Gen Milenial

Pentaskan Lakon Los Bagados Los Pencos, Ini Pesan yang Disampaikan Teater Benang

Begitulah sepenggal kutipan dialog yang menggambarkan sedikit banyaknya kejadian akan kehidupan

Editor: M. Syah Beni

TRIBUNSUMSEL.COM- "Selama ini yang biasanya rajin berdemonstrasi kalau tidak mahasiswa, ormas atau para pekerja yang menuntut kenaikan upah mereka. Nah, baru kali ini kita membuat sejarah. Karena baru sekaranglah terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh orang-orang gila. Ini sebuah kemajuan yang luar biasa."

Begitulah sepenggal kutipan dialog yang menggambarkan sedikit banyaknya kejadian akan kehidupan

Baca: Veronica Tan Benar Selingkuh dengan Julianto Tio,Djarot Syaiful Ungkap Fakta Mengejutkan Ini!

pada lakon Los Bagados de Los Pencos karya Puntung CM.

Pudjadi yang diusung oleh siswa-siswi SMK Muhammadiyah 3 Palembang yang tergabung dalam komunitas Teater Benang featuring AGYPARK (Akrobatik Gym Parkour) pada sebuah pementasan drama, Minggu (11/2) di Jalan Amri Yahya Komplek Graha Budaya, Jakabaring-Palembang.

 Pementasan yang disutradari Muhammad Fandri, dilatarbelakangi dalam rangka memperingati hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari.

Sebagai wujud respon sosial akan keadaan yang saat ini lagi genting-gentingnya yaitu gamang akan kekuasaan," ungkapnya seraya menuturkan, karena sebentar lagi akan menyambut pesta akbar demokrasi yaitu pemilukada serentak di tiap daerah seantero Nusantara.

"Nah, dalam naskah dan konsep permainan yang sudah kami kemas ini sangat cocok sekali dengan keadaan saat ini," ujarnya.

 Selain itu, melalui pementasan ini kami mencoba untuk menjadikan sebuah sarana sosialisasi sekolah kami.

"Dan tentunya juga sebagai wadah penyaluran bakat kegiatan kami ini ke khalayak ramai," ujar Fandri sapaan akrabnya saat dibincangi.

 Saat ditanya kenapa kawan-kawan usung pementasan dengan naskah ini, Fandri menuturkan, dalam tampilannya kita kemas dengan keadaan yang mungkin tidak akan terjadi di dunia nyata.

"Namun kita kontra-diksikan dengan kondisi saat ini. Sehingga para masyarakat, khususnya para generasi muda dapat melihat dan tentunya untuk tidak menutup mata dengan kondisi yang terjadi sekarang. Khususnya pada sistem pemerintahan baik di lini yang tertinggi sampai yang terkecil," ungkapnya.

Kali ini pementasan yang diusung memang sengaja dibawakan dengan tampilan yang sedikit berbeda dan ada beberapa sedikit penggabungan karya sastra didalamnya, tentunya dibalut dengan kemasan "tragedi-komedi".

Sehingga membuat mata penonton untuk enggan beralih. “Selain itu, agar tidak terkesan monoton, kekocak-an serta kekuatan setiap aktor akan terasa di setiap adegan sehingga nantinya riuh dan gelak tawa penonton pun membanjiri gedung," tuturnya.

 Pentas Produksi ketiga yang dipimpin oleh Ida Ayu Safitri yang digeber hanya 1 hari ini, berdurasi kurang lebih 1 jam. Dr. Surendra dilakoni oleh Muhammad Fandri, Mantri diperankan Suwandi, Dr. Plontos diperankan Suryadi, Linus diperankan Muhammad Fadil, Mayon diperanakan Roby Wijaya Kesuma dan Emha diperankan oleh Desi Anggraini, dan dibagian tata bunyi dan cahaya digawangi oleh Frans Juliansyah.

 Fandri memaparkan, bahwa cerita Los Bagados de Los Pencos sendiri dilatarbelakangi akan penolakan para pasien Rumah Sakit Jiwa terhadap kepemimpinan dokter Surendra yang sudah menjabat selama bertahun-tahun. Sehingga para pasien pun merasa sudah bosan dan mereka menganggap sudah sepatutnya untuk dilengserkan dari massa jabatannya, dan dari inisiasi itulah revolusi rumah sakit jiwa pun muncul," ujarnya.

 Pemberontakkan yang dipimpin oleh Linus yang berbackground aktivis mengajak rekan-rekannya untuk bersama-sama memboyong dan meruntuhkan keegoisan sang dokter yang tanpa sadar sudah semenah-menah tanpa manusiawi memperlakukan mereka selama bertahun-tahun.

Hingga akhirnya disetiap adegan, para pasien selalu disuguhkan rasa optimis untuk melakukan demonstrasi, karena sudah merasa muak akan janji-janji dokter dan pak mantri yang tidak pernah ditepati. Hingga akhirnya mereka pun merencankan berbagai hal agar dokter dan pak mantri tunduk serta menyerahkan kekuasaannya.

Para pasien yang bernotabane dari aktivis, polisi serta pembisnis bersatu menyerang untuk mengambil alih tampuk kekuasaan yang sudah tidak patut lagi dipegang oleh orang lama.

"Mereka tidak butuh vitamin, adalah sebagai tanda protes para pasien Rumah Sakit Jiwa yang sudah merasa muak. Dan yang paling penting, para pasien tidak butuh omongan, slogan ataupun janji, karena janji tetap tinggallah janji. Apalagi mereka tidak butuh suapan makanan yang bergizi ataupun uang," terang Fandri.

 Karakter tiga orang pasien rumah sakit jiwa yang disuguhkan dalam pementasan sebagai simbol masyarakat/ rakyat yang ingin disama-ratakan dari segi hak-hak dengan orang-orang di dalam rumah sakit jiwa (para pemimpin).

"Dari ketiga aktor tersebutlah yang membuat indah permainan dalam pemanggungan, sehingga membuat intrik-intrik sosial yang diselipkan melalui geliat gerak, serta dialog-dialog yang sarat makna," jelas Fandri memaparkan secuplik sinopsis pementasan tersebut.

"Kami berharap dengan tampilan yang disajikan oleh kami ini, dapat bermanfaat dan membuka maindset kita semua. Sehingga kita (para generasi muda) dapat merefleksi dan merespon keadaan sosial disekitar kita saat ini," pungkasnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved