Guru SMA di Palembang Dianiaya

DPRD Sumsel Minta Disdik Lakukan Penyegaran Kepsek Buntut Guru SMAN 16 Palembang Dianiaya

Kiky juga berharap, jabatan Kepala Sekolah (Kepsek) SMA atau SMK Negeri yang ada di Sumsel, bisa diangkat definitif

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Arief Basuki Rohekan
GURU DIANIAYA - Sekretaris Komisi V DPRD Sumsel Kiky Subagio, setelah jajarannya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama guru SMA Negeri 16 Palembang Yuli Mirza, Jumat (7/11/2025) yang mengalami penganiayaan dari rekannya sendiri beberapa waktu lalu. 

Ringkasan Berita:
  • Komisi V DPRD Sumsel menyoroti kasus kekerasan terhadap guru SMA Negeri 16 Palembang dan berharap kejadian serupa tidak terulang.
  • Sekretaris Komisi V, Kiky Subagio, menyebut pihaknya telah menggelar RDP dengan korban, Disdik Sumsel, dan pihak sekolah untuk mendapatkan pandangan yang seimbang.
  • Ia juga mendorong agar jabatan kepala sekolah di SMA/SMK segera didefinitifkan demi perbaikan dan tanggung jawab yang lebih jelas di dunia pendidikan.

 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Komisi V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) berharap kekerasan terhadap tenaga pendidik, yang ada di SMA/ SMK di wilayah Sumsel, tidak terulang kembali dimasa yang akan datang.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Komisi V DPRD Sumsel Kiky Subagio, setelah jajarannya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama guru SMA Negeri 16 Palembang Yuli Mirza, yang mengalami penganiayaan dari rekannya sendiri beberapa waktu lalu.

"Pada RDP ini, kita mendengarkan keterangan dari korban yang mengalami langsung, dan akan melakukan rapat internal untuk tindak lanjut kedepan," kata Kiky, setelah RDP, Jumat (7/11/2025) di komisi V DPRD Sumsel

Dijelaskan politisi partai Demokrat ini, pihaknya juga sebelumnya telah melakukan RDP dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel, pihak sekolah, dan komite, agar tidak hanya dari satu suara saja.

"Dengan RDP sejumlah pihak, sehingga kesimpulannya nanti seimbang, dan mereka (korban)  juga menyampaikan disini, dan nanti akan dirapatkan di internal komisi sebelum disimpulkan," paparnya.

Ditambahkan Kiky, kedepan tak menutup kemungkinan pihaknya akan mengawal terus dengan memanggil pihak- pihak terkait lainnya, mengingat masalah yang terjadi menyangkut dunia pendidikan di Sumsel.

"Nanti kita panggil pihak terkait lainnya, karena bukan ini saja (masalah) banyak SMA lainnya dan banyak laporan bagaimana kondisi sekolah di Sumsel, baik SMA dan SMK yang ada," tuturnya.

Kiky juga berharap, jabatan Kepala Sekolah (Kepsek) SMA atau SMK Negeri yang ada di Sumsel, bisa diangkat definitif sehingga apa yang dilakukan bisa dipertanggungjawabkan.

"Kami berharap dengan Kadisdik yang baru, untuk segera mendefinitifkan Plt Kepsek yang ada, sebagai salah satu upaya perbaikan- perbaikan, jangan terlalu lama kepsek itu menjabat sehingga lakukan penyegaran," tandasnya.

Baca juga: Nasib Suretno, PPPK Aniaya Guru SMAN 16 Palembang Resmi Jadi Tersangka, Sebelumnya Minta Maaf

Baca juga: Klarifikasi Suretno, PPPK Ngaku Spontan Aniaya Guru SMAN 16 Palembang, Ungkit Pernah Dibully Korban

Sementara, Kuasa hukum Guru SMA Negeri 16 Palembang Yuli Mirza, yaitu Erwin Simanjuntak, SH, MH didampingi Ketua Pemuda Batak Bersatu Sumsel Apriadi S. Sinaga, menyampaikan pertemuan itu untuk menyampaikan langsung kronologi dan perkembangan kasus kepada Komisi V, sekaligus meminta perhatian pemerintah daerah terhadap perlindungan tenaga pendidik di sekolah.

Erwin Simanjuntak menjelaskan, hingga saat ini pelaku kekerasan masih dalam tahanan dan proses hukum terus berjalan. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menyampaikan atau menuntut adanya “uang damai”, seperti isu yang sempat beredar di publik.

“Perlu kami luruskan, tidak pernah ada pembicaraan soal uang damai dari pihak kami. Bahkan, saat kami tanyakan kepada Bu Yuli, beliau dengan tegas menolak segala bentuk perdamaian. Beliau mengatakan, demi kebaikan dunia pendidikan, pelaku harus tetap diproses secara hukum,” ujar Erwin.

Erwin juga menjelaskan bahwa sempat ada pihak yang mencoba mempertemukan antara Yuli dan pelaku, namun korban belum bersedia berdamai karena merasa tindakan kekerasan tersebut tidak bisa ditoleransi.

“Bu Yuli menolak perdamaian, bukan karena dendam, tapi karena ingin memberi pelajaran agar tidak ada lagi kekerasan terhadap guru, apalagi guru perempuan,” tambahnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved