Mahasiswi PGRI Inta Ferin Bunuh Diri Diduga Karena Sakit, Ini Tanggapan Psikolog Klinis

Tewasnya Inta Ferin (22) mahasiswi Universitas PGRI Palembang masih meninggalkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM
Surat Wasiat Inta Ferin Mahasiswi PGRI Palembang yang Tewas Bunuh Diri 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Tewasnya Inta Ferin (22) mahasiswi Universitas PGRI Palembang masih meninggalkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Berbagai spekulasi muncul ke permukaan mengenai penyebab tewasnya Inta yang diduga karena melompat dari atas Jembatan Musi IV.

Kepada awak media, Gatot Marzuki (42) ayah Inta mengatakan sejak dua bulan lalu anak pertamanya itu menderita sakit di bagian mata.

Menurutnya, Inta kerap kali merasa cemas dalam mengahadapi penyakit yang dideritanya itu.

"Kami sudah periksa ke RS Sriwijaya Eye Center. Kata dokter, Inta mengalami iritasi di matanya," ujar Marzuki saat ditemui di RS Bhayangkara, Jumat (1/11/2019).

Namun hingga kini belum ada penjelasan pasti terkait penyebab tewasnya Inta.

Satu hal yang pasti, salah satu spekulasi yang muncul terkait penyebab tewasnya Inta yakni karena gadis yang dikenal baik dan mudah bersosialisasi itu, diduga nekat mengakhiri hidupnya akibat tak kuasa menanggung penyakit yang dideritanya.

Meskipun ada yang percaya dan ada juga yang tidak. Hal itu bisa dilihat dari komentar netizen di akun sosial media yang memposting kabar terkait tewasnya Inta.

Terlepas benar atau tidaknya dugaan tersebut, orang yang mengalami penyakit berat dan sulit disembuhkan memang memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi.

Syarkoni, M. Psi., Psikolog Klinis mengatakan penderita penyakit berat apalagi yang sudah diderita selama bertahun-tahun (menahun), cenderung untuk mengalami rasa keputusasaan di dalam hidupnya.

Keputusasaan itu bisa mengarah pada tindakan nekat tak terarah alias bunuh diri.

"Dengan segala usaha dan upaya untuk melakukan proses pengobatan dalam jangka waktu panjang. Mungkin tidak didapatkan suatu harapan kesembuhan dan akhirnya menjadi beban mental atau pikiran bagi penderitanya. Sehingga muncul rasa keputusasaan dan dorongan kuat untuk mengakhiri hidupnya," ujar Syarkoni, Sabtu (2/11/2019).

Lanjutnya, peluang melakukan bunuh diri bagi penderita penyakit menahun memang cukup tinggi. Maka dari itu tindakan peka, cepat dan tanggap dari pihak keluarga sangat penting untuk dilakukan.

Tepatnya bukan hanya berobat ke dokter untuk mengobati sakit fisik yang dialami, namun penting juga untuk fokus pada kesehatan mental bagi penyakit parah atau menahun.

Caranya dengan pergi berkonsultasi ke profesional lain yaitu psikolog.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved