BREAKING NEWS: Puluhan Besi Pembatas di Jembatan Ampera Hilang tak Berbekas
Puluhan pembatas trotoar berbahan stenlis steel yang ada di atas Jembatan Ampera hilang tidak meninggalkan bekas.
Penulis: Pahmi Ramadan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Puluhan pembatas trotoar berbahan stenlis steel yang ada di atas Jembatan Ampera hilang tidak meninggalkan bekas.
Pantauan Tribunsumsel.com, Senin (10/8/2020) ada puluhan pembatas yang hilang di jembatan yang jadi ikon Palembang ini.
Kerusakan jelas terlihat di dua titik bagian sebelah kiri dari Ampera menuju Masjid Agung Palembang.
Belum diketahui pasti penyebab kejadian tersebut.
Dikutip dari laman Wikipedia Jembatan Ampera (Amanat penderitaan rakyat) adalah sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Panjang Jembatan 1.177 m, lebar 22 m (bagian tengah 71,90 m, berat 944 ton dan dilengkapi pembandul seberat 500 ton), semua bagian tengah bisa diangkat agar kapal-kapal besar bisa lewat namun sejak tahun 1970 bagian tengah sudah tidak dapat diangkat lagi.
Bandul pemberatnya pada tahun 1990 dibongkar karena dikhawatirkan dapat membahayakan. Tinggi jembatan ini 11,5 m dari atas permukaan air, tinggi menara 63 m dari permukaan tanah dan jarak antara menara 75 m.
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.
Pembangunan Jembatan Ampera dipusatkan di wilayah hilir yang merupakan kawasan pusat kota, terutama kawasan 16 Ilir.
Sewaktu pembangunan Jembatan Ampera, banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang dibongkar, salah satunya pusat perbelanjaan terbesar Matahari atau Dezon, Kantor listrik (OGEM), dan Bank ESCOMPTO.
Bangunan peninggalan Belanda yang tidak dibongkar hanya menara air atau waterleding yang sekarang digunakan sebagai Kantor Wali Kota. Di bagian hulu, banyak perumahan penduduk yang juga ikut dibongkar.
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara.
Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).
Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera ini. Tapi usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat