Kerap jadi Kontroversi hingga Ditolak Buruh, Apa Pengertian dan Isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja?
Sejalan dengan itu, gelombang penolakan deras disuarakan di tengah masyarakat, pasalnya RUU Cipta Kerja dinilai merugikan banyak pihak.
Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR.
Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.
Pasal kontroversial
Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat Omnibus Law.
Salah satunya sektor ketenagakerjaan.
Jika disahkan, RUU Cipta Kerja akan merevisi sejumlah pasal di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK.
Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.
Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru mengalami penyusutan.
Di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja.
Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.
Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.