Belajar Daring Jangan Dipaksakan Apalagi Sampai Ngutang atau Mengurangi Jatah Makan

Penting dicatat, belajar tatap muka tetap harus menggunakan protokol kesehatan selama pandemi. Jadi jangan dipaksakan untuk daring.

Editor: Vanda Rosetiati
Tribun Sumsel/ Sri Hidayatun
Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, Riza Pahlevi 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, Riza Pahlevi mengatakan, tidak mesti seluruh aktivitas belajar mengajar saat ini dilakukan melalui sistem dalam jaringan (daring).

Menurutnya bila pembelajaran secara daring dipaksakan, justru akan menghambat guru maupun siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

"Ada yang namanya blanded learning atau pembelajaran kombinasi. Ada yang daring, ada yang luring. Ada online dan ada juga yang offline. Artinya lakukan fleksibel saja, tidak ada yang dipaksakan," ujar Riza, Senin (3/8/2020).

Ia pun menyayangkan adanya pengorbanan siswa yang bahkan nekat naik ke atas pohon hanya untuk bisa mendapat jaringan internet.

Atau maraknya pemberitaan terkait banyak orang tua yang kebingungan anaknya tidak bisa kontrol of belajar, sebab tidak memiliki alat penunjang seperti handphone atau laptop.

Dikatakan Riza, hal tersebut mestinya tidak perlu terjadi, terkhusus di wilayah Sumsel. Orangtua ataupun siswa seharusnya melaporkan kendala yang mereka hadapi pada pihak sekolah untuk kemudian dicarikan jalan keluar.

"Mereka tinggal melapor, jadi sekolah bisa mendata siapa yang susah sinyal, tidak ada handphone dan lain sebagainya. Supaya siswa-siswa itu bisa dipanggil untuk belajar tatap muka atau offline. Tapi ini yang penting dicatat, belajar tatap muka tetap harus menggunakan protokol kesehatan selama pandemi. Jadi jangan dipaksakan untuk daring. Bahkan sampai naik pohon, ngutang atau mengurangi jatah makan, jangan sampai begitu. Kalau mampu, silahkan daring. Kalau tidak, silahkan boleh tatap muka di sekolah. Tapi sekali lagi disini ditegaskan, harus dengan menerapkan protokol kesehatan," ungkapnya.

Tatap muka di sekolah, juga tidak mesti dilakukan setiap hari.

"Mungkin tiga atau seminggu sekali. Tatap muka, kasih tugas, suruh siswa kerjakan, kemudian kumpul ke gurunya. Bila perlu suruh guru BK menghadirinya, bila orang itu (siswa) benar-benar susah. Jadi jangan sampai ada yang tidak belajar karena terhambat keterbatasan alat pendukung," ujarnya.

Sementara itu, saat disinggung terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bisa dialihkan pada kuota internet guru ataupun siswa, Riza mengatakan bahwa hal tersebut dikembalikan pada masing-masing pihak sekolah.

Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memastikan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) bisa dialihkan untuk pembiayaan kuota internet untuk guru dan peserta didik.

"Terkait hal itu, saya tidak bisa menyatakan apakah sudah dilakukan mereka atau belum karena dana BOS langsung ke rekening sekolah. Tapi saya sudah perintahkan kepala sekolah dan jajarannya untuk mengikuti seluruh perintah dari juknis (petunjuk teknis) yang ada dari BOS terbaru," ujarnya.

"Kalau untuk guru, sudah terkabar itu sudah dilakukan mereka. Kalau untuk siswa, tentunya juga mereka (pihak sekolah) yang menimbang dan memutuskan apakah bisa memenuhi syarat atau tidak (menerima bantuan BOS)," sambungnya.

Lebih lanjut dikatakan, pemberian BOS juga harus sesuai dengan kriteria yang berlaku.

"Tidak mungkin juga semua siswa akan diberikan kuota, apalagi dananya tidak mencukupi. Sebenarnya itu yang lebih dipentingkan adalah kuota untuk guru. Kuota untuk siswa dilihat dulu spesifikasinya, kepentingan urgensinya. Kalau ada orang kaya, tidak mungkin akan dikasih kuota. Sedangkan untuk siswa yang betul-betul miskin, tidak punya handphone, laptop dan lain sebagainya, jangan dipaksakan daring. Lakukan saja belajar offline dengan protokol kesehatan tentunya" ujar dia. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved