PSBB di Palembang
Prof Yuwono : PSBB Palembang Dinilai Sudah Basi yang Perlu Dilakukan Sekarang Jaga Imunitas
Prof Yuwono : PSBB Palembang Dinilai Sudah Basi yang Perlu Dilakukan Sekarang Jaga Imunitas
Penulis: Linda Trisnawati |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kasus positif Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel) terus bertambah.
Sudah ada beberapa daerah yang zona merah dan dua diantaranya telah mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Di Sumsel yang sudah mengajukan PSBB yaitu Palembang dan Prabumulih.
Lalu perlukan PSBB ini diberlakukan?
Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan Prof. Dr. dr. Yuwono, M. Biomed, PSSB diberlakukan saat ini perlu tidak perlu.
• Demi Mendapat Subscribers, Ferdian Paleka Buat Konten Prank Sampah Hingga Berujung Masuk Penjara
• Ditinggal Belanja Tak Sampai 5 Menit, Motor Warga Palembang Raib Dicuri
"Saya agak sedikit kecewa, kenapa PSBB itu butuh persetujuan pusat yang dia pun tidak merasakan," kata Prof Yuwono saat Live Talk Sumsel Virtual Fest yang diadakan Tribun Sumsel dan Sriwijaya Post, Jumat (8/5/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa ini bukanlah pertempuran manusiawi biasa, tapi harus melibatkan Tuhan.
Memang keputusan di tangan Pemerintah, maka ambillah keputusan yang tegas dan jangan ragu.
"Harusnya kalau PSSB sekarang iya atau tidak," tegasnya.
Maka menurutnya, PSBB ini jadi bukan isu yang menarik lagi melainkan sudah basi.
Sehingga yang perlu dilakukan sekarang jaga imunitas.
Terlebih tingkat kematian di Indonesia masih 7 persen, yang seharusnya tingkat kematiannya itu 4 persen.
Maka nantinya kalau tingkat kematian sudah dibawah 4 persen, mau PSBB atau nggak tidak masalah lagi.
"Sebagai informasi WHO tadinya ngotot kalau Covid-19 tidak ada rekayasa, tapi baru-baru ini WHO menganggap ini ada rekayasa. Lalu WHO menginterogasi seluruh dunia," ungkapnya.
Bahkan, ada ilmuan yang ditembak mati. Padahal dia hampir menemukan jawaban apa ini Covid-19. Namun kenapa dia meninggal dibunuh.
Lalu di New York, Walikotanya memerintahkan untuk meneliti, kenapa sudah stay at home tapi tingkat penyebaranya masih tinggi.