Belajar Daring Ternyata Bikin Guru juga Stres, Datang ke Sekolah Tanpa Siswa dan Hanya Hadapi Laptop
Di tempat kami, guru ini wajib datang dari 8 sampai 12 tapi yang membuat guru stres datang ke sekolah tanpa siswa, hanya menghadapi hp dan laptop saja
Penulis: Sri Hidayatun | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sejak Maret hingga saat ini proses belajar mengajar disekolah dengan tatap muka diganti mendadak dengan secara daring (dalam jaringan).
Hal ini dikarenakan pandemi covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia. Selama daring tentu banyak hal yang muncul. Bukan hanya bagi siswa dan orangtua saja, guru pun juga ikut menjadi stres akibat daring ini.
Kepala MI Daarul Aitam Evi Agustina, SAg, MPd mengatakan selama daring di MI Daarul Aitam Palembang ini juga guru tetap datang ke sekolah dan melakukan pembelajaran secara daring dari sekolah.
"Di tempat kami, guru ini wajib datang dari 8 sampai 12 tapi yang membuat guru stres datang ke sekolah tanpa siswa, hanya menghadapi hp dan laptop saja," ujarnya dalam Sumsel Virtual Fest, "Mengelola Energi Negatif Biar Tidak Stres", Senin (11/10).
Tak hanya itu, pemicu stres guru lainnya jam bekerja mereka malah semakin bertambah. "Harusnya berkurang tapi malah bertambah karena tak semya siswa stand by saat belajar daring walaupun sudah diberikan limit waktu," ujar dia.
Belum lagi, tekanan dari para orangtua siswa dan mereka tidak setuju dengan pembelajaran ini sehingga seolah-olah menyalahkan guru.
"Belum lagi guru juga mempunyai tanggung jawab di rumah sebagai ibu rumah tangga, punya anak dan harus mengajarkan jadi doubel ini," tuturnya.
Termasuk masalah kuota pun jadi beban guru, karena selama pandemi ini khususnya guru madrasah hampir 75 perseb belum gajian karena terkendala dana bos.
"Namun kita terus menyemangati guru ini agar mereka tetao semangat, kita ubah mainset apa yang kita lakukan di dunia ini akan menjadi amal ibadah kita," jelasnya.
Tak hanya itu, mereka pun sebagai kepala sekolah sebisa mungkin memberikan dukungan kepada guru-gurunya.
"Kami ajak mereka jalan-jalan walaupun hanya ke jakabaring setidaknha bisa menghilangkan stres dan mengurangi beban dari guru ini," beber dia.
Lanjut dia, di MI Daarul Aitam ini ada sebanyak 22 guru dan 575 siswa. "Untuk daring kita ini hanya 20 persen sisanya luring dan juga kita siapkan tatap muka untuk memberikan solusi bagi orangtua yang sibuk bekerja tapi tetap menerapkan protokol kesehatan dan sekelas tak boleh lebib dari tiga orang," bebernya.
Motivator Pendidik dan GM Pengembangan Jaringan Dompet Dhuafa Asep Sa'paat mengatakan bicara soal stres ini bisa dikelola.
"Kalau kita dapat mengelola stres ini dengan baik maka hasilnya akan produktif, bahagia. Kalau tidak bisa kelola dengan baik ya maka bisa stres, berdampak buruk," jelasnya.
Ia mengatakan stres ini dapat dideteksi sejak dini dengan gejala salah satunya pening, mudah marah, tersinggung dan tidak bergairah.
"Untuk mengelolanya harusnya kita bisa deteksi dengan masalah ini. Kita harus jujur kepada diri sendiri, kuta harus terima," tegas dia.
Ia mengatakan pembelajaran digital ini diprediksi 2030 mendatang tapi karena pandemi ini dimajukan.
"Ini masalah bagi guru yang tidak bisa digital, tidak terima belum hisa belajar online ini memucu stres. Harusnya guru harus jujur dan bisa menerima," ungkap dia.