Banyak Pasien Positif Virus Corona Memburuk di Minggu Kedua, Bukan Karena Virus Tapi Imun Tubuh

Banyak Pasien Positif Virus Corona Memburuk di Minggu Kedua, Bukan Karena Virus Tapi Imun Tubuh

Editor: Slamet Teguh
Newsflash/Roberta Ferretti via Daily Mail
Kisah suami istri terpapar virus corona, merayakan ulang tahun pernikahan ke-50 sambil berpegangan tangan di ruang ICU rumah sakit 

TRIBUNSUMSEL.COM - Virus corona terus menyebar diseluruh penjuru dunia.

Meski penderita virus ini sangat banyak, namun penyembuhannyapun bisa sangat mungkin dilakukan.

Meski ada beberapa pasien virus corona yang tak bergejala, namun sekitar 15 persen orang yang terinfeksi virus corona harus mendapatkan perawatan intensif di rumahsakit.

Mengapa kondisi sejumlah pasien ini umumnya memburuk di minggu kedua setelah menunjukkan adanya gejala?

Seperti yang dialami seorang pasien COVID-19 di Kepahiang, Bengkulu, yang telah menjalani isolasi sejak Selasa pekan lalu (21/4).

Menurut laporan media setempat, tiga warga Desa Tebat Monok yang dinyatakan positif dan dirujuk ke RSUD Kepahiang, terdiri atas ayah, ibu dan anak.

"Ibu dan anak dalam kondisi stabil, namun sang suami atau ayah dalam perburukan kondisi gangguan pada saluran pernapasan atas," kata Kepala Dinas Kesehatan Bengkulu, Herwan Antoni.

Para pakar menggambarkan hal ini sebagai "ambruk di minggu kedua".

"Mereka akhirnya dirawat di rumahsakit, dan sekitar tiga hari kemudian, mereka harus masuk di unit perawatan intensif," kata Mark Nicholls, spesialis perawatan intensif dari Australian and New Zealand Intensive Care Society

Kondisi serupa dialami Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang tadinya dikabarkan hanya mengalami gejala ringan COVID-19, hingga akhirnya dimasukkan ke ICU.

Meski kebanyakan orang yang terinfeksi COVID-19 hanya mengalami gejala ringan dan akhirnya sembuh dalam waktu satu atau dua minggu, namun tercatat ada 15 persen yang harus dirawat di rumahsakit. Lima persen di antaranya kritis.

Mungkin bukan virusnya, tapi respon imun
Para pakar medis menyebutkan dalam beberapa kasus terutama ketika kondisi pasien memburuk belakangan, penyebabnya bisa jadi bukan karena virusnya. Tapi justru karena respon tubuh terhadap virus.

Reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan ini, yang dikenal sebagai cytokine storm atau badai sitokin, dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut.
Artinya, jumlah oksigen pada aliran darah Anda menurun, sehingga organ tubuh kekurangan oksigen.

Ketika sistem kekebalan tubuh mendeteksi adanya penyerang seperti SARS-CoV-2, ia memicu serangkaian respon untuk menahan dan membasmi infeksi.

Salah satunya, pelepasan protein pensinyalan kecil yang disebut sitokin, yang biasanya menyebabkan peradangan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved