kita berfokus pada memotong jalur penularan virus untuk mengendalikan penyebaran patogen," kata Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal ilmiah The Lancet, seperti dikutip BBC, Kamis (12/11/2020).
Melihat kondisi Covid-19 saat ini, Horton menilai semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai " sindemi".
Lantas, apa itu sindemi dan bagaimana seharusnya penanganan Covid-19 dilakukan?
Sindemi adalah akronim yang berasal dari kata sinergi dan pandemi.
Artinya, penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri sendiri.
Di satu sisi ada virus SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab Covid-19 dan disi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang. Kedua elemen ini saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.
Mengingat pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada awal tahun 2020, yang mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 dialami secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan.
Di antaranya orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, serta penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.
Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.
Istilah ini dicetuskannya untuk menyebut kondisi ketika dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak dari masing-masing penyakit tersebut.
"Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya," jelas Singer.
Istilah sindemi muncul saat ilmuwan tersebut bersama koleganya meneliti penggunaan narkoba di komunitas berpenghasilan rendah di Amerika Serikat pada lebih dari dua dekade lalu.
Singer dan timnya menemukan bahwa banyak dari masyarakat itu yang menggunakan narkoba menderita sejumlah penyakit seperti TBC dan penyakit menular seksual.
Selanjutnya para peneliti mempertanyakan bagaimana penyakit-penyakit ini dapat berada di dalam tubuh seseorang. Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.
"Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain," kata Singer.
