Breaking News

Tak Digubris hingga Dimasukkan ke RSJ, Kisah Dokter Pertama di Dunia yang Kampanyekan Cuci Tangan

Dokter asal Hungaria ini mencoba menerapkan sistem cuci tangan di Wina, Austria tahun 1840 untuk mengurangi tingkat kematian di ruang persalinan.

AFP
Ignaz Semmelweis 

"Di abad kesembilan belas, penyakit disangka menyebar lewat awan uap beracun di mana partikel mematikan bernama 'miasma' tersimpan".

Ketimpangan

Termasuk yang paling berisiko infeksi adalah ibu melahirkan, khususnya yang mengalami robekan vagina saat melahirkan.

Luka terbuka ini menjadi habitat ideal bagi bakteri yang terbawa oleh dokter dan ahli bedah.

Hal pertama yang diperhatikan Semmelweis adalah dua klinik melahirkan di RS Wina di tahun 1847.

Fasilitas di sana identik namun yang membedakan adalah, satu dikelola oleh mahasiswa kedokteran, satunya lagi oleh bidan.

Klinik yang dikelola mahasiswa punya tingkat kematian 98,4 per 1.000, sedangkan yang dikelola bidan 36,2 per 1.000 kematian.

Awalnya ketimpangan ini dianggap disebabkan oleh mahasiswa kedokteran pria yang "lebih kasar dibandingkan bidan" dalam menangani pasien.

Kematian di saat yang tepat?

Katanya, penanganan yang kasar ini membuat ibu lebih rentan untuk mengalami demam nifas - infeksi rahim sesudah melahirkan - yang dianggap penyebab utama kematian sesudah melahirkan di rumah sakit.

Namun Semmelweis tidak yakin pada penjelasan itu.

Di tahun itu juga, kematian seorang koleganya yang terluka di tangan saat melakukan otopsi, membuka petunjuk bagi Semmelweis.

Melakukan otopsi saat itu saat itu membawa risiko kematian.

Melihat rekannya meninggal di Wina, Semmelweis melihat bahwa gejalanya mirip dengan perempuan yang mengalami demam nifas.

Mungkinkah dokter yang bekerja di ruang bedah membawa "partikel mayat manusia" ke ruang bersalin?

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved