Usai Menikah, Wanita ini Dites Keperawanannya di Atas Kain Putih, Jika Tak Perawan Akan Dibeginikan
Malam pertama merupakan rahasia yang harus dijaga oleh pasangan suami-istri. Tak pantas jika membicarakan tentang malam pertama kepada orang lain.
Cukup lama tradisi ini berjalan di tengah masyarakat Penukal, dan itu dianggap positif karena mampu mencegah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan saat itu.
Sampai akhirnya muncul sebuah tindakan yang dianggap telah menghianati tradisi ini, sekaligus membuat masyarakat setempat tak mau lagi melaksanakannya.
"Waktu saya jadi ketib (penghulu), sekitar tahun 1990-an ada pihak pengantin pria memukul cengkung, tanda pengantin perempuan masih perawan. Tapi tak sampai tiga bulan menikah, istrinya melahirkan. Saya marah karena mereka sudah membohongi adat. Untuk apalagi ada cengkung kalau pengantin wanitanya tidak perawan lagi. Sejak kejadian itu, orang mulai meninggalkan tradisi ini, karena dianggap tidak ada gunanya lagi," ujar Mat Nur, mantan penghulu era 90-an.
Hal senada dikatakan Zulkopli, Kepala Desa Purun, Kecamatan Penukal. Lunturnya tradisi itu juga dipicu kemajuan teknologi dan informasi.
Menurut dia, generasi muda dengan mudah bisa mengadopsi gaya hidup bebas.
Bahkan duduk berduaan antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim juga tak lagi dianggap tabu.
"Kalau dulu, membuat janji nikah saja cuma ngobrol tanpa bertatap muka. Rumah di sini kan panggung, jadi gadis di dalam rumah, sementara pemuda di bawah rumah," katanya.
Saat menikah di tahun 1991, Zulkopli memang tak lagi menggunakan adat tersebut. Namun pembatasan pergaulan antar bujang dan gadis masih tetap terpelihara. "Kalau sekarang, saya tak tahu lagi mau bilang apa," ujarnya.