Mencari Solusi Elpiji Subsidi
Elpiji Subsidi Bukan Roti, Butuh Kendali Sepenuh Hati
Sebagai barang bersubsidi yang kini kecenderungannya dijual secara terbuka, elpiji subsidi itu seoalah-olah ibarat roti yang bisa dijual siapa saja
Penulis: Prawira Maulana | Editor: Wawan Perdana

Seperti Dewi, jargon “tulus melayani” harus dipraktikan secara harfiah, untuk menghadapi semua perkara, termasuk untuk elpiji ini. Utamanya kendali, agar warga seperti Nun bisa terus mengakses subsidi.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, sejak awal diluncurkan pada era inisiatif Wakil Presiden Jusuf Kalla lalu sebenarnya distribusi gas elpiji sifatnya subsidi tertutup.
“Ingat dulu konversi minyak tanah ke gas elpiji. Ada kartu-kartu pembagian pada warga miskin untuk dapat tabung,” katanya.
Subsidi tertutup artinya, hanya orang-orang yang berhak, dalam hal ini masyarakat miskin yang boleh mengaksesnya. Namun belakangan distribusi yang sifatnya tertutup itu lalu jadi terbuka.
Perjalanan menjadi seolah-olah subsidi terbuka ini terjadi karena gelombang peralihan warga mampu yang ingin juga menikmati gas elpiji 3 kilogram di pasaran.
“Kualitasnya sama tapi harganya lebih murah. Tentu warga ramai-ramai berbondong-bondong,” katanya. Subsidi semakin hari jadi tak terkendali.
Menurut Tulus, alhasil, masyarakat miskin yang harusnya mendapatkan haknya terampas. “Itu jelas-jelas hak mereka,” kata Tulus.
Belakangan muncul wacana dan dorongan dari berbagai pihak untuk mengubah sifat subsidi ini tertutup dan tegas. Kartu kendali diyakini jadi solusi.
Saat pemerintah pusat belum memutuskan, banyak daerah sudah lebih dulu memulai.
Rentan Politisasi
Pertimbangan-pertimbangan menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan memang harus diukur tepat dalam perkara subsidi elpiji.
Apalagi di masa-masa Pilkada serentak seperti sekarang. Sehingga wajar menimbang dua sampai puluhan kali untuk mengubah sifat subsidi.
“Jangan sampai isu kelangkaan elpiji malah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu (dipolitisir). Saya rasa sangat mungkin sekali. Misalnya saja untuk menyerang petahana saat terjadi kelangkaan,” katanya. Menurut Mamit, politisasi seperti ini jamak terjadi.
Semua kebijakan yang berkaitan dengan subsidi elpiji memang harus ditimbang matang di masa agenda politik dan pandemi seperti sekarang. Elpiji pun menjadi isu yang paling mudah menjadi cantolan untuk menggulirkan adanya agenda kepentingan tertentu.
Meski kita semua pihak sudah yakin pola distribusi harus diubah, namun jika diluncurkan di saat momentum yang tak tepat malah bisa jadi masalah baru.