Kisah Ibu Harus Kehilangan Bayinya, Ketuban Sudah Pecah Masih Diminta Harus Rapid Test
Wanita 23 tahun ini tak pernah menyangka akan kehilangan bayi yang dikandungnya karena telat mendapatkan pertolongan
Di puskesmas, Arianti sempat masuk ke ruang bersalin puskesmas dan memohon agar kandungannya diperiksa.
Ia juga menjelaskan ada cairan dan darah yang telah keluar. Namun, petugas puskesmas memintanya sabar dan harus melakukan rapid test dulu.
Arianti diminta mengikuti antrean untuk tes.
Melihat kondisi istrinya yang semakin lemah, suaminya protes kepada petugas puskesmas.
Akhirnya, petugas mengizinkan Arianti mendaftar tanpa mengantre.
Setelah menjalani rapid test, hasil diperkirakan keluar dalam 30 menit.
Karena kesakitan, Arianti kembali berusaha meminta dokter di ruang bersalin puskesmas untuk mengecek kandungannya.
"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu. Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.
Meski sudah memohon, tim medis di puskesmas tak bersedia menangananinya karena hasil rapid test Covid-19 belum keluar.
Ia pasrah jika sampai melahirkan di puskesmas.
Karena tidak tahan, Arianti pulang mengganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test di Puskesmas Pagesangan.
Keluarganya pun meminta surat rujukan agar bisa ditangani di RSAD Mataram.
Tapi, petugas tak bisa mengeluarkan surat rujukan karena Arianti yang sedang mengganti pembalut tak ada di puskesmas.
Memilih ke RS Permata Hati Setelah memiliki surat hasil rapid test Covid-19 dari puskesmas, keluarga membawa Arianti ke Rumah Sakit Permata Hati.
Tiba di RS Permata Hati, surat keterangan rapid test Covid-19 tak diakui karena tak melampirkan alat rapid test Covid-19.