Berita Lubuklinggau
Beli Rumah DP Rp 10 Juta Dapat Full Perabot, BPSK Lubuklinggau Temui Banyak Pelanggaran Perizinan
Kedatangan BPSK Kota Lubuklinggau untuk meminta klarifikasi kepada perusahaan pengembang perumahan mengenai aturan perumahan tersebut
Penulis: Eko Hepronis | Editor: Wawan Perdana
Ketua BPSK Kota Lubuklinggau, Nurul Sulhi mengatakan, hasil sidak didapatkan kesimpulan, bahwa badan hukum pelaku usaha bukan seperti yang tercantum pada brosur resmi, yakni PT. Buraq, melainkan Badan Hukum lain PT. Diruma
Ia menuturkan, menurut keterangan managemen, PT Buraq merupakan hasil take over hanya secara lisan, sehingga tidak terdapat fakta yuridis suatu dokumen hukum legal prosesi take over.
"Hasilnya managemen tidak dapat membuktikan keanggotaan REI dan atau telah berafiliasi dengan Induk organisasi pengembang sebagai pelaku usaha yang wajib mempedomani regulasi perumahan," kata Nun sapaanya, Jumat (31/7/2020).
Ia menjelaskan bahwa pada program KPR yang mengusung label syariah belum pernah memiliki dewan pengawas dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan atau Lembaga keagamaan islam yang berkompeten mengeluarkan sertifikasi KPR Syariah.
"Sehingga janji-janji iklan, brosur, pamflet tentang bonus berbagai peralatan rumah, tanpa BI cheking, tanpa riba, tanpa sita tidak didukung oleh dokumen faktual dan mekanisme yang terukur."
"Perihal potensi perselisihan dan opsi ketentuan baku penyelesaian sengketa yang berparadigma hukum," ujarnya.
Sebab managemen tidak memberlakukan hak tanggungan dan atau pendaftaran fidusia pada Kanwil Depkumham Sumsel pada semua persil rumah sebagai obyek fidusia yang dibeli oleh Konsumen secara Kredit.
“Dengan demikian tidak ada Perlindungan Hukum dari Negara apabila terjadi perselisihan antara Konsumen dengan Pelaku Usaha,” terangnya.
Dengan demikian, penjelasan tanpa sita adalah tanpa Makna Hukum. Sebab, memang sesungguhnya pelaku usaha PT. Buraq tidak mempunyai hak hukum untuk melakukan penyitaan obyek sengketa.
"Sehingga semua penyelesaian perselisihan wajib ditempuh melalui gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Lubuklinggau. Managemen juga tidak dapat membuktikan adanya publikasi terbuka kepada publik, menjelaskan rekam jejak keberhasilan KPR Syariah sebelumnya di Kota Bengkulu dan Kabupaten Lahat," ujarnya.
Karena sebenarnya di Kota Bengkulu tidak murni bergerak di bawah Bendera Usaha PT Buraq, melainkan sebuah kerjasama dengan seorang Kontraktor Lokal di Bengkulu.
Untuk itu, mengingat pembangunan semua rumah konsumen tidak melibatkan permodalan dari pihak perbankan, managemen tidak dapat memberikan jawaban atas permintaan penjelasan perihal skema pembiayaan dan sumber permodalan dengan target membangun sekitar 3.000 unit Rumah di Kota Lubuklinggau.
Sebab, jika diasumsikan 1 unit Rumah membutuhkan Permodalan sebesar Rp. 75.000.000/Unit x 3000 Persil Rumah, maka dibutuhkan Investasi sebesar Rp. 225.000.000.000,- (Dua ratus dua puluh lima milyar rupiah).
"Jadi tanpa adanya modal awal sebagai bukti garansi bank dan atau deposito, hanya mengandalkan DP minimal 10 persen sampai maksimal 30 persen, sangat mustahil semua unit perumahan konsumen dapat dibangun sesuai jadwal yang diperjanjikan,” ungkapnya.
BPSK memperingatkan kepada pelaku usaha untuk tidak menyalahgunakan label usaha KPR syariah sebelum adanya validasi resmi dari MUI dan atau Lembaga keagamaan yang berhak menerbitkan sertifikasi usaha syariah.