Kartini Millenials Sripo Tribun 2019
(Video) Mengenal Yuni Atlet Catur Difabel Sumsel: Selalu Sisihkan Bonus Untuk Dibagi ke Keluarga
Yuni, atlet catur difabel Sumatera Selatan akan mendapatkan penganugerahan Kartini Millenials kategori spesial
Penulis: Weni Wahyuny | Editor: Prawira Maulana
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Yuni, atlet catur difabel Sumatera Selatan akan mendapatkan penganugerahan Kartini Millenials kategori spesial dari Tribun Sumsel-Sriwijaya Post, Rabu (10/4).
“Senang sekali karena baru pertama kali dapat penghargaan ini. Rasanya banyak orang lain yang lebih layak. Tapi saya dipilih alhamdulilah,” ungkap Yuni.
Yuni merupakan atlet luar biasa yang dimiliki Sumsel. Meski Yuni tak bisa lepas dari kursi roda, prestasi yang ditorehkan segudang. Sudah banyak medali yang disumbangkan oleh Yuni baik untuk nama Sumsel bahkan Indonesia. Terakhir Yuni berhasil menyabet medali emas di Asian Para Games 2018 di Jakarta.
Memiliki segudang prestasi dan bergelimang bonus, terakhir ia mendapatkan bonus dari pemerintah hampir Rp1 Miliar. Timbul pertanyaan, digunakan untuk apa bonus-bonus yang didapatkan Yuni?
“Kemarin paling tinggi dapat Rp900 juta di Asian Para Games. Digunain untuk bagi ke orang lain, bukan untuk diri sendiri,” kata Yuni.
Yuni melanjutkan mendapatkan banyak bonus, ia selalu berbagi dengan orang lain, terutama orangtua dan saudara-saudaranya.
“Karena semua itu bukan hak kita sendiri tapi ada hak orang lain sebagian. Jadi kita bagi ke temen-temen (anak yatim piatu), nggak dimakan sendiri,” ujar atlet yang meraih tiket ASEAN Para Games di Filipina November mendatang.
Yuni sendiri hidup bersama dengan suaminya Budianto. Sehari-hari selain berlatih, Yuni mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Menjadi atlet, Yuni mengaku ada pernah suami yang juga merupakan atlet catur Sumsel.
“Karena suami saya salah satu yang melatih saya sebelum jadi atlet,” jelasnya yang mulai menjadi atlet di usia 22 tahun.
Mengapa harus Cabor catur? Yuni menerangkan bahwa karena atlet catur dari perempuan belum banyak, bisa dihitung dengan jari.
“Awalnya minder (jadi atlet difabel), tapi untuk prestasi hilangkan semuanya rasa minder. Kalau mau berprestasi hilangkan semua beban fokus ke prestasi,” terangnya.
Yuni bercerita sejak kecil tepatnya diusia 6 tahun kakinya sudah tak dapat digerakan lagi karena diduga polio. Awalnya ia merasa sedih namun lama kelamaan ia terbiasa.
“Saya kira saya tidak bisa kesana kemari tapi Alhamdulillah bisa meskipun harus dibantu dengan kursi roda,”
“Saya beruntung jadi atlet karena bisa kemana-mana, bisa keluar negeri dengan gratis. Dibalik kekurangan ada kelebihan. Kepada teman-teman, baik difabel, non difabel tetap semangat jangan putus asa jangan mengenal lelah, tetap semangat,” ungkap Yuni.