Aidit Saat Diwawancarai 1964: Inilah Alasan Utama kenapa Ia Memilih PKI Dibanding Partai Lain
Aidit Saat Diwawancarai 1964: Inilah Alasan Utama kenapa Ia Memilih PKI Dibanding Partai Lain
Di Belitung ada tambang. Sering bung Aidit bersama teman-temannya masuk ke tambang sampai 200 m di bawah tanah. Kontras antara kehidupan buruh dan majikan berkesan padanya.
Baca: Meski Diguncang Gempa dan Terjangan Tsunami, Masjid Terapung Palu Tetap Berdiri Kokoh
Begitu pula nasib yang dialami ayahnya. Sekalipun pendidikannya lebih tinggi, ia tetap buruh, sedangkan kepalanya, orang Belanda yang lulus sekolah dasar saja tidak, lagi tolol dalam pekerjaan.
Abdullah Aidit oleh anaknya dilukiskan sebagai seorang Muslim liberal. Liberal dalam arti membiarkan anak-anaknya memilih ideologi, lapangan hidup dan kawan hidup menurut kehendak mereka sendiri-sendiri.
Sekitar tahun 1937 bung Aidit tiba di Jakarta, masuk sekolah dagang sambil mengikuti kursus bahasa-bahasa asing. Karena biaya macet, tidak sampai tamat.
Baca: Maurizio Zanfanti Sudah Tiduri 6.000 Wanita, Ia Tewas Saat Berhubungan Intim dengan Turis
Malahan pernah ia bekerja sebagai pembuat lubang kancing pada tukang jahit. Katanya, ia pun suka sekali ke museum membaca buku-buku.
Ganyangannya buku-buku sosiologi dari penulis-penulis bukan Marxis, Adler, Vierkandt, Max Weber, Le Bon, Rolandhols, Kautzky, adalah beberapa nama yang ia sebutkan.
Pandangan mereka tak memuaskan hatinya. Berlainan halnya tatkala ia membaca buku Manifesto Komunis dan buku-buku Marx dan Lenin lainnya.
Penderitaan lenyap apabila kelas-kelas itu lenyap. Tetapi untuk meniadakan kelas-kelas itu, justru dibutuhkan kesadaran kelas untuk dipertentangkan menjadi “perang kelas”.
Baru pertama kali itu kami berhadapan muka dengan bung Aidit. Yang istimewa ketajaman matanya dan roman muka yang menunjukkan intelegensia tinggi.
Ini mungkin cermin dari dinamis jiwanya. Dinamik pemuda itu di Jakarta disalurkan pada kehidupan organisasi.
Ia memasuki Persatuan Timur Muda. Anggotanya dari aneka macam golongan termasuk keturunan Arab dan Tionghoa. Katanya, “Sejak dulu saya menentang rasialisme.”
Ia berkenalan dengan Wikana pemimpin Gerindo. Kenal pula dengan Amir Sjarifudin SH.
“Besar pengaruhnya terhadap saya. Ia seorang intelektual yagn militan, yang mengintegrasikan diri dengan massa rakyat. Pejuang gigih melawan fasisme. Berwibawa dan berwatak.”
Resmi menjadi anggota partai komunis pada zaman Jepang. Perantaranya, Widarta. Terjadi pada Juli 1943, umurnya waktu itu 20 tahun.
Mengapa? Karena PKI menentang fasisme Jepang secara konsekuen. Ia pun turut memimpin Gerakan Indonesia Merdeka, suatu gerakan di bawah tanah bersama Chairul Saleh, Sidik Kertapati, Lukman.