Profil Sutopo Purwo Nugroho BNPB, Pejuang Kanker yang Tak Pernah Lelah Berikan Info Bencana Alam

Nama Sutopo Purwo Nugroho mungkin terdengar asing di kalangan masyarakat. Namun tidak di kalangan jurnalis.

Penulis: M. Syah Beni | Editor: M. Syah Beni
Tribunnews.com
Sutopo Purwo Nugroho 

3.    1993-1994       :     Juara Lomba Karya Tulis Inovatif Produktif Tingkat Nasional dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional 1994 di ITB Bandung

4.    1994                :     Wisudawan terbaik dan cum laude di Fakultas Geografi UGM

5.    1998-2000       :     Beasiswa S2 PPKP BPPT

6.    1997                :     Satyalancana Karya Satya X Tahun

7.    2012                :     Elshinta Award 2011 sebagai Humas Terbaik.

8.    2013                :     Elshinta Award 2012 sebagai Humas Terbaik.

9.    2013                :     Humas Terbaik Lembaga Publik Pilihan SPS 2013 dalam The Second Indonesia Public Relations Awards and Summit dari Serikat Pekerja Pers (SPS) pada tahun 2013.

10.  2014                :     Golden Public Campaigner Award 2014 dari Kantor Berita Politik RMOL.CO.

11.   2014               :    2014 Public Campaigner Award, dari Kantor Berita Politik RMOL.co pada tahun 2014.

12.   2014               :    Elshinta Award 2013 sebagai Humas Terbaik

13. 2014                :     Anugerah Adi Pramudita, Penghargaan Geograf Indonesia Kategori Pengembangan Terapan Ilmu Geografi dari Ikatan Geograf Indonesia pada 15-11-2014.

14.  2014                :     Juara III Diklatpim II Lembaga Administrasi Negara

15. 2017 : Outstanding Spokeperson (Humas Terbaik) dari Asosiasi Media Asing di Indonesia

Penghargaan Saat Memimpin di Unit Kerja:

1.    Aplikasi InaSAFE (Indonesia Scenario Assessment for Emergency), mendapat penghargaan juara dunia Open Source Rookie of The Year 2012 dari Black Duck. Meraih Penghargaan bersama Yahoo & Google pada tahun 2012.

2.    Film “Takbir Gempa (The Voice of Earthquacke)” sebagai Film Terbaik dalam Festival Film Asia The Best of Asia Film Festival di Asian Minister Conference of Disaster Risk Reduction ke 5. Mendapat penghargaan dari UNISDR pada tahun 2012.

3.    Aplikasi DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) memperoleh penghargaan Database Bencana Terbaik se Asia-Pasifik dari UNDP (United Nations for Development Programme) pada tahun 2013.

4.    Aplikasi Geospasial Bencana memperoleh penghargaan Geopspasial Terbaik dari Badan Informasi Geospasial Tahun 2013.

5.    Humas Terbaik Lembaga Publik Pilihan SPS 2013 dari Serikat Perusahaan Pers Tahun 2013.

6.    Best IT System 2015 dalam Indonesia Best e-Corp 2015 dari PriceWaterHouse Cooper Indonesia dan Majalah Swa.

7. Asia Geospatial Excellence Award 2017 dari Geosmart Asia.

Baca: Kisah Sutopo Purwo Nugroho, Pemberi Info Bencana yang Idap Kanker, Hingga Keinginan Ketemu Raisa

 Riwayat Kanker Paru-paru

 Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sempat terkejut tatkala dokter menyatakan dirinya divonis mengidap penyakit kanker paru-paru pada 17 Januari 2018.

Ini dia ceritakan saat Kompas.com berkunjung ke ruangannya di Gedung BNPB di Pramuka, Jakarta, pada Kamis (15/2/2018).

Kala itu, dia berkunjung ke Rumah Sakit Mitra Keluarga tanpa ditemani orang lain.

Dokter lantas menganjurkannya untuk langsung menjalani tindakan biopsi dan kemoterapi.

Namun Sutopo tidak lantas mengiyakan.

Pasalnya ia harus memberitahukan sang istri terlebih dahulu.

“Dokter bilang, kanker sudah stadium empat dan menyebar ke organ lain. Saya sempat terkejut. Kanker pasti hal yang menakutkan di bayangan,” ujar pakar bidang penanganan bencana ini.

Bercerita, Sutopo lantas merunut kembali bagaimana dia berinisiatif memeriksakan diri hingga akhirnya diketahui mengidap kanker paru-paru.

Pada rentang bulan November hingga Desember 2017, Sutopo tengah sibuk-sibuknya mengurusi lalu-lintas informasi seputar Gunung Agung meletus.

Di tengah aktivitasnya yang padat, Sutopo tiba-tiba merasakan pinggang kiri nyeri.  

Tak hanya itu, batuk yang diidapnya selama lebih dari sepekan tak kunjung sembuh.

Nyeri yang dia keluhkan itu membuatnya khawatir.

Ia menyangka, gejala tersebut merupakan bagian dari penyakit jantung.

Pria kelahiran Boyolali ini kemudian mengecek jantungnya.

Dokter menyatakan, sehat dan normal.

Dokter jantung lantas merujuknya ke spesialis penyakit dalam sehingga kondisi lambungnya bisa diperiksa.

Dokter mengira, asam lambung yang naik memicu batuk.

Setelah itu, Sutopo mendapat obat yang harus diminum.

“Dua mingguan obat habis, tapi batuknya enggak mereda. Saya khawatir. Ada teman yang tidak merokok, gemar berolahraga,dan bergaya hidup sehat. Namun ia diketahui kena kanker paru,” ungkap Sutopo.

Dengan kesadaran sendiri, Sutopo kemudian berkonsultasi dengan dokter paru-paru.

Pemeriksaan sinar X, cek darah, dan CT-Scan, dilakukan atas saran dokter.

Dari hasil tindakan medis tersebut, akhirnya Sutopo mengetahui bahwa pemicu nyeri pinggang dan batuk yang ia alami adalah kanker paru-paru dan telah menjalar.

Sutopo enggan memberitahu ke bagian mana kanker menjalar.

“Saya memang perokok pasif. Lingkungan sekitar banyak yang merokok. Kalau saya tidak. Kata dokter bisa jadi karena itu penyakitnya,” tutur Sutopo.

Sutopo pun mengakui, ia memang sudah sering menderita batuk yang tidak lekas sembuh.

Sementara nyeri pinggang dan dada sudah ia alami sejak SMA.

Ia mengira, kondisi tersebut akan sembuh dengan sendirnya. Ia bahkan sempat kepikiran posisi tidur yang salah yang membuatnya terkena gangguan punggung.  

“Saya kira saraf atau tulang yang kena soalnya kan nyeri. Kalau batuk yang kambuhan, hilang gitu. Kalau dikasih minum obat sirup yang beredar di pasaran, biasanya batuk sembuh. ,” ujar Sutopo.

Penurunan berat badan yang menjadi gejala kanker paru-paru tidak ia alami.

Batuk dan nyeri itulah yang membawanya pergi berkonsultasi ke dokter paru.

Berobat hingga Malaysia Setelah dinyatakan positif kanker paru-paru, Sutopo menjalani berbagai rangkaian pengobatan.

Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga hingga Malaysia.

Dia berangkat ke Malaysia pada 22 Januari 2018 setelah mendengar ada rumah sakit berkualitas yang menjadi rujukan rekannya ketika sakit kanker paru.  

“Di Rumah Sakit Mahkota Melaka, saya diperiksa berdasarkan hasil CT Scan di Jakarta. Saya di Jakarta CT Scan pada 16 Januari 2018. Saya dibiopsi,” ujar Sutopo.

Di Malaysia, Sutopo menjalani ulang tes sinar X yang hasilnya memang terdapat benjolan di paru-paru.

Biopsi untuk mengambil sampel jaringan kanker paru-paru pun ia dapatkan. Sampel tersebut dianalisis di Kuala Lumpur.

Pihak Rumah Sakit Mahkota Melaka menjanjikan proses tersebut rampung selama dua minggu.

“Hasil lab ini untuk menentukan obatnya apa. Dokter Malaysia minta saya dikemo. Udah mau dikemo harusnya, tapi urung dilaksanakan,” tutur Sutopo.

Rencana untuk kemoterapi pada 25 Januari 2018 dibatalkan setelah berdiskusi dengan istri.

Sang istri memintanya mempertimbangkan ulang karena khawatir dampak mual muntah setelah kemoterapi.

Sang istri memintanya berobat di Jakarta karena dari segi pelayanan dan kualitas tidak kalah dengan di Jakarta.

Selain itu, apabila kemoterapi tetap dilakukan di Malaysia, Sutopo harus mengurusi kebutuhan pribadinya sendiri padahal kemoterapi berdampak pada penurunan stamina.

Jarak dan waktu tempuh Malaysia dan Jakarta turut masuk dalam faktor dibatalkannya kemoterapi di Malaysia.

“Tanggal 25 Januari 2018 pagi, saya pulang ke Indonesia. Di Indonesia, awal Februari 2018 saya ke Rumah Sakit Dharmais, yang menjadi rujukan kanker,” kata Sutopo.

Di rumah sakit kanker nasional tersebut, Sutopo mendapat tindakan PET-Scan untuk memeriksa organ tubuh hingga ke tulang-tulang.

Dokter memintanya menanti perkembangan pemeriksaan dari Malaysia.

Proses analisis EFGR memang butuh waktu lebih dari tiga mingguan, bisa sampai empat minggu. “Saat ini masih tindakan disinar.

Kalau untuk kemoterapi harus atau enggak, masih menunggu hasil EFGR dari Malaysia,” ujarnya.

Selain pengobatan medis, Sutopo juga mengambil opsi alternatif yakni pengobatan herbal.

Setiap hari, ia meminum jus racikan sang istri yang terbuat dari aneka rempah dan sayuran.

Jus tersebut biasanya berisi bawang putih hitam, buah naga, wortel, dan campuran rempah lain.

Tetap Bekerja Meski menderita kanker paru, Sutopo menyatakan tetap akan bekerja seperti biasa, memberikan informasi kebencanaan.

"Diniatkan ibadah. Saya akan bekerja seperti biasa, melayani wartawan yang akan wawancara," katanya.

Sutopo sempat absen ketika jakarta sibuk dengan banjir beberapa waktu lalu.

Dia mengaku menyesal karena masyarakat kurang mendapatkan informasi secara cepat dan akurat.

Meski tetap bekerja, Sutopo pun harus berkompromi dengan kondisi fisiknya.

Untuk wawancara misalnya, dia akan memilih dilakukan di kantornya, bukan di studio media massa.

Sutopo pun akan mengurangi intensitas bepergian ke luar kota agar kondisi fisiknya tetap stabil.

Pola makan Sutopo pun kini dubah.

Dia mulai mengganti menu makan sehari-hari menjadi kaya sayuran dan minim protein hewani.

Seperti yang dibawa pada Kamis (15/2/2018), bekal Sutopo adalah brokoli, bayam merah, serta potongan telur rebus tanpa kuningnya.

Sutopo sejauh ini juga menjajal buah merah, sarang semut, dan aneka pemberian kolega yang peduli dengan dirinya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved