Laporan Khusus
Cerita di Balik Fenomena Banyaknya Orang Bunuh Diri di Palembang
Belakangan ini, kasus bunuh diri cukup menyita perhatian publik. Dalam tiga bulan terakhir, di Palembang saja, ada lima kasus
Penulis: Sri Hidayatun | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Belakangan ini, kasus bunuh diri cukup menyita perhatian publik.
Dalam tiga bulan terakhir, di Palembang saja, ada lima kasus bunuh diri terjadi dan terpublikasi.
Data yang dihimpun Tribun, Bulan Agustus terjadi dua kasus bunuh diri, yang dilakukan S di kawasan Gandus.
S ditemukan gantung diri di dalam kamarnya. “Almarhum menghalami depresi setelah cerai dengan istrinya tiga bulan laku dan merasa tertekan,” ujar Kapolsek Gandus , AKP Aidil Fitri ..
Dalam hari yang sama polisi juga menemukan seorang laki-laki yang hingga kini belum diketahui identitasnya gantung diri di sebuah rumah kosong di Jl Lingkaran, Kelurahan Kepandaian Baru , Kecamatan IT I, Palembang.
Di bulan September, dalam sepekan, dua warga Palembang ditemukan tewas Gantung Diri.
Masing-masing SA seorang mahasiswa.
“Saya tidak menyangka, karena keseharian orangnya enjoy, tidak pernah cerita ada masalah. Di komunitas Beatbox, dia juga cukup berprestasi,” ucap salah satu temannya saat datang berbelasungkawa.
Tak lama dari kasus SA, ada pula AK (63), warga Jalan KI Anwar Mangku, Kecamatan Seberang Ulu (SU) II Palembang, ditemukan meninggal dunia karena gantung diri. Diduga AK tak ingin lama-lama menyusahkan keluarga, karena harus mengurusnya yang terbaring sakit sejak setahun lalu.
Terakhir di bulan Oktober lalu, kasus bunuh diri yang dilalukan oleh seorang mahasiswi di sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Palembang yang nekat meloncat dari jembatan musi 4 untuk mengakhiri hidupnya.
• Mahasiswi PGRI Inta Ferin Bunuh Diri Diduga Karena Sakit, Ini Tanggapan Psikolog Klinis
Banyak penyebab yang bisa menyebabkan seseorang nekat bunuh diri seperti faktor ekonomi, keluarga, kesehatan dan masih banyak lagi.
Seperti yang dialami oleh keluarga sebut saja insialnya MS.
MS merupakan ibu dua anak yang salah satu anaknya mengalami depresi sehingga pernah nyaris mengakhiri hidupnya. Namun aksi anaknya tersebut ketahuan keluarga dan beberapa kali gagal.
Kepada Tribun, ia menceritakanya anaknya saat ini sedang menjalani pengobatan rawat jalan sambil psikoterapi dengan psikolog di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
"Ini anak kedua saya. Awalnya kami tidak tahu kalau dia menyimpan banyak masalah karena anak ini orangnya cukup pendiam di keluarga," jelasnya.
Katanya, sang anak hampir dua kali mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri namun ketahuan pihak keluarga.
"Awalnya itu tahun 2008 lalu. Ketahuannya anak saya ketika ia berada didalam kamar dan saya curiga dia tidak keluar kamar. Setelah digedor gak dibuka-buka dan melihat dari kaca ada sebuah tali yang sudah disiapkan. Langsung kami mendobrak pintu dan alhamdulilah kami bisa menolongnya," jelasnya.
Dari kejadian tersebut, ia cemas dan bertanya dengan sang anak yang berubah menjadi pemurung. Namun sang anak enggan bercerita, selang beberapa bulan kemudian pun hal yang sama juga dilakukan sang anak.
Akan tetapi berhasil ketahuan dan segera ditolong. "Setelah dicari tahu ternyata ada masalah yang dialami anak saya namun saya tidak bisa mengatakannya apa, " beber dia.
• Mayat di Depan Kantor Gubernur Juga Diduga Bunuh Diri, Bekas Jeratan di Leher Akibat Gantung Diri
Ia pun memilih untuk membawa sang anak ke psikiater dan kini kondisinya jauh lebih baik.
"Alhamdulilah sekarang sudah jauh sangat membaik, dia tidak menjadi pemurung lain dan sudah mau kembali berinteraksi dengan orang lain," tegasnya.
Sekarang sang anak sudah menikah dan bahagia. "Alhamdulilah akibat kejadian lalu membuat anak saya lebih baik lagi apalagi setiap menghadapi permasalahan hidupnya," beber dia.
90 Persen karena Skizofernia
Kepala Instalasi Humas dan Layanan Pengaduan Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Iwan Andhyantoro, SKM,MKes mengatakan penyebab kasus bunuh diri bagi penderita ganguan jiwa yakni karena penyakitnya atau skizofernia dan depresi.
Ia menjelaskan karena pada penderita Skizofernia ini ada gejalanya yang namanya halusinasi.
"Halusinasi ini bisa berupa obrolan, bisikan , perintah dan lain sebagainya untuk melukai diri sendiri maupun orang lain bahkan bisa berakhir bunuh diri," jelasnya.
Tak hanya itu, penderita ini juga merasa dikucilkan dari lingkungan sehingga membuatnya semakin tertekan, dibully sehingga berujung juga pada bunuh diri.
"Namun kasus ini tidak sebanyak dulu yang kita tangani saat di RS Erba yang lama," kata Iwan.
Pemicu lainnya yakni karena penderita ganguan jiwa ini mulai membaik namun saat kembali hadir di tengah masyarakat merasa dikucilkan sehingga menjadi pemicu untuk melakukan bunuh diri juga.
"Penyebab lainnya bisa karena depresi. Kalau depresi ini beda dengan Skizofernia tadi. Kalau depresi ini karena ada tekanan-tekanan dari diri seseorang yang banyak penyebabnya," tegas dia.
Seperti karena masalah ekonomi, masalah keluarga, kesehatan, keluarga, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. "Contoh kasus mahasiswi yang bunuh diri beberapa waktu lalu yang melompat di jembatan musi empat itu termasuk depresi karena infonya karena penyakit yang dialaminya" jelasnya.
Saat ini, kata dia memang banyak sekali orang yang mengalami depresi yang sangat bahaya kalau tidak segera ditangani karena berujung pada kematian.
"Kalau seperti ini memang cukup dengan psikologis saja. Mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan biasanya mendapatkan obat anti depresi dan anti cemas," jelasnya.
Penyembuhannya pun kata dia, tergantung dari pasien serta dukungan orang terdekat yang ada disekitarnya. "Namun kalau kita diamkan saja orang-orang depresi seperti ini sangat bahaya dan bisa menyebabkan bunuh diri," tegas dia.
Tak hanya itu, faktor dari keimanan, kepribadian, kecerdasan pun juga mempengaruhi depresi ini. "Karena itu keimanan seseorang jadi penting karena menjadi benteng bagi kekuatan seseorang," tanbah Iwan.
Katanya, untuk di Rs Erba sendiri pasien rawat inap atau penghuni bangsal ini memang sebagian besar karena ganguan jiwa yang disebabkan Skizofernia.
"Hampir 90 persen ini karena skizofernia yang terdeteksi ada bawaan dari lahir dan orang pecandu narkoba. Untuk pasien seperti depresi ada juga tapi minim karena mereka banyak yang perlu rawat jalan saja," tegas dia.
Di RS Erba ini juga bagi pasien rawat inap mendapatkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dari unit rehabilitasi. Seperti terapi kerja, terapi musik, religius, terapi gerak dan lain sebagainya.
"Tujuannya untuk mengajak para pasien ini aktif. Seperti hari ini terapi musik, pasien diajak keruangan khusus untuk mendengarkan musik dan bernyanyi,"bebernya.
Ia mengatakan masih banyak keluarga atau orang tua di luar sana yang enggan membawa anaknya yang berobat disini. "Karena ada rasa malu, ketidaktahuan juga sehingga kalau ada anggota keluarga yang mengalami depresi atau ganguan jiwa itu banyak disembunyikan padahal ini sangat berbahaya," bebernya.(rie)