Gempa dan Tsunami Palu

Warga Palembang Selamat dari Bencana Gempa dan Tsunami Palu, Umi Tak Mau Kembali Lagi

Gadis dengan nama lengkap Umiyilamri ini merupakan salah satu korban selamat gempa bumi di Palu yang telah menelan banyak korban.

Penulis: Weni Wahyuny | Editor: M. Syah Beni
Tribunsumsel.com
Umi (kanan) warga Palembang yang selamat dari Gempa Palu 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Rusmianah yang mendampingi Umi tak sedikitpun memperlihatkan rasa sedihnya di hadapan Umi.

Ia terus menghibur Umi.

"Alhamdulilah semua yang kuasa yang atur sampai Umi tiba disini" katanya.

Diakuinya bahwa kabar tersebut didapatkannya dari sang suami, Amriadi.

Ia merasa kaget dan tak banyak bicara dan diminta tenang oleh sang suami karena Umi dala keadaanyo baik.

"Kita pasrah dan tidak bisa berbuat banyak. Begitu Umi nelpon saya tenang dan bilang Umi segera pulang," ucapnya.

Baca: Cara Cek, Lapor dan Pengaduan Jika Belum Masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Ramai pemberitaan di televisi, Rusmianah mengaku tak pernah menyaksikan televisi karena tak ingin mendengarnya kabar tak baik dari sang anak.

"Jadi sengaja saya sibukkan diri untuk mengerjakan kegiatan sehari-hari tanpa nonton berita di TV," terangnya.

Begitu Umi pulang, Rusmianah langsung memeluk sang putri dan merasa tidak percaya Umi masih hidup dan tak kekurangan sesuatu apapun.

"Pas di mobil kami menangis karena namanya saja orangtua. Sudahlah jangan menangis kata saya ke Umi, kalau sudah di rumah nangislah kalau mau nangis," ungkapnya. 

Begitulah perasaaan hati seorang ibu yang menyaksikan anaknya selamat dari bencana gempa dan tsunami Palu.

Baca: VIDEO : Kisah Umi Warga Palembang yang Selamat dari Gempa dan Tsunami Palu.

Umi Tak Sempat Lagi Berpakaian

Sesekali Umi menyeka air matanya yang hampir jatuh dari matanya saat mengingat peristiwa mencekam pada Jumat (28/9) malam di Palu, Sulawesi Tengah.

Gadis dengan nama lengkap Umiyilamri ini merupakan salah satu korban selamat gempa bumi di Palu yang telah menelan banyak korban.

Umi sendiri baru tiba di Palembang pada Minggu (30/9) malam di Palembang setelah putus komunikasi dengan keluarganya selama satu hari setelah kejadian

Didatangi di kediamannya di kawasan Tanjung Api Api Palembang, Umi masih terlihat sedih.

Ia duduk bersama dengan ibunya Rusmianah dan adik lelakinya Khoiril Amri di ruangan tamu.

Rasa tak percaya masih dirasakan oleh Umi bisa selamat dari musibah tersebut.

Baca: Ikut Jadi Korban, Pasha Ungu Nyanyikan Lagu untuk Korban Tsunami & Gempa Donggala-Palu, Sedih

Apalagi Umi sendiri merasakan guncangan hebat gempa bumi dengan kekuatan hingga 7 SR lebih saat berada di dalam kamar kosnya.

Umi mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi usai azan magrib sekitar pukul 18.00 WITA.

Saat itu Umi baru saja selesai mandi dan ingin berganti pakaian.

Umi kaget tiba-tiba ada guncangan hebat yang membuat dirinya terpontang-panting-panting di dalam kamar kosnya.

"Pas itu saya lagi pilih-pilih pakaian mau pakai baju karena posisi saat itu saya masih pakai handuk. Terus tiba-tiba ada guncangan, guncangannya itu vertikal horizontal dan kita sempat terpontang-panting," katanya kepada Tribun Sumsel, Senin (1/10).

Baca: Update Jumlah Korban Gempa dan Tsunami Palu 2 Oktober, Lebih dari 1000 Orang Meninggal Dunia

Pada saat kejadian itu, sambung Umi, ia melihat langsung dinding kosan yang ada di sebelahnya runtuh, lemari Umi jatuh dan ia mulai berjalan ke depan mencari pintu keluar dengan keadaan yang terpontang-panting selama 30 detik.

Begitu terkejutnya Umi saat sudah membuka pintu dan keluar melihat jalan yang sudah retak.

"Pas kejadian saya tetap pegang handuk saya. Mau keluar tapi saya masih pakai handuk tapi kalau saya tetap di dalam, saya mati di situ, jadi mau nggak mau saya keluar dan teman-teman se perantauan juga melihat saya seperti itu (pakai handuk), dia langsung balik lagi ke kosannya dan mengambil selimutnya dia. Untungnya selimut dia ada didekat pintu jadi dia tarik dan langsung kasih ke saya," ungkap wanita 24 tahun ini.

Keluar dari kosan, sambung Umi, Ia dan teman-teman satu kos bahkan satu Komplek langsung mencari tempat pengungsian.

Baca: Presiden Jokowi Minta Polri Tangkap Penyebar Hoaks Gempa dan Tsunami Palu Donggala

Di pengungsian dengan kondisi lapangan terbuka, suasana sangat gelap dan sudah ramai.

Ia dan temannya berjalan hanya meraba-raba mencari tiang, pohon karena ditakutkannya ada gempa susulan lagi.

Keluar dari kosan, tak satupun barang dibawa oleh Umi, termasuk handphone dan dompet yang sama sekali tak terpikirkan olehnya untuk dibawa.

"Jadi selama satu malam itu saya cuma pakai selimut, untungnya saya sudah pakai dalaman dan kita mengungsi di tengah lapangan. Jalan sudah retak semua, dinding sudah runtuh sama ada tetangga kosan saya kakinya sudah hancur dan dibopong ke lokasi pengungsian dengan kondisi dataran tinggi," terangnya.

Sepanjang jalan dengan gempa yang terus dirasakan membuat Umi dan para temannya selalu mengingat Tuhan, sepanjang jalan hanya air mata yang keluar dengan pikiran selalu ke keluarga. Di dalam benaknya ia selalu berpikir "tidak ada siapa-siapa disini" dan mau-tak mau Umi bertekad harus keluar dari daerah tersebut.

"Capek, padahal sehari itu saya belum sempat makan nasi. Jadi kalau mau dibilang badan loyo, loyo. Tapi alhamdulillah nggak berasa gara-gara paniknya itu dan alhamdulillah sampai ke atas (tempat pengungsian) malam itu," bebernya.

"Sebenarnya sudah pasrah tapi masih ada kekuatan mau keluar (dari kosan). Pas di pengungsian semalaman itu masih terus guncangan nggak berhenti," timpalnya.

Meski tak membawa handphone, Umi berusaha untuk menghubungi keluarga meskipun dengan handphone temannya.

Baru saat berada di pengungsian barulah ia dan temannya menghubungi keluarga secara bergantian.

"Saya pertama hubungi ayah karena ibu pasti masih cemas. Disitu saya nangis-nangis, itulah kalau saya Telpon ke mama takutnya kepikiran. Kebetulan ayah juga lagi di Sulawesi kemarin dan dia berasa juga gempa ya. Jadi ayah yang hubungi ke mama biar mama tenang," jelas Umi.

Guncangan gempa terus dirasakan oleh Umi.

Terlebih saat di pengungsian yang sangat dirasakannya.

Suara gemuruh dari bawah tanah sangat terdengar.

Sesekali ia memejamkan mata namun tetap terbangun saat gempa datang.

"Jadi kami cuma duduk saja, nggak berani untuk tidur. Tapi untuk jaga fisik dan kondisi tetap baik jadi seperti tidur ayam itu," ungkap putri dari pasangan Amriadi dan Rusmianah ini.

Semalaman dengan kondisi tak berpakaian dan hanya mengenakan selimut, Sabtu pagi Umi dan temannya memberanikan diri untuk kembali ke kosan dan mencari-cari apa yang bisa diambil dan bermanfaat untuk sementara seperti dompet, berkas-berkas seadanya.

"Pas itu saya langsung berpakaian dan keluar ambil selimut, bantal, karpet dibawa ke atas (pengungsian) dan berpindah ke tempat evakuasi di lapangan RRI Palu yang lebih aman dan listrik juga ada dan juga informasi yang lengkap,"

"Pada saat kita tenang dan duduk disitu mau istirahat, ada dari bawah segerombolan motor langsung naik ke atas dan bilang bahwa ada air naik ke atas, jadi kita langsung pergi lagi ke atas," imbuhnya.

Umi sendiri tercatat sebagai salah satu staf di Dinas Perhubungan Provinsi Sulteng.

Ia sudah dua tahun terakhir tinggal di Palu dan satu bulan belakang tercatat sebagai PNS Dishub Sulteng. Dengan kejadian ini sangat membekas bagi Umi.

Jika dibolehkan, ia tak ingin kembali ke Palu.

"Rasanya tidak mau kembali kesana. Saya mau lihat kondisi dulu dan tunggu keadaaan kondusif," ucapnya.

Guncangan terus dirasakan oleh Umi usai kejadian hingga ia naik ke pesawat Hercules barulah ia merasa tenang. Umi bersyukur tak kekurangan suatu apapun dari kejadian ini, hanya memar saja di beberapa bagian tubuhnya.

"Masih ada getaran-getaran, masih ada susulannya. Jadi kalau dibilang sudah nggak ada lagi dan aman, tetap nggak bisa karena kita yang ngerasain," ucapnya.

Umi sendiri begitu terdengar ada evakuasi dengan pesawat Hercules, ia langsung ikut meskipun dengan kondisi berdesakan dan berebutan.

Dari Palu, Hercules terbang ke Makassar.

Pada saat masuk Hercules, harusnya Umi mendaftar dulu sesuai dengan prosedur barulah diberi tiket.

Awalnya ia sendirian dan ternyata bertemu teman baru. Disana ia dan temannya sama-sama mendaftar dan ternyata ada yang ke Jakarta.

"Kan disitu yang dipanggil terus itu yang ke Makassar dan akhirnya saya menyelundup ikut ke Makassar meskipun namanya tidak terdaftar kebetulan teman saya menyusul dan barengan. Setelah di Makassar sudah sampai terus saya tanya ke bapak TNI bahwa saya mau ke Jakarta, dan saya disuruh tidak turun jadi saya naik lagi ke Hercules ke Halim Perdana Kusuma dan ke Soekarno Hatta kemudian ke Palembang dengan ongkos sendiri," bebernya.

Rasa lega langsung dirasakan oleh Umi setelah tiba di Makassar, terserah kemana saja yang penting Umi keluar dari Palu.

"Begitu sampai di Palembang saya dijemput sama orangtua saya dan langsung peluk dan nangis. Biasanya kan kalau pulang, pulang biasa nggak pernah nangis, ini langsung dipeluk sama orangtua. Termasuk adik-adikku," ujar sulung dari 3 saudara ini.

Ada hikmah dibalik kejadian ini, Umi menyebutkan bahwa kedua depannya ia harus tetap waspada karena seminggu sebelum kejadian ini sudah ada gempa-gempa kecil dan menganggap sudah biasa.

"Harusnya kita itu waspada tapi karena anggapnya remeh, yah gitu," terangnya.

"Ini adalah ujian untuk semuanya, semoga gempa ya cepat berakhir dan cukup untuk mereka. Saya juga berharap armada Hercules ditambah karena hanya Hercules yang bisa akses ke daerah tersebut karena kemarin itu lama nunggu karena pesawatnya datang satu, satu," tukas alumni Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat Palembang angkatan 2014.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved