Pilkada Serentak 2020

Demokrat dan PKS Tetap Tak Akan Usung Eks Napi Koruptor di Pilkada Serentak 2020

Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahterah (PKS) tetap tidak akan mengusung atau mendukung, pasangan calon kepala daerah eks napi koruptor

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Wawan Perdana
ISTIMEWA
Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Sumsel, Muchendi Mahzarekki 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahterah (PKS) tetap tidak akan mengusung atau mendukung, pasangan calon kepala daerah eks napi koruptor pada Pilkada 7 Kabupaten se Sumsel 2020.

Sedangkan pada aturan KPU yang baru (PKPU nomor 18 tahun 2019), tidak ada larangan itu.

Menurut Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Sumsel, Muchendi Machzareki, partainya memiliki prinsip dan sudah jadi sikap resmi partai Demokrat yang tidak mentolerir pelaku korupsi.

"Sama seperti periode sebelumnya dan pileg tahun lalu, bahwa Partai Demokrat sepakat, untuk tidak akan mengusung atau mendukung, calon mantan napi korupsi walaupun itu diperbolehkan," kata Muchendi, Senin (9/12/2019).

Menurut wakil ketua DPRD Sumsel ini, partainya bukan ingin menghilangkan hak sesorang untuk jadi kepala daerah namun partainya melihat banyak putra-putri terbaik di Sumsel yang akan memimpin.

"Masih banyak, calon lain yang bisa kita pertimbangkan untuk didukung," tandasnya.

Hal senada diungkapkan ketua DPW PKS Sumsel M Toha, partainya tetap akan menolak kandidat yang berasal dari mantan napi korupsi, untuk diusung atau didukung PKS di Pilkada.

"Ya (PKS tidak akan mendukung atau mengusung calon eks napi koruptor)," bebernya.

Ditambahkan M Toha, seharusnya mantan napi koruptor tidak bisa nyalon pilkada, karena ini masalah rekam jejak pemimpin yang ada dan untuk kedepan.

"Masalah korupsi di Indonesia itu, sangat ditolak oleh rakyat, terbukti kemarin- kemarin ramai demo- demp menolak repisi undang-undang KPK," tandasnya.

Sebelumnya, larangan bagi bekas narapidana korupsi untuk maju dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada, tidak tertera di Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada.

Padahal sebelumnya, komisi memasukkan larangan itu, salah satunya berkaca pada kasus korupsi kepala/wakil kepala daerah yang berulang.

Saat produk hukum itu masih berupa rancangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan larangan tersebut pada Pasal 4 Ayat (1) huruf Pasal itu berbunyi,

”Warga negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.”

Namun, pada dokumen Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 yang diunduh dari laman resmi KPU, Pasal 4 Ayat (1) huruf H tidak lagi melarang mantan terpidana korupsi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved